JAKARTA - Fraksi Partai Persatuan Pembangunan di DPR menilai, sangkaan pada pasal Kitab Undang-Udang Hukum Pidana (KUHP) yang menyangkut tindak pidana prostitusi, terlalu sempit.
Dimana jerat pidana prostitusi saat ini hanya bisa disangkakan kepada mucikari atau makelar bisnis ilegal itu.
Ke depan, pelaku bisnis prostitusi
diharapkan bisa dijerat. Salah satu caranya melalui revisi UU KUHP yang
menjadi hak inisiatif DPR.
”Kami akan perketat bisnis prostitusi
dengan merevisi UU KUHP. Nanti pelaku zina bisa dijerat pidana,” kata
Arsul Sani, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, di Jakarta Selasa
(12/5).
Menurut Arsul, jerat pidana itu bisa
dilakukan dengan memperluas definisi perzinaan. Saat ini, pengertian
zina dibatasi pada persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang
salah satu atau keduanya terikat dalam perkawinan. Dalam arti lain, jika
tidak berada dalam hubungan perkawinan, dua pelaku perzinaan itu secara
hukum pidana tidak dianggap zina.
Arsul menilai, dengan definisi yang
terbatas tersebut, pekerja seks komersial dengan pihak peminta jasa
tidak bisa dijerat dengan KUHP. Karena itulah, Arsul mendorong semua
yang terkait dengan bisnis prostitusi bisa dijerat pidana.
”Jadi, tidak hanya bisa dikenakan kepada
pelaku yang terikat perkawinan, tetapi pasal 484 ayat 1 RUU KUHP juga
mencakup perzinaan antara laki-laki dan perempuan yang keduanya tidak
terikat dalam perkawinan,” ujarnya.
Lebih lanjut, kata Arsul, revisi UU KUHP
itu akan mengancam pasangan kumpul kebo dengan pidana penjara selama
satu tahun yang diatur dalam pasal 488 RUU KUHP. RUU tersebut juga
ditujukan bagi pekerja seks komersial yang menjajakan diri di
tempat-tempat umum.
”Dalam KUHP yang baru, lokalisasi pelacuran juga bakal digilas dengan menggunakan ketentuan KUHP ini,” tandasnya. (bay/c6/tom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar