BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 26 Mei 2011

Cari Nunun, Busyro Kontak KPK Singapura & Thailand

RMOL. Para anggota DPR 1999-2004 yang menerima suap di balik pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI), telah menjadi terpidana dan terdakwa. Namun, hingga kemarin, yang disangka terlibat menyuap para anggota DPR itu, Nunun Nurbaetie tak kunjung diperiksa penyidik KPK.
  
Yang dilakukan KPK baru se­ka­dar mengidentifikasi, ter­sang­ka Nunun bolak-balik Singapura-Thailand. Untuk mengembalikan Nunun ke Indonesia, KPK me­nyu­sun dan akan menjalankan em­pat skenario. Empat skena­rio itu disampaikan Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, kemarin.

Sampai kemarin, KPK belum me­layangkan surat pembe­ri­ta­huan penetapan tersangka kepada pihak keluarga Nunun maupun pe­ngacara. “Sampai hari ini se­cara teknis surat-menyurat belum ada, itu langkah pertama yang kami tempuh. Kami masih m­e­nyu­sun surat tersebut,” kata Johan.

Surat tersebut juga untuk me­manggil pihak keluarga maupun pengacara Nunun agar ber­koor­dinasi dengan KPK dalam meng­hadirkan tersangka. Kalau tidak ditanggapi, lanjut Johan, KPK akan mengambil langkah kedua, yakni berkoordinasi dengan Ke­menterian Luar Negeri (Ke­men­lu) untuk berdiplomasi dengan pemerintah Singapura.

“Kita tidak punya perjanjian ekstradisi dengan Singapura, maka kita memilih jalur di­plo­masi dan upaya-upaya pend­e­ka­tan lainnya,” ujar dia.

Pada tahapan ini, menurut Jo­han, KPK juga akan bekerjasama dengan lembaga pemberantasan korupsi di Singapura atau negara lainnya seperti Thailand. “Kami bisa kerjasama tukar informasi untuk mengetahui posisi atau per­gerakan tersangka di Singapura ke negara lainnya,” kata dia.

Skenario ketiga, menurut Jo­han, KPK bekerjasama dengan Sek­retariat NCB-Inter­pol Ke­po­li­sian (Kepolisian Internasional). Pada tahapan ini, katanya, KPK bisa mengajukan permohonan pada Sekretariat Interpol Indo­nesia untuk memasukkan Nunun ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

“Tapi, sejauh ini belum ada pe­netapan status DPO untuk Nu­nun. Kami belum melangkah sam­pai ke sana,” katanya seraya menambahkan, tahapan untuk me­mulangkan Nunun tengah di­susun tim penyidik KPK.

Skenario keempat, KPK akan me­minta Ditjen Imigrasi Kemen­terian Hukum dan HAM untuk mencabut paspor Nunun. Hal tersebut diamini Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar. Dia menyatakan, kini Ditjen Imigrasi menunggu permintaan KPK un­tuk mencabut paspor Nunun.

Jika permintaan pencabutan pas­por itu sudah diajukan KPK, menurutnya, Ditjen Imigrasi akan menerbitkan surat perjalanan lak­sana paspor (SPLP) untuk Nu­nun. SPLP inilah yang akan di­gu­nakan tersangka kembali ke Tanah Air. 

“Kalau KPK minta paspornya dicabut, ya harus kami ganti de­ngan surat perjalanan,” ujarnya.

Lebih jauh, Johan enggan me­nyebut secara rinci informasi me­ngenai pergerakan Nunun yang kerap ke Singapura dari Thailand atau sebaliknya, seperti yang di­sampaikan Ketua KPK Busyro Muqoddas di hadapan Komisi III DPR. Alasan Johan, informasi tersebut menyangkut masalah tek­nis penyidikan yang belum bisa disampaikan kepada masyarakat.

Meski tidak jelas betul kapan istri bekas Wakapolri Komjen (Purn) Adang Daradjatun itu ber­tolak ke Thailand dari Singapura, Busyro mengemukakan, data mengenai hal itu telah dikantongi KPK. “Tim kami selalu meman­tau pergerakannya di luar negeri,” ujar dia. Namun, Busyro tidak mau merinci, apakah kepentingan Nunun di kedua negara tersebut.

Kuasa hukum Nunun, Ina Rach­man mengaku, kepentingan kliennya di Singapura semata untuk menjalani pengobatan sakit lupa berat. Dia menambahkan, ken­dati belum menerima surat pemberitahuan penetapan status tersangka itu, kuasa hukum dan keluarga sepakat untuk mem­ban­tu KPK memulangkan Nunun.

Hanya saja, Ina berharap, pro­ses pemulangan maupun pe­ne­gakan hukum dalam kasus ini, tidak mengganggu proses pe­ngo­batan yang dijalani kliennya. Ia khawatir terapi yang sudah di­ja­lani bos PT Wahana Esa Sejati itu hasilnya berantakan. “Ekstradisi itu tidak boleh menghalangi Ibu Nunun untuk mendapatkan hak medis,” belanya.

Ada Yang Disuap Ada yang Menyuap
Trimedya Pandjaitan, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan berharap, pe­netapan tersangka terhadap Nunun Nurbaeti mampu me­nguak misteri kasus yang me­li­lit sederet politisi ini.

Selanjutnya, dia meminta KPK segera menghadirkan Nu­nun untuk diperiksa sebagai ter­sangka. Trimedya pun mengi­ngat­kan, persoalan krusial me­ngenai kasus ini terletak pada siapa pihak yang memberi cek pada sederet terdakwa maupun terpidana.

“Aneh kalau ada orang yang disangka menerima suap, tapi tidak ada penyuapnya,” kata ang­gota Fraksi PDIP DPR ini.

Trimedya menambahkan, substansi kasus tersebut tidak ha­nya sampai level Nunun Nur­baeti saja. “Usut juga ke­ter­liba­tan atau keterkaitan Mi­randa Goeltom dalam kasus ini,” katanya.

Pengakuan Miranda yang hanya mengenal sosok Nunun sebagai konco alias teman so­sialita, menurutnya, harus di­tin­daklanjuti. Soalnya, lanjut Tri­medya, hal tersebut sangat aneh bin ganjil.

Dia beranggapan, ke­mung­kinan besar Nunun punya ke­pen­tingan untuk mendukung Mi­randa lolos sebagai Deputi Gu­bernur Senior Bank Indonesia.

Yang jelas, kata Trimedya, sikap KPK menetapkan status tersangka terhadap Nunun, se­dikit banyak memberikan ke­ya­kinan bahwa istri bekas Waka­polri Adang Daradjatun itu punya peran dalam penyaluran cek kepada sejumlah anggota DPR. “Dari situ harus diusut, apa­kah Nunun pemberi cek atau hanya operator,” tegasnya.

Lantaran itu, Trimedya me­minta KPK segera me­nun­tas­kan kasus cek pelawat ini. Hal tersebut ditujukan agar posisi ka­sus yang menyeret sejumlah politisi itu, terbuka secara gamblang.

Berharap KPK Tak Umbar Janji
Alex Sato Bya, Bekas Jaksa Agung Muda

Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Alex Sato Bya menilai, meski lambat, KPK mulai menun­juk­kan taringnya untuk mengusut tuntas perkara suap di balik ter­pilihnya Miranda Goeltom se­bagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI). Soalnya, KPK telah mene­tap­kan Nunun Nurbaetie sebagai tersangka.

Menurut Alex, dengan me­ne­tapkan Nunun sebagai ter­sang­ka, berarti KPK telah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan perkara tersebut. “Intinya, KPK harus bisa menghadirkan Nunun se­ba­gai tersangka, bukan saksi. Dari pemanggilan Nunun akan berkembang dengan sen­diri­nya,” ucap pria yang kini men­jadi staf khusus bidang hukum Kementerian Energi dan Sum­ber Daya Mineral ini.

Tapi, Alex berharap KPK tidak sekadar umbar janji dalam menuntaskan perkara tersebut melalui empat skenario me­mang­gil Nunun. Pertama, me­nyurati keluarga dan penga­ca­ra­nya. Kedua, berkoordinasi de­ngan Kementerian Luar Ne­geri untuk berdiplomasi dengan Singapura. Ketiga, ber­koor­di­nasi dengan Interpol atau ke­polisian internasional. Ke­em­pat, mencabut paspor Nunun me­lalui Ditjen Imigrasi Kemen­te­rian Hukum dan HAM.

Menurut Alex, keempat poin tersebut harus dilakukan se­pe­nuh­nya oleh KPK. Sehingga, KPK tidak dituding masyarakat sedang melakukan pencitraan semata. “Kita semua berharap KPK melakukan tugasnya dengan baik,” ucap pria asal Gorontalo ini.

Meski Nunun telah ditetap­kan KPK sebagai tersangka, menurut Alex, perkara ini se­ha­rus­nya tidak berhenti pada istri anggota DPR tersebut. Menu­rut­nya, ada pihak lain yang masih belum tersentuh KPK.

“Bukannya saya menuduh, tapi orang yang paling di­bi­ca­ra­kan dalam kasus ini ialah Mi­randa Goeltom. Makanya, saya harap KPK bisa hadirkan Nu­nun. Karena kunci ada tidaknya keterlibatan Miranda ada pada Nu­nun,” katanya.   [RM]

Tidak ada komentar: