BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 21 Desember 2011

KPK diharapkan tuntaskan kasus Anggodo Wijoyo

Yogyakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi dengan kepemimpinan baru diharapkan dapat menuntaskan kasus mafia hukum Anggodo Wijoyo, kata mantan hakim yang menjadi anggota majelis eksaminasi kasus itu, Sahlan Said.

"Kasus tersebut dianggap penting untuk diusut karena banyaknya rekayasa dan penyimpangan yang dilakukan, sedangkan publik dibuat lupa terhadap pelanggaran hukum yang terjadi," katanya di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, melalui kasus Anggodo itu, sudah menjadi rahasia umum jika terdapat banyak perkara lain sebagai hasil rekayasa karena motif politik, dendam, dan untuk menghancurkan karir atau masa depan orang tertentu.

"Anggodo diajukan ke pengadilan dengan dakwaan percobaan suap terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah. Anggodo juga didakwa telah menghalang-halangi penyidikan dan pengusutan kasus korupsi," katanya.

Namun, kata dia, dalam putusan pengadilan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, yang terbukti adalah dakwaan pertama, sedangkan dakwaan kedua tidak terbukti dan Anggodo dihukum empat tahun.

"Putusan Pengadilan Tinggi Tipikor sama dengan putusan Pengadilan Tipikor, tetapi hukumannya dinaikkan menjadi lima tahun," kata Sahlan.

Selanjutnya di tingkat kasasi menjadi berbeda, karena dua dakwaan penuntut umum KPK dinyatakan terbukti dengan hukuman 10 tahun. Dalam hal ini terjadi disparitas putusan.

Ia mengatakan, alasan tidak dilanjutkannya pemeriksaan Bibit dan Chandra sebagai hasil rekayasa, dikhawatirkan akan melahirkan peradilan sesat.

"Paradigma penegakan hukum yang masih sangat legalistik dan formalistik kemungkinan besar menjadikan perkara hasil rekayasa dinyatakan terbukti," katanya.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) Hidzfil Alim mengatakan, penuntutan terhadap Bibit dan Chandra sudah semestinya digugurkan dan dihentikan karena merupakan hasil rekayasa Anggodo.

"Kami juga mendorong penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan dan jangan menutup kasus tersebut sebelum selesai," katanya.

Anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) Febridiansyah mengatakan, dalam kasus Anggodo itu sudah saatnya dilakukan evaluasi dan pengujian ulang terhadap putusan pidana korupsi.

Mahkamah Agung (MA), menurut dia, juga harus hati-hati, agar jangan sampai kecolongan dengan Peninjauan Kembali (PK) dalam skandal rekayasa hukum.

"Anggodo telah terbukti mampu bersekongkol di level Polri dan kejaksaan. Hal itu yang harus diwaspadai dan diusut tuntas," katanya.

Tidak ada komentar: