Jpnn
JAKARTA - Mendekati pesta
demokrasi pada 2014 nanti, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) mulai memperketat aturan cuti kampanye bagi pejabat publik
yang ikut berkampanye. Aturan tersebut berlaku bagi bupati/wali kota,
gubernur, dan menteri. Sanksi bagi yang melanggar aturan itu terbilang
cukup unik. Pejabat yang terbukti bersalah diberi sanksi sosial yakni,
diberikan teguran dan dipermalukan melalui media.
"Ini perlu dilakukan demi menjaga ritme birokrasi dan pelayanan publik yang melekat pada kepala daerah," ujar Dirjen Kesbangpol Kemendagri Tantri Bali di sela seminar di Lemhanas, Jakarta, Senin (22/4).
Dia menambahkan, peraturan izin cuti kampanye itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 18/2013. Yang secara detil mengatur mekanisme cuti kampanye bagi kepala daerah. Menurutnya, aturan tersebut sangat penting ditetapkan. Karena hampir semua kepala daerah merupakan tokoh politik di daerah. Hingga dipastikan bakal terlibat aktivitas kampanye. "Kalau tidak ada aturan tegas, bisa mengganggu pelayanan publik," imbuh pejabat eselon I ini.
Setiap kepala daerah wajib mengajukan izin cuti tersebut. Paling lambat 12 hari sebelum masa izin cuti diajukan. Itupun diatur dalam waktu-waktu tertentu. Izin cuti kepala daerah hanya satu hari dalam sepekan. "Harinya boleh bebas untuk kepala daerah. Tapi kalau menteri hanya izin cuti pada Jumat," terangnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, bagi kepala daerah tak boleh mengajukan izin secara bersamaan misalkan bupati dan wakil bupati ajukan cuti pada hari yang sama. Kepala daerah dan wakilnya harus mengatur waktu izin cuti. Dengan mengajukan pada pejabat di atasnya beserta tembusannya. "Kalau bupati mengajukan izin kepada gubenur dengan tembusan menteri dalam negeri," tuturnya.
Jika tidak mendapat izin, Tantri memastikan kepala daerah terkait tidak dibenarkan ikut kampanye. Mereka tetap harus melaksanakan tugas sebagai kepala daerah seperti kewajibannya.
"Kalau melawan sanksinya ditegur dan diumumkan pada publik. Yang melakukan sanksi itu pejabat publik diatasnya," ungkapnya.
Bagaimana jika ada menteri berkampanye di daerah" Tantri meminta tetap harus berkoordinasi. Lebih baik masa cuti kampanye disamakan dengan menteri yang berkampanye.
"Kan kepala daerah itu hanya sehari izin cuti. Jadi tidak boleh izin saat ada menteri kampanye," ucapnya.
Pengamat kebijakan publik UI, Lisman Manurung mengkhawatirkan mekanisme penerapan izin cuti tersebut. Karena proses birokrasi yang ada masih berbelit. Belum lagi, kepala daerah dalam satu provinsi berbeda partainya. Bisa saja gubernur dari partai berbeda beritikad buruk dalam izin tersebut. "Prinsipnya bagus. Hanya tak boleh dipungkiri kericuhan bisa saja terjadi," tuiturnya. (rko)
"Ini perlu dilakukan demi menjaga ritme birokrasi dan pelayanan publik yang melekat pada kepala daerah," ujar Dirjen Kesbangpol Kemendagri Tantri Bali di sela seminar di Lemhanas, Jakarta, Senin (22/4).
Dia menambahkan, peraturan izin cuti kampanye itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 18/2013. Yang secara detil mengatur mekanisme cuti kampanye bagi kepala daerah. Menurutnya, aturan tersebut sangat penting ditetapkan. Karena hampir semua kepala daerah merupakan tokoh politik di daerah. Hingga dipastikan bakal terlibat aktivitas kampanye. "Kalau tidak ada aturan tegas, bisa mengganggu pelayanan publik," imbuh pejabat eselon I ini.
Setiap kepala daerah wajib mengajukan izin cuti tersebut. Paling lambat 12 hari sebelum masa izin cuti diajukan. Itupun diatur dalam waktu-waktu tertentu. Izin cuti kepala daerah hanya satu hari dalam sepekan. "Harinya boleh bebas untuk kepala daerah. Tapi kalau menteri hanya izin cuti pada Jumat," terangnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, bagi kepala daerah tak boleh mengajukan izin secara bersamaan misalkan bupati dan wakil bupati ajukan cuti pada hari yang sama. Kepala daerah dan wakilnya harus mengatur waktu izin cuti. Dengan mengajukan pada pejabat di atasnya beserta tembusannya. "Kalau bupati mengajukan izin kepada gubenur dengan tembusan menteri dalam negeri," tuturnya.
Jika tidak mendapat izin, Tantri memastikan kepala daerah terkait tidak dibenarkan ikut kampanye. Mereka tetap harus melaksanakan tugas sebagai kepala daerah seperti kewajibannya.
"Kalau melawan sanksinya ditegur dan diumumkan pada publik. Yang melakukan sanksi itu pejabat publik diatasnya," ungkapnya.
Bagaimana jika ada menteri berkampanye di daerah" Tantri meminta tetap harus berkoordinasi. Lebih baik masa cuti kampanye disamakan dengan menteri yang berkampanye.
"Kan kepala daerah itu hanya sehari izin cuti. Jadi tidak boleh izin saat ada menteri kampanye," ucapnya.
Pengamat kebijakan publik UI, Lisman Manurung mengkhawatirkan mekanisme penerapan izin cuti tersebut. Karena proses birokrasi yang ada masih berbelit. Belum lagi, kepala daerah dalam satu provinsi berbeda partainya. Bisa saja gubernur dari partai berbeda beritikad buruk dalam izin tersebut. "Prinsipnya bagus. Hanya tak boleh dipungkiri kericuhan bisa saja terjadi," tuiturnya. (rko)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar