Oleh :
Dedy Priatmojo, Eka Permadi, Taufik Rahadian, Banjir Ambarita (Papua)
VIVA.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menggulirkan wacana kontroversial dengan merekrut prajurit TNI untuk
mengisi jabatan-jabatan lowong di lembaga antirasuah itu. Wacana itu
disampaikan dalam acara silaturahmi Pelaksana Tugas Pimpinan KPK dengan
Panglima TNI Jenderal Moeldoko beberapa waktu lalu.
Pelaksana
Tugas Ketua KPK, Taufiequrrachman Ruki, mengatakan rencana merekrut
prajurit TNI sebagai pejabat di KPK masih sebatas wacana. Menurut dia,
tidak menutup kemungkinan anggota TNI bergabung bersama KPK, dan
menduduki jabatan struktural yang lowong.
Ruki menyatakan
prajurit TNI bisa mengisi jabatan-jabatan penting di KPK yang lowong,
seperti Direktur Penyidikan, Direktur Pengawasan Internal, Biro Hukum,
dan Biro Humas. Adapun untuk posisi Sekretaris Jenderal KPK masih
dijabat Himawan Adinegoro.
"Kalau cocok kompetensinya, saya
pikir tidak ada salahnya kalau diisi oleh pati (perwira tinggi) TNI
supaya ada TNI yang bergabung dengan KPK, tentu lewat seleksi yang sama
dengan yang lain," kata Ruki, Jumat 8 Mei 2015.
Namun sesuai
aturan, anggota TNI yang bergabung dengan KPK harus beralih status
menjadi pegawai negeri sipil. "Karena TNI tidak bisa bertugas di luar
sepuluh instansi yang diizinkan Undang-Undang TNI," ujar Ruki.
Sepuluh
instansi sipil yang bisa diisi personel TNI aktif sebagaimana diatur
dalam Pasal 47 Ayat (2) Undang-Undang TNI Nomor 34/2004, adalah instansi
yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan (Polhukam),
pertahanan negara (Kemenhan), sekretaris militer termasuk ajudan,
intelijen negara seperti BIN dan BNPT, lembaga sandi negara, Lemhannas,
Wantanas, SAR Nasional, BNN dan MA.
Panglima TNI Jenderal
Moeldoko mengakui adanya permintaan langsung dari pimpinan KPK agar
prajurit TNI bisa mengisi jabatan-jabatan strategis di KPK. Moeldoko
sepakat dengan permintaan pimpinan KPK, dan TNI tidak merasa keberatan
personilnya bertugas di KPK.
"Sudah sepakat dengan ketua KPK,
bahwa ada keinginan mereka untuk jabatan Sekjen KPK diisi personel TNI
berpangkat jenderal bintang dua, dan Kepala Pengawasan KPK dijabat
jenderal bintang satu," kata Jenderal Moeldoko kepada wartawan saat
meninjau KRI Suharso di Pelabuhan Jayapura, Jumat 8 Mei 2015.
Namun
Moeldoko menegaskan jika anggota TNI telah bergabung dengan KPK, maka
sesuai aturan harus menanggalkan keanggotaan TNI-nya, atau pensiun dini,
atau dialihkan statusnya sebagai pegawai negeri sipil. Sebab, KPK tidak
termasuk lembaga yang diperbolehkan UU TNI, untuk diisi personel TNI
aktif.
"Itu nanti personel yang sudah masuk KPK melalui tes uji kelayakan dan kepatutan, langsung jadi PNS," ujar Moeldoko.
Mantan
Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu menampik anggapan yang menyebut
penempatan prajurit TNI di KPK untuk menyaingi anggota Polri yang lebih
dulu bertugas di KPK, sebagai penyidik maupun pejabat di KPK. Moeldoko
tak merasa wacana ini ingin membenturkan TNI dengan institusi lain yang
ada di KPK.
"Nggak, TNI tidak merasa akan dibenturkan dengan institusi lain, jika personelnya direkrut menjadi pegawai KPK," tegas dia.
Bukan Penyidik
Jenderal
Moeldoko memastikan tidak ada permintaan dari pimpinan KPK untuk
merekrut penyidik dari internal TNI. Meskipun TNI juga memiliki organ
yang membidangi permasalahan hukum, seperti halnya Polisi Militer,
Oditurat Jenderal TNI, Badan Pembinaan Hukum TNI, serta Mahkamah
Militer.
"Tidak ada permintaan dari KPK agar anggota saya
menjadi penyidik dalam KPK, namun yang saya tahu hanya untuk mengisi
jabatan sekjen," kata Moeldoko.
Hal senada diungkapkan Pelaksana
Tugas Wakil Ketua KPK, Johan Budi. Menurutnya, untuk merekrut anggota
TNI memang diperlukan penyesuaian aturan. KPK sudah berdiskusi dengan
Panglima TNI, Jenderal Moeldoko, untuk membahas wacana itu. Namun
perekrutan anggota TNI bukan untuk mengisi posisi sebagai penyidik.
"Bukan
penyidik, tapi posisi posisi pendukung. Kabag (kepala bagian)
pengamanan, misalnya, tapi masih dilihat dari sisi aturan dan
undang-undangnya," ujar Johan.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor
Jenderal Fuad Basya menyambut baik rencana KPK merekrut prajurit TNI
untuk mengisi jabatan-jabatan struktural. TNI kata dia, siap menyerahkan
anggotanya yang memiliki kapasitas dan kualifikasi yang baik untuk
ditugaskan di KPK. Namun kata dia, penempatan anggota TNI di KPK masih
sebatas wacana, dan belum ada permintaan resmi.
"Pada prinsipnya
kalau sesuai kapasitas dan kredibilitasnya, panglima TNI tidak
keberatan. Tapi harus sesuai Undang-Undang yang berlaku," kata Fuad saat
dihubungi VIVA.co.id.
Menurut dia, untuk menempatkan
personil di KPK, masih akan dibahas regulasinya oleh jajaran TNI dan
KPK. Karena dalam UU KPK, tidak ada komponen TNI di dalamnya. Oleh sebab
itu, jika ada personil TNI di KPK, maka harus merevisi UU KPK, atau
dengan pengecualian, anggota TNI tersebut bersedia pensiun dini atau
alih status menjadi pegawai negeri sipil.
Di samping itu, Fuad
menerangkan, TNI sesuai tugas pokok dan fungsinya dalam UU, yakni dalam
operasi militer selain perang, TNI bertugas membantu pemerintah baik
pusat maupun daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan, termasuk
membantu Polri dalam pengamanan bila diperlukan.
"Semuanya kalau
butuh bantuan, TNI siap untuk bangsa dan negara. Jangankan itu (bertugas
di KPK), operasi bibir sumbing kita lakukan," beber dia.
Jenderal
bintang dua itu menambahkan, hubungan KPK dan TNI sejauh ini sangat
baik. Sehingga sinergi antar kedua lembaga sangat memungkinkan. KPK
lanjut dia, sering memberikan pembekalan dan arahan kepada prajurit TNI
terkait dengan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan anti korupsi.
Bahkan
KPK dan TNI telah menandatangani MoU dalam menerapkan zona bebas
korupsi di semua jajaran TNI. "Semua jajaran TNI bebas korupsi, makanya
KPK memberikan pengarahan kepada kami, itu langsung ketua KPK-nya kok
yang memberikan itu, Pak Abraham. Kerjasama kita baik," paparnya.
Pensiun Dini
Terlepas
dari wacana itu, sebenarnya, keberadaan prajurit TNI di KPK bukan hal
baru. Beberapa pegawai KPK ternyata memiliki latar belakang militer
sebelum berstatus sebagai pegawai KPK. Lembaga antikorupsi itu tercatat
memiliki pegawai yang merupakan purnawirawan TNI.
"Ada beberapa
pegawai di bagian pengawalan tahanan itu pensiunan TNI, Kepala Bagian
Pengamanan juga dari unsur TNI yang sedang dalam proses mengundurkan
diri," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa
Nugraha, di kantornya.
Priharsa mengakui hingga saat ini memang
belum ada aturan yang memperbolehkan anggota TNI aktif menjadi pegawai
KPK. Dia menyebut, harus ada perubahan di dalam aturannya agar bisa
merekrut anggota TNI aktif.
"Kalaupun akan merealisasikan itu
harus ada landasan hukum dulu, kami tidak mau nabrak aturan. KPK dan TNI
kan sama-sama abdi negara jadi tidak ada salahnya sesama abdi negara
saling bantu pemberantasan korupsi, asalkan tidak menabrak aturan," ujar
Priharsa.
Priharsa membenarkan bahwa pihaknya memang membutuhkan
banyak sumber daya manusia. Hal tersebut juga telah disampaikan
Pimpinan KPK kepada Panglima TNI dalam sebuah courtessy call.
"Kemarin
itu Pimpinan KPK courtesy call dengan Panglima TNI dan ada pembahasan
sekilas itu karena KPK kurang SDM saat ini kurang dari 1000 orang dengan
beban kerja lingkupnya Sabang sampai Merauke dengan pencegahan,
penindakan supervisi, koordinasi, itu kurang," terang dia.
Dikonfirmasi
terpisah, Kepala Bagian Keamanan KPK, Kolonel (Purn) Abdul Jalil
Marzuki mengatakan seorang anggota TNI bisa saja menjadi pegawai KPK.
Namun anggota TNI tersebut harus pensiun terlebih dahulu.
Menurut dia, ketika anggota TNI pensiun, maka dia mempunyai hak-hak sipil yang tidak melarang untuk menjadi pegawai KPK.
"Boleh-boleh
saja TNI masuk ke KPK, tapi yang bersangkutan harus pensiun terlebih
dulu, ketika pensiun mereka punya hak sipil," kata dia.
Abdul
Jalil tercatat masuk menjadi pegawai KPK sejak 1 Juli 2014 melalui
seleksi "Indonesia Memanggil". Begitu diterima menjadi pegawai KPK, dia
langsung mengajukan pensiun dini dari dinas kemiliteran.
Pria 49
tahun ini merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) tahun 1988.
Pangkat terakhirnya di militer adalah Kolonel dari kesatuan Polisi
Militer (POM) TNI AU. Jabatan terakhirnya di militer adalah sebagai
Direktur Penegakan Ketertiban (Dirgaktib) Polisi Militer TNI Angkatan
Udara.
Selain Jalil, masih ada 16 pegawai KPK yang merupakan
pensiunan prajurit TNI. Mereka pernah bertugas di berbagai bidang selama
di TNI. Namun kebanyakan dari mereka berlatar belakang dari kesatuan
Polisi Militer.
Mirip Orde Baru
Wacana
merekrut prajurit TNI sebagai pegawai struktural KPK mendapat
pertentangan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota Komisi III, DPR RI,
Nasir Djamil menolak TNI menjadi bagian dalam struktur KPK. Menurutnya
latar belakang pimpinan dan penyidik KPK saat ini sudah cukup.
"Menurut
saya wacana menjadikan TNI sebagai penyidik di KPK sebaiknya
ditiadakan, kecuali penyidik sudah tidak ada lagi. Disamping itu agenda
reformasi mengamanatkan agar TNI kembali ke fungsi utamanya yakni
menjaga keutuhan NKRI," kata Nasir Djamil.
Atas dasar itu
politisi PKS ini menolak ada unsur TNI di dalam tubuh KPK. Meski ia
mempercayai TNI mempunyai kemapuan melakukan penyelidikan maupun
penyidikan, seperti halnya penyidik KPK saat ini yang berlatar belakang
dari Kepolisan dan Kejaksaan.
Namun politikus asal Aceh ini
justru mempertanyakan motif KPK memasukan unsur militer dalam
strukturalnya. Wacana itu juga akan berpotensi terjadi konflik
kepentingan manakala menyidik kasus korupsi di tubuh TNI. Dan yang
menjadi pertanyaan, apakah KPK berani mengusut korupsi di tubuh TNI?
"Dua
pertanyaan itu menurutnya sangat penting dijawab oleh KPK, sebelum KPK
benar benar akan memasukkan TNI di dalam strukturnya," tegas dia.
Senada
dengan Komisi III yang merupakan mitra KPK, Komisi I yang merupakan
mitra TNI juga menolak wacana tersebut. KPK dinilai salah alamat dengan
menjadikan TNI sebagai bagian dari struktur kerjanya. Pasalnya, TNI
bukan merupakan lembaga penegak hukum.
"UU TNI tidak mengatur dan
memberi wewenang sama sekali soal TNI masuk dalam ranah non-militer.
Jika ini terjadi, maka KPK telah menciderai profesionalisme TNI," kata
Wakil Ketua Komisi I Hanafi Rais.
Menurut Hanafi, Pasal 47 UU TNI
nomor 34 tahun 2004 secara jelas menerangkan bahwa prajurit TNI hanya
dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun
dari dinas aktif keprajuritan.
Kedua, prajurit aktif dapat
menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik
dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden,
intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan
pertahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika
nasional, dan Mahkamah Agung.
"Jadi tidak ada lembaga KPK dalam
UU TNI. Sebaiknya KPK tidak memperkeruh situasi. Biarkan TNI tetap
profesional," ujar putra politikus senior Amin Rais ini.
Direktur
Imparsial Poengky Indarti menilai wacana merekrut prajurit TNI sebagai
penjabat struktural dan penyidik KPK merupakan kesalahan terbesar.
Gagasan tersebut bahkan dianggap merusak profesionalitas TNI dan melanggar Undang-Undang TNI.
"KPK
justru mencederai reformasi TNI. TNI bukan aparat penegak hukum. Tugas
TNI untuk pertahanan negara," ujar Poengky Indarti kepada VIVA.co.id, Jumat 8 Mei 2015.
Imparsial
bahkan menganggap wacana KPK mengancam sistem peradilan pidana. Dalam
sistem peradilan pidana, kata Poengky, yang terlibat di dalamnya adalah
aparat penegak hukum.
"Masuknya TNI bisa disebut sebagai extra judicial actor involve in the legal procedure. Jadi kayak zamannya Orba. Sistem peradilan pidana pasti rusak," kata Poengky.
Mantan
Penasihat KPK Abdullah Hehamahua justru mengusulkan kepada pimpinan KPK
agar mengajukan fatwa kepada MA untuk meluruskan kerancuan
Undang-Undang KPK, sehingga bisa merekrut penyidik dari TNI. Terlebih
saat ini jumlah penyidik yang berada di KPK dinilai masih kurang.
"Berdasarkan
kerancuan UU tersebut, ditambah terbatasnya jumlah penyidik KPK
dibanding dengan jumlah kasus yang harus ditangani, kemudian dipicu
kasus cicak-buaya, saya mengusulkan agar pimpinan KPK meminta fatwa ke
MA atas definisi penyidik yang ada di UU KPK tersebut," ujarnya.
Abdullah
menuturkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK,
tidak dijelaskan secara konkret penyidik KPK harus pejabat Polri
sebagaimana disebutkan KUHAP.Pada aturan tersebut juga tidak dengan
tegas menyebutkan KPK boleh merekrut penyidik sendiri di luar anggota
Polri, termasuk dari TNI.
Berdasarkan pertemuan pimpinan KPK
dengan Mahkamah Agung pada 2012, KPK dapat merekrut sendiri penyidik
yang bukan berasal dari Polri.
"Berdasarkan fatwa MA di atas,
hemat saya, penyidik TNI atau warga masyarakat mana saja, dapat menjadi
penyidik KPK," kata Abdullah dalam pesan singkat kepada wartawan, Jumat 8
Mei 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar