JAKARTA - Fandy, panggilan akrab Fandy Winata, menggilai dunia cyber (maya) dan berhasil menjadi juara termuda Cyber Defence Competition, sebuah kompetisi bergengsi antar programmer Indonesia, pada usia 15 tahun. Padahal, dulunya hanya suka game, kemudian jatuh ke hati.
Mulanya, Fandy tidak pernah
membayangkan menjadi seorang peretas (hacker). Ketertarikannya pada
cyber terfokus pada game online yang dikenalkan abangnya saat masih
duduk di kelas III SD. ’’Dari main game sama abang, pertama main game
yang saat itu populer, Point Blank. Seru,’’ ujar Fandy bersemangat.
Mata yang terus berbinar terpancar dari
Fandy saat membicarakan dunia cyber. Pelajar kelas IX di SMP Sutomo II
Medan itu baru saja menjadi juara pertama Cyber Defence Competition
(CDC), sebuah lomba yang diadakan Kementerian Pertahanan untuk menjaring
bibit hacker unggul.
Bersama timnya O’r Republic yang terdiri
atas Rahmad, Fandy, Highlander, Katon, dan Rizky, dia berhasil
mengalahkan puluhan tim pelajar lain dari seluruh Indonesia. ’’Kalau
bisa nge-hack, ada kepuasan tersendiri,’’ ujar pelajar 15 tahun itu.
Sebelum berhasil menjadi juara tingkat
nasional dan peserta termuda, Fandy telah jatuh bangun dalam lomba cyber
defence. Keputusannya yang semula hanya ingin bermain game hingga
akhirnya mengikuti lomba ada pada saat dirinya tidak dapat merampungkan
game online yang dia mainkan.
’’Saat main game, merasa ada yang
kurang. Akhirnya, saya belajar terus dan akhirnya ketemu dengan tim
hacker newbie, komunitas maya dari searching Google,’’ ujarnya.
Komunitas hacker pemulalah yang
mengajari Fandy meretas dan memenangkan sebuah game online. Berhasil
merampungkan game, dia tertantang untuk belajar meretas sistem lain yang
lebih berat dan membuat komunitas baru yang lebih fokus pada hacker.
’Teman di komunitas Newbie mengajak
membuat komunitas baru, Indonesia Security Down (ISD). Sempat booming
juga, masuk berita di Rusia pas ada cyber war antara Indonesia dan
Israel,’’ kata Fandy.
Mengenal banyak hacker ternama bersama
ISD, mata Fandy terbuka dan dirinya yakin untuk menjadi hacker andal.
’’Dari sana, kenal hacker asal Irlandia, Syria, Eropa. Dari sana, diajak
chatting-chatting tukar ilmu tentang perang cyber,’’ paparnya.
Sebelum menjadi juara cyber defence
nasional, Fandy diajak berpartisipasi pada lomba CDC 2013. Namun, karena
belum yakin dengan kemampuan dan merasa masih pemula, dia tidak ikut
sebagai peserta, tetapi hanya menemani dan belajar dari kompetisi
tersebut. ’’2013 belum ikut, baru lihat-lihat dan belajar,’’ ucapnya.
Setahun kemudian, tepatnya pada Cyber
Defence Competition 2014 di Surabaya, Fandy menjadi peserta temuda dan
bergabung dalam tim Medan Junior. Tim anyar tersebut memang gagal pada
kompetisi nasional.
Meski begitu, Fandy dan timnya, O’r
Republic, berhasil menjadi juara kedua se-Sumatera. ’’Memang kita belum
masuk (final), tapi banyak pelajaran yang kita ambil,’’ tutur pria yang
lahir dan besar di Medan itu.
Sebagai juara pada CDC 2015, Fandy tidak
menyangka dapat memenangkan ajang tersebut. Bahkan, dia mengaku
mentalnya down saat sistem timnya diserang tim juri. ’’Kecewa kenapa
bisa tembus, padahal sudah berusaha semaksimal-maksimalnya. Makanya,
saya pikir ini gak mungkin jadi juara 1. Gak menyangka, pas tanding hari
pertama, cuma bisa jawab satu soal,’’ tuturnya.
Keseriusan Fandy untuk terjun di dunia
IT didukung sepenuhnya oleh orang tuanya. Fandy telah memantapkan diri
untuk kuliah di jurusan IT di Universitas Bina Nusantara Jakarta.
Rencana itu telah direstui orang tuanya. ’’Saya mau kuliah di Binus
Jakarta,’’ ujar pemuda kelahiran 7 Mei 2000 tersebut. (c23/ano)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar