VIVAnews – Subsidi energi, khususnya bahan bakar minyak dan listrik, masih membelit anggaran negara.
Berbagai
cara terus diperjuangkan agar anggaran sehat. Mulai dari pembatasan
konsumsi BBM hingga penghematan besar besaran. Tak cuma pada BBM,
pemerintah pun mengupayakan penghematan konsumsi listrik. Tujuannya
satu, pembengkakan subsidi akibat kenaikan harga minyak internasional
tidak membuat anggaran negara jebol.
Di tengah kekhawatiran ini, pekan lalu VIVAnews kedatangan tamu orang yang paling berkuasa atas listrik di Indonesia. Dialah Nur Pamudji, Direktur Utama PT PLN (Persero).
Berikut petikan wawancaranya:
Pemerintah saat ini gencar mengkampanyekan penghematan listrik dan BBM, posisi PLN sendiri bagaimana?Soal
penghematan, pertama tentu duduk perkaranya dulu musti jelas. Memang
pemerintah mendorong penghematan, tetapi jangan lupa PLN sendiri
korporasi, kami jualan listrik. Kami tidak menyebut ini untuk mencari
untung, tetapi menyediakan listrik sebisa mungkin untuk masyarakat.
Masyarakat butuh, kami harus bisa menyediakan. Jangan sampai masyarakat
butuh listrik, listriknya tidak tersedia.
Tugas PLN pertama kali
tentu saja menyediakan listrik yang cukup untuk seluruh masyarakat yang
membutuhkan, jangan sampai tidak cukup, apalagi tidak ada.
Mengenai penghematan, tentu kampanye dilakukan Kementerian Energi,
barangkali Direktorat Jenderal Kelistrikan. PLN sendiri sifatnya
memfasilitasi orang yang ingin melakukan penghematan. Masa kami jualan
listrik, tapi menyuruh orang untuk hemat. Eh, jangan pakai listrik
banyak-banyak ya...hahaha.
Tentu PLN mengupayakan penurunan
subsidi. Itu jelas. Karena pemakai listrik yang golongannya tinggi
mendapatkan subsidi lebih rendah. Kami dorong orang yang ingin
menyambung listrik ke rumah atau gedung dengan kapasitas sebesar
mungkin, agar mereka membayar besar ke PLN dan subsidi turun. Itu concern kami. Namun, yang jelas kampanye penghematan energi itu dari pemerintah.
Bukankah
mendorong penggunaan listrik sebesar-besarnya membuat subsidi
membengkak, karena masyarakat yang termasuk golongan tinggi pun masih
disubsidi?Segmentasi tarifnya beda. Semakin tinggi
golongannya, maka komponen presentasi subsidinya rendah. Memang masih
disubsidi, tapi tidak sebanyak segmen yang lebih rendah. Akan berkurang
subsidinya, secara absolut akan berkurang.
Seberapa besar pertumbuhan listrik di Indonesia?Saya
cerita fakta, tahun lalu, 2011, konsumsi energi naik 7 persen
sedangkan pada 2010 sebesar 9 persen, sedikit menurun. Pertumbuhan
listrik pada 2012 ini empat bulan pertama year on year 10,9
persen, nyaris 11 persen. Jadi kalau saya membacanya, sebagai penyedia
listrik, kebutuhan listrik tinggi, kami harus sediakan.
Konsumsi
listrik tinggi, apa artinya? Kalau pemakaian listrik tinggi ekonomi
sedang tumbuh. Saya selidiki, angka dari 11 persen itu breakdown-nya seperti
apa, ternyata yang tumbuh paling besar dari rumah tangga. Rumah tangga
yang mana? Rumah tangga kelas menengah dengan daya 2.200 VA dan 1.300 VA
yang tumbuh gila-gilaan. 23 persen dan 30 persen. Ini karena mereka
pada beli kulkas dan AC.
Sedangkan untuk pertumbuhan industri
hingga empat bulan pertama konsumsi energinya naik 10 persen, penambahan
pelanggannya hanya 3,9 persen. Existing customer, konsumen
yang lama, menambah konsumsi listriknya. Artinya apa? Ada pergerakan
ekonomi di situ. Sedangkan untuk segmentasi bisnis, pertumbuhan
energinya 8,4 persen, pertumbuhan pelanggannya naik 5,1 persen.
Jadi kembali ke penghematan, kalau industri tumbuh seperti itu apa mau dihemat? Masa industri disuruh menghemat, nanti ouput perekonomian
nasional turun. Lalu kalau bisnis naik juga, apa kita suruh hemat?
Tidak juga. Bisnis itu sektor produktif. Kalau gedung-gedung perkantoran
seperti ini disuruh menurunkan konsumsi listrik, apa implikasinya tidak
ke output nasional.
Saya pikir yang harus dihemat itu penggunaan listrik yang konsumtif.
Misalnya lampu taman di rumah, apakah hal seperti itu dibutuhkan?
Menurut saya konsumsi listrik seperti itulah yang harus dihemat. Seperti
pohon disoroti lampu, ya sudah lah gak usah. Pagar rumah mewah, setiap
dua meter lampu bulat-bulat, apa perlu? Kalau dimatikan dan hanya
menyalakan lampu teras saja kan cukup. Hal-hal seperti itulah yang harus
dihemat.
Tapi apakah bisa menyuruh orang seperti itu untuk
menghemat? Saya penasaran dan berdialog dengan pelanggan yang membayar
rekening listrik Rp3 juta per bulan.
Dia dari sektor rumah tangga, seorang Ibu. Dia bertanya, cara
menghematnya bagaimana? Saya jawab, bisa saja AC jangan 24 jam nyala.
Nyalakan saat ada orang atau aktivitas saja. AC kamar tidur juga jangan
nyala terus, kalau mau tidur saja.
Dia jawab, tidak..ah, saya mau menikmati hidup, yang penting kan saya bayar.
Begitulah kira-kira bahasanya. Artinya untuk pelanggan seperti ini,
kalau disuruh hemat dengan cara cuap-cuap, "eh hemat dong, hemat-hemat,"
tak akan mempan. Naikkan saja tarif listriknya, pasti hemat. Begitu
lihat rekening listrik melonjak dari Rp3 juta menjadi Rp5 juta dia pasti
berfikir, bagaimana caranya menghemat.
Idealnya tarif listrik rumah tangga dan industri itu seperti apa?Kalau
Anda cek websitenya PLN Jepang, Tokyo Electric Power Company (Tepco),
Anda dapat bandingkan tarif rumah tangga dan industri di Jepang itu
jomplang.
Tarif rumah tangganya mencapai 20 sen dolar per KWh, sedangkan industri paling 12-13 sen. Lebih murah. Jadi memang sektor yang less productive itu
harus dikasih tarif yang tinggi agar tidak terlalu konsumtif, agar
mereka pikir kalau mereka mau duduk di taman rumahnya, dengan menyalakan
semua lampu, tarifnya mahal.
Sedangkan untuk industri mau menggunakan listrik berapa pun, pakai saja, karena ini dapat menaikkan output ekonomi
nasional. Itu pandangan saya tentang penghematan, jadi yang harus
ditembak untuk penghematan adalah sektor yang konsumtif sedangkan sektor
produktif kita fasilitasi saja penggunaan listiknya.
Cuma
pertanyaannya apakah mal itu konsumtif apa produktif? Itu saya tidak
tau, hahaha. Gedung-gedung perkantoran dan gedung pemeritah, kalau di
lobi-lobi gedung seperti itu banyak lampu yang sebenarnya dapat
dimatikan, namun kurang indah, kurang mentereng kalau lampunya
dimatikan. Kalau seperti itu konsumtif atau produktif? Susah menilai.
Saya gak tau itu masuk ke mana.
Untuk golongan rumah tangga, semua masih disubsidi?Tidak. Rumah tangga ada yang tidak disubsidi. Pelanggan 6.600 VA ke atas itu tidak disubsidi.
Pelanggan di bawah 6.600 VA juga sudah ada yang mampu, kenapa masih di subsidi?Itu kebijakan pemerintah. Pertanyaan
kenapa yang mampu masih disubsidi? Jawabannya adalah sampai sekarang
kebijakan pemerintah dalam menentukan tarif listrik adalah mensubsidi
golongan di bawah 6.600 VA. Tarif listrik kan bukan PLN yang menentukan.
Kenapa PLN tidak menerapkan pembatasan seperti halnya BBM? Ya mungkin barangkali tidak dilakukan saja, kan belum dilakukan. As simple as that, tidak dilakukan saja. Kalau kita lakukan pasti timbul kesadaran itu muncul, yang kita sentuh itu pride-nya.
Mobil keren kok pakai BBM bersubsidi, rumah sudah 2.200 VA kok masih
disubsidi. Emang saya yang minta subsidi? Jangan-jangan nanti jawabannya
begitu, hahaha.
Mereka tidak punya opsi. Saya tidak mau
disubsidi, tapi tidak tahu caranya. Kalau BBM kan pergi ke Pertamax, di
situ gak disubsidi, begitu caranya.
Sebelum pemerintah mengkampanyekan BBM nonsubsidi, saya sudah lebih
dulu. Di rumah, kalau anak saya mau menggunakan mobil, saya bilang, ini
uang bensin, kamu tidak boleh menggunakan Premium, kamu beli Pertamax.
Anak saya langsung beli Pertamax. Kesadaran itu ada karena mereka
bisa milih, saya pilih untuk tidak disubsidi. Namun, kalau di listrik
tidak bisa, ga ada opsi itu. PLN bisa saja kalau disuruh menyediakan
listrik 2.200 VA tanpa disubsidi, kami bisa.
Paling tinggi subsidinya di kelas berapa?450 VA, itu sampai 25-30 persen. Kelas 450 VA itu juga jumlah pelanggan kita paling banyak, hampir 19 juta pelanggan.
Jika golongan 450 VA dinaikkan, memberatkan masyarakat kecil?Kalau
kasihan coba Anda bikin riset kecil-kecilan. Sewaktu di Ujung Pandang,
saya bikin riset dengan Universitas Hasanuddin. Berapa spending masyarakat untuk listrik, berapa untuk handphone, berapa untuk rokok, dan berapa untuk susu. Ternyata spending terbesar untuk handphone, sehingga kalau golongan 450 VA ini kita kecilkan subsidinya, paling dia mengurangi spending handphone.
Rata-rata rekening listrik mereka tidak sampai Rp50 ribu. Saya pernah
iseng-iseng tanya ke pelanggan, kamu bayar rekeningnya berapa? Dijawab,
Rp40 ribu, Pak.
Saya tanya, kalau saya naikkan 10 persen saja, keberatan tidak? Lalu
dijawab, tidak apa-apa, cuma nambah Rp4 ribu. Saya tanya lagi, kalau
naik 20 persen terasa berat tidak? Dijawab, tidak juga.
Jadi,
kalau tarif listrik kami naikkan 20 persen, kami sudah bisa menghemat
subsidi triliunan. Dana triliunan itu bisa digunakan untuk investasi.
Beberapa waktu lalu saya datang dalam peletakan batu pertama
pembangunan pabrik PT Krakatau Steel-Posco. Saya tanya berapa
investasinya, Rp30 trilliun. dan ekuitasnya hanya sepertiganya, Rp10
trilliun. Yang Rp20 trilliun pinjaman dari bank. Jadi dengan Rp10
trilliun kita bisa bikin pabrik segede Krakatau Steel-Posco.
Gila yah, kalau ibu-ibu saya tanya naikin 20 persen masih mampu, dijawab gak apa-apa pak. Itu kita bisa saving beberapa
triliunan dan bisa kita investasikan beberapa pabrik baja. Ini hanya
soal pilihan, duit negara mau kita bakar atau untuk produktif seperti
bikin pabrik baja, ini pilihan politis.
Perkembangan langganan listrik prabayar bagaimana?Pemakaian
listrik prabayar meledak. Kami juga tidak menyangka, kami
gembar-gemborkan besar-besaran pada 2010, sewaktu Pak Dahlan Iskan
sebagai dirut. Sekarang sudah 5 juta pelanggan atau 10 persen dari
pelanggan PLN itu prabayar. Dan Indonesia sudah menjadi negara dengan
sistem langganan listrik prabayar terbesar di dunia.
Saya kemarin juga mengadakan riset kecil, nyolek salah satu pelanggan
prabayar. Orang itu baru mengganti listriknya dengan prabayar. Dia ini
ibu-ibu, pendidikannya hanya SMA, tidak bekerja, hanya buka warung di
depan rumah. Saya tanya pakai listrik sehari berapa, dia jawab sehari 1
kWh. Saya tanya lagi, tahu dari mana? Saya kan bisa baca hari ini berapa
kWh, besok dari berapa kWh, ke berapa kWh, jadi saya tahu berapa
pemakaiannya. Ini ibu-ibu awam lho.
Apakah ada indikasi naiknya pelanggan prabayar menambah penghematan subsidi?Itu harus kita riset dulu dari orang yang migrasi. Tapi yang pasti, ibu-ibu itu jadi aware, padahal
sebelumnya juga sudah ada angkanya. Tapi gak diperhatikan, cuma buat
tukang listrik. Padahal itu sama, ukurannya kWh juga. Karena orang
memikirkannya sebulan bayar listrik Rp40 ribu. Tapi karena prabayar, dia
tidak perlu bayar sebulan sekali. Ibu itu jualan rokok, mie, dan
sebagainya, pendapatannya harian. Jadi bayar listriknya tidak perlu
sebulan sekali. Dia tinggal lihat saja, kalau masih cukup beberapa kWh
untuk berapa hari lagi.
Kesadaran tentang pemakaian listrik
menjadi muncul, karena dia bisa bayar listrik kapan saja. Itu bedanya
prabayar dengan pascabayar, ternyata dampaknya luar biasa.
Tetapi itu pertanyaan menarik, apakah terjadi penghematan? Karena kami punya 46 juta pelanggan, itu semuanya masuk dalam database. Sampai ke Wamena sana, semua masuk database. Kami bisa melihat kapan dia migrasi, dan bisa dilihat polanya seperti apa.
Nasib proyek pembangkit 10 ribu Megawatt tahap pertama saat ini bagaimana?Ya
memang 10 ribu MW itu kok kayak ga selesai-selesai, targetnya meleset.
Ya memang benar meleset. Tapi jadi. Sekarang ini PLTU Labuan sudah
beroperasi dengan baik, salah satu ukurannya adalah capacity factor.
Labuan itu share-nya 72 persen. Untuk PLTU batu bara, it's good number. Artinya
performanya bagus dan dia bisa mengeluarkan produk dengan baik.
Kemudian PLTU Lontar sudah beroperasi, Indramayu beroperasi, Rembang
beroperasi, Suralaya unit 8 beroperasi dengan baik. Jadi running well.
Sedangkan
dalam tahap penyelesaian itu Pacitan yang akan diselesaikan tahun ini.
Pelabuhan Ratu tahun ini masuk, Paiton masuk. Paiton nomor 9 sekarang
sudah selesai tesnya, bulan depan sudah beroperasi.
Tahun ini 6 ribu MW beroperasi, tinggal 4 ribu MW, itu seluruhnya
akan selesai pada 2014. Tetapi sebagian besar, sekitar 90 persen, akan
selesai di 2013 dan 10 persennya di 2014. Apa penyebab terlambat?
Macam-macam. Setiap site kasusnya berbeda-beda.
Pertumbuhan ekonomi indonesia diperkirakan akan terus tumbuh, apakah PLN siap menyediakan listriknya?Cukup,
secara nasional cukup. Karena sewaktu menyusun APBN 2012 kami
mentargetkan pertumbuhan listrik 9 persen. Tetapi saat APBN-P
pertumbuhannya tidak bisa seperti itu, karena subsidinya dipotong,
terpaksa kami hanya perkirakan 7 persen growth. Tetapi faktanya 4 bulan pertama 11 persen growth. Perkiraan saya sampai Desember itu kira-kira 9 persen, artinya kembali ke angka semula.
Untuk 3-4 tahun ke depan listrik masih cukup?Cukup,
karena tahun depan ada tambahan kapasitas baru yang cukup signifikan.
Tahun ini saja ada tambahan dari pembangkit baru di luar proyek 10 ribu
MW, seperti PLTU Tanjung Jati B, itu persis 1 Januari itu tambah 660 MW,
Paiton 3 itu tambah 800 MW, sebentar lagi Cirebon 615 MW.
Itu di luar proyek PLTU 10 ribu MW. PLTP Ulubelu sebentar lagi masuk
2x55 MW, Juli unit pertama masuk. Kira-kira dua bulan berikutnya unit
kedua 2x55 MW di Lampung juga masuk.
Di Medan, PLTP Nagan masuk 2x115 MW, lalu di Padang, 2x100 MW juga masuk. Insya Allah cukup. Di Kendari 2x10, Sulawesi Utara 2x25 MW, Jeneponto 2x100 MW, sudah testing, semester II masuk, tahun depan operasi penuh. Kota baru, Sulawesi Selatan 2x50 MW. Insya Allah kita gak akan kesulitan.
Proyeksi aman sampai tahun berapa?Kami
sudah mengamankan hingga 2020. Bagaimana cara mengamankannya? Kami
sudah memulai proyek-proyek yang dibutuhkan di 2016, tahun ini sudah di
proses, seperti Jawa Tengah, 2x1000 MW, itu kan masuknya 2016. Hal ini
kami siapkan dari sekarang supaya nanti tidak ada lagi defisit listrik.
Kemudian
kami juga siapkan kabel bawah laut Sumatera-Jawa, kapasitas 3 ribu MW,
dilelang tahun depan dan operasi 2016. Makanya saya sangat optimis
sekali ekonomi kita saat ini tumbuh 6 persen, wah indah sekali. Dan
jangan khawatir, insya Allah listrik cukup, dan bahkan kami sudah bikin rencana untuk ekspor.
Apa alasan PLN mau ekspor listrik?Malaysia
sekarang itu lagi menderita soal listrik karena ada pembangkit listrik
tenaga gas sebesar 5.000 MW yang gasnya mengalami penurunan pasokan.
Malaysia punya 12.000 MW, tiba-tiba 5.000 MW tidak bisa beroperasi.
Gasnya kurang. Dari sumurnya tiba-tiba habis. Empat tahun habis lebih
awal. Mereka datang ke PLN, boleh kami impor dari Indonesia? Langsung
kami sambut, ekspor listrik kan cakep, macam-macam dengan Indonesia,
kami cabut...hahaha.
Namun, ada juga orang yang sinis, listrik di
Indonesia belum cukup kok sudah ekspor. Kita lihat kapan ekspornya, kan
nanti, 2017. Namun supaya terjadi...ya sekarang bikinnya. Kontraknya
harus tahun ini dibikin. Karena masa kontraknya empat tahun untuk
merealisasikan ekspor listrik dalam jumlah besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar