BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Sabtu, 23 April 2011

Kesaksian Teman IF, Kamerawan Global TV

IF dijemput 9 petugas dari Densus 88 di rumahnya di Halim, Jakarta Timur, pukul 22.30.

VIVAnews - Sejumlah teman kaget dengan berita keterlibatan kamerawan Global TV berinisial IF. Mereka tidak yakin kalau kamerawan senior itu terlibat dalam sejumlah aksi teror.

Dari surat elektronik yang diterima VIVAnews.com dari teman dekat IF, diceritakan bagaimana sepak terjang IF selama bekerja.

Rekan IF yang tak mau namanya dicantumkan ini menceritakan bahwa kabar buruk itu sampai di telingannya pada Jumat, 22 april 2011. Seluruh badannya menjadi lemas. Bahkan dia tidak dapat menahan tangis saat kabar buruk itu didengarnya.

Dalam surat elektronik itu diceritakan bahwa IF dijemput sembilan petugas dari Densus 88 di rumahnya di kawasan Halim, Jakarta Timur, sekitar pukul 22.30 WIB. Tak banyak percakapan, IF dibawa karena diduga ada keterlibatan dengan aksi teror yang terjadi di Jakarta. Bahkan belakangan IF juga dituduh mengetahui aksi bom di Serpong, Tangerang.

"Menjadi Jumat kelabu dalam kehidupan saya. Seluruh tulang saya serasa lepas dari tubuh. Ya, IF, Teroris? IF yang humoris, IF yang perhatian dengan teman-temannya, IF yang begitu bersemangat saat mengerjakan apapun, IF yang bisnis penyewaan kameranya sedang berkembang. Saya tak percaya itu," katanya dalam surat yang dikirim Sabtu, 23 April 2011.

Dalam surat itu diceritakan kalau IF kerap meliput dalam sejumlah peristiwa konflik di Papua, peredaran narkoba di penjara, hingga di Gunung Kelud. Bahkan IF saat di sempat hilang selama dua hari di gunung.

Rekan ini mengenal IF sejak awal 2005, sebelumnya IF menjadi kamerawan untuk sebuah rumah produksi. Di matanya, IF adalah sosok yang suka dengan tantangan dan segala hal-hal yang bersifat spektakuler. Dia  masih ingat benar bagaimana IF tanpa ragu berada di garis depan saat konflik antar suku di Papua. Begitu juga saat Gunung Kelud akan meletus pada 2008. IF dengan berani menelusuri jalur evakuasi untuk mencari penduduk yang tetap beraktivitas.

Karena kegigihannya saat menjalankan tugas sebagai kamerawan, salah satu hasil pekerjaan IF bahkan pernah meraih juara dalam perlombaan tayangan dokumenter di Mesir dengan liputannya yang mengangkat "Kehidupan Suku Anak Dalam".

"Saya sungguh tak percaya jika IF disebut sebagai bagian dari aksi terorisme. Apalagi IF selalu bercerita tentang apapun pada saya. Saat terakhir kali bertemu saya pada hari senin, 18 april, IF  meledek seorang rekan yang giat mengikuti pengajian. Maka, saya sungguh tak percaya jika IF disebut terlibat, karena kehidupannya jauh dari yang disebut agamis," uajrnya.

Menurut rekan IF ini. Dia tidak percaya atas tuduhan itu karena pertemanannya dengan Pe, salah satu tersangka yang dianggap sebagai otak pelaku. Kedekatan IF dan Pe memang seperti sahabat. Menurut cerita istri IF, Pe seringkali meminta uang kepada IF, mulai dari untuk membeli susu anak, membayar kontrakan.

"Untuk pengobatan istri Pe sampai ongkos pulang, IF selalu membantu. Makanya, saya heran jika Pe disebut sebagai penyandang dana. Bagaimana bisa disebut penyandang dana, bahkan untuk membeli pulsa saja Pe seringkali tak punya uang," kata dia lagi.

Di mata rekan-rekannya, IF dianggap sebagai pribadi yang baik dan solidaritas terhadap teman-temannya. Rambutnya yang gondrong dan menyukai musik reggae, membantah stigma terhadap sosok teroris. "Saya yakin IF tak akan berbuat sebodoh itu. Masuk jaringan teroris dan kemudian terlibat rencana pengeboman, katanya lagi.

IF merupakan sosok yang  menyukai barang branded seperti Quiksilver, Volcom dan lain-lain. Penyayang terhadap keluarga dan obrolannya selalu tentang perkembangan anak-anaknya. Belakangan dia juga bercerita  tentang perkembangan bisnis penyewaan kameranya.

Dia menceritakan, trauma yang mendalam membuat keluarganya saat ini terpaksa mengungsi untuk sementara waktu. Bahkan saat mendengar suara pintu diketuk atau motor berhenti di depan rumah, mereka begitu ketakutan. Saat dijemput, IF membawa dua kamera video dan satu kamera foto yang belum lama dibelinya.

Teman IF ini menduga bahwa pria yang suka ngebut dengan motor Kawasaki Ninjanya itu hanya  dimanfaatkan oleh Pe untuk menebarkan aksi terornya.

Hingga kini, keluarga tak bisa menghubunginya. Bahkan tak ada surat penangkapan saat IF dijemput. Yang dibutuhkan keluarga saat ini adalah mengetahui keberadaan IF dan memastikan keadaannya sehat.

"Keluarga juga menyadari bahwa mereka tidak bisa mengintervensi pemeriksaan. Lantunan doa tak pernah putus kini mereka panjatkan. Semoga IF yang tengah menjalani pemeriksaan selalu dalam keadaan sehat," katanya mengakhiri surat elektronik yang dikirim kepada VIVAnews.com.

Menurut keterangan Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Komisaris Besar Boy Rafli Amar, IF bertemu P sebelum peristiwa bom buku marak pada Maret yang lalu. IF, kata Boy, diberikan informasi tentang aksi bom dan diminta meliput oleh P.

"IF dan P sifatnya menyampaikan, informasi yang disampaikan akan ada aksi teror terutama pada hari Jumat, ditawarkan pada IF, informasi ini sifatnya peliputan," kata Boy.

Menurut Boy, keterlibatan IF sendiri mulai tercium sebelum terjadinya teror bom buku tersebut. "Sejak bom buku. Sebelumnya, belum pernah dijadikan DPO oleh Densus 88," kata dia.

Boy menambahkan polisi masih mendalami hubungan antara IF dan P. Sementara, kata dia, IF hanya berhubungan dengan P dalam jaringan teroris ini. "Sementara hanya dengan P, sama yang lainnya belum diketahui," kata dia.

Namun demikian, kata Boy, IF masih mungkin dibebaskan jika dalam pemeriksaan tidak terbukti bersalah. "Apakah IF melanggar UU terorisme, tunggu waktu 7 X 24 jam. Bisa terbukti kesalahannya, jika ada alat bukti yang cukup atau tidak. Tapi kalau masa 7 X 24 jam tidak terbukti nanti akan dikembalikan, tidak dilanjutkan dengan penahanan," kata Boy.

Mengenai penangkapan IF, Corporate Secretary PT MNC Group, Arya Mahendra Sinulingga, mengakui sudah mendapat kabar mengenai penangkapan salah seorang wartawannya.

Menurut Arya, pihaknya sudah mengonfirmasi ke Mabes Polri soal penangkapan tersebut. "Setelah dilihat namanya memang sama, tapi kami meminta kepastian secara fisik. Nama kan bisa saja sama," kata Arya saat dihubungi VIVAnews.

Yang jelas, hingga kini pihak keluarga karyawan Global TV itu pun tidak tahu keberadaannya hingga kini, dan yang bersangkutan juga tidak muncul di kantor sejak Jumat kemarin. (sj)

Tidak ada komentar: