BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 25 Mei 2011

Miranda Mengaku Biayai Pertemuan Dharmawangsa

Makanan sudah disiapkan, tagihan dibayar Miranda. Pertemuan bukan untuk mendukung Miranda.

VIVAnews - Suap cek pelawat perlahan terkuak. Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menetapkan Nunun Nurbaeti Daradjatun sebagai tersangka. Meski istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu tidak diketahui rimbanya, penyidik bertekad menyeretnya ke pengadilan secara in absentia.
Rabu, 25 Mei 2011 pengadilan Tindak Pidana Korupsi kembali mengelar  sidang kasus ini. Miranda Gultom hadir sebagai saksi. Dia bersaksi untuk tiga terdakwa yakni Ni Luh Sekar Mariani, Soetanto Pranoto dan Matheos Pormes. Mereka adalah anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR periode 1999-2004.
Cek pelawat itu dibagikan usai pemilihan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Proses pemilihan itu diduga sudah dibereskan dalam pertemuan sebelumnya.
Dalam kesaksiannya Miranda mengakui bahwa sebelum uji kelayakan dan kepatutan digelar di Gedung DPR, dia diundang oleh anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR ke Hotel Dharmawangsa. Miranda mengaku bahwa dialah yang menangggung semua biaya pertemuan itu.

"Makanannya sudah disiapkan di Bimasena (Hotel Dharmawangsa), tapi bill-nya (tagihan) saya yang bayar. Saya cuma baca di koran kalau PDIP mendukung saya," kata Miranda dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Rabu 25 Mei 2011.
Pertemuan itu sungguh penting guna mengurai kasus ini. Itu sebabnya dalam sidang Rabu 25 Mei 2011 itu, hakim mengejar Miranda dengan pertanyaan soal siapa yang merencanakan pertemuan itu. Sayangnya Miranda cuma menjawab dengan satu kata," Lupa."
Dalam persidangan itu Miranda tidak ingat siapa yang menentukan waktu dan tempat pertemuan itu. "Berlangsung begitu saja dengan tanya jawab, mau di mana dan sebagainya kemudian ditentukan di Bimasena. Tidak untuk masalah pencalonan," kata dia. Meski pertemuan itu digelar jelang pemilihan Deputi Gubernur, Miranda menegaskan bahwa dia sama sekali tidak tahu bahwa PDIP mendukung dirinya.
Meski mengaku bahwa pertemuan dengan wakil rakyat dari PDI Perjuangan itu tidak membahas soal pencalonan dirinya, Miranda mengaku bahwa adalah Megawati Soekarnoputri yang mencalonkannya untuk menjabat Deputi Gubernur Senior pada 2004. "Saya dicalonkan Presiden,  saat itu Ibu Megawati," katanya.
Tapi Miranda menambahkan bahwa dia tidak pernah mendengar dukungan Megawati itu secara langsung. Cuma baca di sejumlah media massa saja. "Saya tidak pernah dipanggil Ibu Megawati, tidak pernah tahu dicalonkan. Hanya dari media," katanya.
Meksi dicalonkan oleh Presiden Megawati, Miranda mengakui bahwa itu bukan sesuatu yang luar biasa. Pencalonan dirinya sebagai Deputi Gubernur Senior adalah sesuatu yang masuk akal. Sebab, lanjut Miranda, tahun sebelumnya dia dicalonkan jadi Gubernur BI. Jika kemudian dicalonkan jadi deputi senior, itu bukan sesuatu yang mengada-ada.
Miranda mengaku bahwa hati kecilnya sempat menolak pencalonan itu. Sebab dia khawatir, pada saat fit and proper test akan diungkit masalah kehidupan pribadinya oleh anggota DPR.

"Hati kecil saya menolak. Karena pengalaman buruk fit and proper test gubernur pada tahun 2003. Pertanyaan teman-teman DPR tidak relevan dengan uji profesionalisme dan kemampuan saya. Saya tidak mau menyakiti hati anak-anak saya, keluarga saya," tuturnya.

Oleh karena itu, dalam pertemuan di Hotel Dharmawangsa dengan anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan, Miranda menekankan agar fit and proper test tidak menanyakan hal yang berkaitan dengan masalah keluarganya. "Saya memang berinisiatif memberitahukan kepada anggota DPR bahwa saya tidak berkenan mengikuti fit and proper test kalau masalah keluarga itu diangkat lagi," tegasnya.

Politisi senior PDI Perjuangan, Emir Moeis, mengungkapkan alasan partainya mengundang Miranda saat itu. "Pertemuan itu untuk memastikan isu miring yang beredar tentang Miranda," kata Emir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis 19 Mei 2011. Emir menyatakan hal tersebut saat bersaksi atas terdakwa Agus Condro, yang saat kejadian menjadi politisi PDI Perjuangan.

Dari pertemuan itu, kata dia, diharapkan dapat menjawab segala pertanyaan tentang Miranda. Namun, Emir enggan menyebutkan isu apa saja terhadap Miranda. "Banyak, masalah pribadi," ujarnya.

Emir Moeis membantah ada kesepakatan soal pemenangan Miranda dalam pertemuan itu. Sebab sebelumnya fraksi sudah memutuskan untuk memilih Miranda. Miranda dianggap paling mampu untuk menjabat posisi deputi senior itu.

Teman Sosialita
Miranda pernah protes karena namanya terus dikaitkan dalam kasus yang sudah menjerat 30 politisi itu. "Kalau boleh saya teriak, saya teriak. Nama kasus ini bukan kasus Miranda Goeltom," kata Miranda.

Miranda membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya. "Saya tidak tahu ada travel cek, pemberian travel cek, saya tidak pernah berikan travel cek, saya tidak pernah minta anggota DPR terima travel cek, dan saya tidak pernah minta orang lain untuk berikan travel cek," kata Miranda dengan nada tinggi. "Demi Allah saya tidak pernah kasih, minta, suruh orang untuk kasih."

Meski namanya selalu dikaitkan dalam kasus ini, namun dia tidak akan menyerang balik. "Meskipun saya tertindas, saya percaya hukum berjalan baik. Saya tidak berbuat apapun. Saya tidak memberikan apapun kepada siapapun. Biarkan hukum berjalan baik," ujarnya.

Kesaksian Miranda itu ternyata belum memuaskan para pengacara dari lima tersangka yang merupakan politisi PDI Perjuangan itu. Para pengacara terus mencecar Miranda dan memintanya untuk bicara jujur serta tidak menggelapkan kasus ini. Karena kasus suap ini sangat berkaitan dengan kemenangan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia periode 2004-2009.

Dicecar seperti itu Miranda tidak surut. "Izinkan saya menerangkan. Saya tidak menggelapkan cerita apapun. Kalau bisa, saya adalah orang yang berkepentingan untuk perkara ini," tegasnya.

Keterlibatan Miranda dalam kasus ini memang belum terbukti. Namun, Miranda diketahui memiliki hubungan dengan tersangka Nunun Nurbaeti. Nunun adalah tokoh kunci dalam kasus ini. Penyidik menduga Nunun memberikan sesuatu kepada anggota DPR. Sesuatu itulah yang selama ini diduga terkait dengan pemilihan Miranda itu.
Miranda mengakui hubungan sebagai teman sosialita yang kerap bertemu dalam acara fashion show. "Saya ketemu di acara fashion show sosialita-sosialita," kata Miranda.

Ahli bidang moneter Universitas Boston ini juga mengaku, mengenal sosok Nunun karena anaknya bersekolah di tempat yang sama dengan anak Nunun di San Fransisco. "Anak saya waktu sekolah di situ (San Fransisco). Saya mengunjungi, anak saya mengenalkan ini anak Nunun," tuturnya. Dia membantah keras ada hubungan khusus dengan Nunun.

Miranda mengaku hanya sekali bertemu secara formal dengan Nunun. Nunun, kata Miranda, sekitar empat tahun yang lalu sempat datang ke kantornya bersama seorang cucu dan baby sitter-nya.  Meski mengaku memiliki hubungan, namun Miranda enggan mengomentari penetapan Nunun Nurbaeti sebagai tersangka dalam kasus cek pelawat. "Kalau untuk itu saya tidak ada komentar," kata Miranda.

Kader PDIP
Dalam persidangan, saksi Arie Malang Judo mengungkapkan bahwa Nunun Nurbaeti adalah aktivis PDI Perjuangan. Menurut Arie, Nunun terlibat aktif dalam pemilihan Presiden 2004 untuk memenangkan pasangan Megawati Soekarno Putri-Hasyim Muzadi.

Arie mengungkapkan keterlibatan Nunun di PDIP itu dimulai pada 2003. "Nunun terlibat di PDIP sejak di Istana Bogor, bertepatan dengan Hari Ibu 22 Desember 2003," ujarnya.

Kesaksian itu dibantah keras oleh Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo. Tjahjo, menegaskan Nunun Nurbaeti Daradjatun bukanlah kader partainya. "Yang saya tahu seorang kader partai itu mempunyai kartu anggota partai," kata Tjahjo.

Tjahjo menjelaskan, jika memang Nunun adalah kader partai, maka seharusnya dia memiliki jabatan dalam organisasi partai di semua tingkatan. "Setahu saya dia (Nunun) tidak tercatat sebagai kader partai sebagaimana yang dibicarakan," ujarnya.

Meski bukan kader partai, namun Tjahjo mengakui pernah bertemu dengan Nunun. "Ketemu kalau ada undangan mantenan," kata Tjahjo. Namun, Tjahjo mengaku tidak mengenal istri mantan Wakil Kepala Polri Komjen (Purn) Adang Daradjatun itu. "Demi Tuhan saya tidak kenal dia," ujarnya.

Mengenai status Nunun yang sudah ditetapkan menjadi tersangka, Tjahjo berharap kasus ini cepat selesai. "Kalau KPK menetapkan statusnya menjadi tersangka tentunya KPK mempunyai bukti-bukti materiil, sehingga akan semakin jelas permasalahannya. Ya kita tunggu saja perkembangan selanjutnya," ujarnya.

Bantahan juga diungkapkan politisi senior PDIP, Pramono Anung. Bekas Sekjen PDI Perjuangan, mengakui tidak tahu aktivitas istri mantan Wakapolri itu di partainya. "Secara struktural resmi, saya tidak pernah tahu aktivitas bu Nunun," kata Pramono.

Menurut Pramono, dalam setiap pemilu selalu ada simpatisan. Dan jika Nunun simpati kepada Mega-Hasyim sah-sah saja dilakukan. "Kalau Bu Nunun simpati bisa saja, karena banyak simpatisan. Manakala dia mendukung bu Megawati, kita tidak pernah tahu," ujar mantan Sekjen PDIP itu.

Pramono pun membantah jika cek pelawat yang diberikan kepada anggota Fraksi PDIP periode 1999-2004 adalah sumbangan dana Pilpres 2004. "Itu too much, berlebihan. 2004 kan Bu Mega seperti Presiden. Aneh seperti itu. Sebagai incumbent, walaupun terbatas, tidak ada kekuranganlah," ujar Wakil Ketua DPR itu.

Kisah Kasus Ini

Dugaan keterlibatan Nunun dalam kasus suap cek pelawat ini sudah beberapa kali disebutkan dalam persidangan. Dalam persidangan terungkap bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie Makmun Murod cs berasal dari Nunun melalui Arie Malangjudo. Majelis hakim juga menilai, cek perjalanan yang diterima Hamka Yandhu cs berasal dari Nunun Nurbaeti Daradjatun.
Pernyataan majelis hakim tertuang dalam pertimbangan vonis untuk Dudhie terkait kasus ini. Dudhie sendiri akhirnya divonis 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta.

Salah satu anggota hakim, Slamet Subagio membacakan bahwa pada Juni 2004 sekitar pukul 10.00-11.00 WIB ada percakapan antara Nunun dan stafnya, Ahmad Hakim Safari atau Arie Malang Judo. Meski Nunun tidak bisa dihadirkan dalam sidang untuk mengonfirmasi percakapan ini, menurut Slamet, "Percakapan ini sudah dibenarkan oleh saksi Arie Malang Judo." Saat itu, dalam pertemuan di ruang kerjanya, Nunun mengatakan,"Tolong bantu saya memberikan tanda terima kasih kepada anggota Dewan," kepada Arie.

Arie semula mempertanyakan perintah itu kepadanya. "Lha masak saya suruh office boy? Ini kan untuk anggota Dewan," kata Ahmad Hakim Slamet mengutip Nunun. Arie kemudian mengiyakan tugas itu. "Nanti bapak anggota ini akan menghubungi kamu," jawab Nunun sembari menunjuk ke tamu yang ada di ruang kerja Nunun. "Kalau begitu, kita sudah akur. Nanti akan ada kode merah, hijau, putih," kata Nunun lagi.
Dudhie, menurut majelis hakim, lalu diperintahkan oleh Sekretaris Fraksi PDIP saat itu untuk bertemu dengan Arie Malang Judo di restoran Bebek Bali, Senayan.

Dalam pertemuan itu, Dudhie menerima Rp 9,8 miliar. Uang ini, menurut hakim, kemudian dibagi-bagi ke anggota Fraksi PDIP di Komisi Keuangan periode 1999-2004. Majelis hakim juga berkesimpulan bahwa Dudhie melakukan korupsi bersama-sama dengan anggota fraksi PDIP lainnya. Nunun tidak memenuhi panggilan sidang sebanyak tiga kali karena sakit.

Hakim kemudian memerintahkan untuk menghadirkan Nunun dalam persidangan. Namun hingga panggilan ketiga, jaksa KPK tidak dapat menghadirkan Nunun dalam persidangan dengan alasan sakit. Bahkan jaksa pun tidak pernah membacakan keterangan Nunun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, menyatakan Dudhie cs terbukti menerima cek pelawat. Hakim menegaskan bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie Makmun Murod cs berasal dari  Nunun Nurbaeti Daradjatun.

Tidak ada komentar: