Luhur Hertanto - detikNews
Jakarta - Menghasilkan liputan kejadian besar secara eklusif, pasti merupakan dambaan para jurnalis. Tapi prioritas karya jurnalistik bukan eksklusif, melainkan menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat untuk mengambil keputusan penting terkait keperluan dan hajat hidup.
Demikian ujar Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Imam Wahyudi, menanggapi penangkapan juru kamera Global TV berinisial IF atas dugaan terlibat kelompok terorisme. Kelompok teroris menawarkan IF kesempatan meliput secara langsung dan eksklusif aksi serangan bom di jalur pipa gas Serpong.
"Fungsi jurnalis bukan jualan drama, tapi mewartakan informasi yang dibutuhkan masyarakat untuk menjaha keselamatannya. Tujuan pers bukan liputan eksklusif," ujar Imam melalui telepon, Sabtu (23/4/2011).
Contoh sederhana sebuah informasi yang dibutuhkan masyarakat adalah mengenai kemacetan lalu lintas atau banjir. Berdasar berita tersebut, masyarakat bisa mengambil keputusan agar tidak sampai terjebak kemacetan atau banjir yang mungkin mempengaruhi keamanan dan kenyamanan bahkan kepentingan ekonomi masing-masing.
Contoh kasus lainnya adalah ketika jurnalis mengetahui seseorang hendak bunuh dan aksinya mengancam keselamatan masyarakat. Salah besar bila jurnalis menindaklanjutinya dengan memprovokasi agar aksi berbahaya itu terlaksana dan dia mendapatkan liputan eksklusif.
"Bila kita tahu ada ancaman terhadap keselamatan masyarakat lalu kita jual, itu menyalahi kode etik jurnalistik. Kode etik dibuat untuk kebutuhan masyarakat, bukan kebutuhan jurnalisnya," wanti Imam.
Seperti diberitakan sebelumnya, jajaran Densus 88 menangkap IF dalam kasus bom buku dan bom jalur pipa gas Serpong. Penangkapan terhadap IF berawal dari keterangan tersangka P yang polisi tangkap sehari sebelumnya di Aceh.
Hasil pemeriksaan sementara P meminta IF untuk merekam aksi peledakan bom seberat seratusan kilo di jalur pipa gas Serpong. Hal lain yang P minta adalah agar IF mengajak jurnalis lain dari media massa asing untuk meliput secara langsung detik-detik peledakan bom.
"P seorang pengusahan produktion house dan pernah membuat film juga. Dia mengajak IF, tapi masih tahap rencana, belum implementasinya. Mereka tahu kebebasan pers di Indonesia," ungkap Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Boy Rafly Amar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar