BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 21 Januari 2013

Sampai Kapan Memaklumi Jokowi-Ahok?

INILAH.COM, Jakarta – Pasangan Jokowi-Ahok patut bersyukur. Meski hampir 100 hari memimpin DKI Jakarta belum ada tanda perubahan berarti, publik tetap memaklumi. Bersabar menanti Jakarta Baru yang dijanjikan saat kampanye lalu. Entah kapan terwujud.
Sikap 'bijak' publik Jakarta dapat terlihat dalam merespons banjir Jakarta yang berlangsung sejak Selasa (15/1/2013) lalu hingga Jumat (18/1/2013) ini. Respons itu terlihat saat Gubernur DKI Jakarta Jokowi menemui para pengungsi banjir di wilayah Jakarta. Jokowi tetap dielu-elukan warga.
Suasana yang sama juga tampak terlihat di dunia maya. Di jejaring sosial yang merupakan simbol kelompok menengah Jakarta, juga tak ada suara kritis terhadap kepemimpinan Jokowi-Ahok yang pada 22 Januari 2013 pekan depan akan genap berumur 100 hari.
Alih-alih suara kritis dari publik, tanda pagar (tagar) yang sempat menjadi trending topic di twitter justru #PrayforJakarta yang berisi suara simpati dan empati terhadap korban banjir Jakarta. Tak ada gugatan untuk Jokowi-Ahok.
Jokowi-Ahok terlanjur menjadi media darling dan public darling. Pemberitaan media massa nyaris menampilkan sosok sempurna dari pemimpin publik ini. Sisi human interest menonjol ketimbang sisi kontrol publik terhadap pasangan ini. Sikap pemakluman dengan bersoloroh "Jokowi-Ahok kan baru 100 hari menjabat, tidak tepat masalah ini ditumpahkan pada keduanya," demikian suara mayoritas yang mencuat dalam merespons banjir Jakarta.
Memang masalah Jakarta cukup kompleks. Tak terkecuali masalah banjir ini. Banjir tak hanya monopoli urusan DKI Jakarta. Ada peran pemerintah pusat serta daerah-daerah penyanggah Jakarta seperti Banten dan Jawa Barat. Namun ekspektasi besar tak bisa ditampik tertuju pada figur Jokowi-Ahok. Kemenangan Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta September lalu, menjadi bukti harapan ada di kedua pundak pemimpin itu.
Merujuk hasil hitung cepat yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) saat Pilkada DKI Jakarta 20 September 2012 lalu, publik memang memiliki persepsi tersendiri kepada Jokowi. Sebanyak 53 persen responden menilai Jokowi sosok yang peduli dan perhatian kepada rakyat, 48 persen responden menilai mampu memimpin Provinsi DKI Jakarta, 52 persen responden menilai bisa dipercaya dan 52 persen menilai Jokowi bersih dari korupsi.
Pakar psikologi politik Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk menilai respons publik terhadap Jokowi karena menilai Gubernur DKI Jakarta dapat diharapkan dan diandalkan. Persepsi publik terhadap Jokowi seperti figur yang bersih. "Jejak rekam Jokowi bersih dan tokoh ini dapat diharapkan. Bukan karena jago teknisnya, tapi karena peduli dengan publik," kata Hamdi saat dihubungi INILAH.COM di Jakarta, Jumat (18/1/2013).
Dia menilai situasi yang terjadi saat ini merupakan bulan madu antara publik Jakarta dengan Jokowi. Sampai kapan bulan madu dengan Jokowi? Hamdi menilai hal itu tergantung Jokowi dalam public leadership. "Apakah memperlihatkan memenuhi ekspektasi publik atau tidak?" tambah Hamdi.
Menurut Hamdi, bulan madu menjadi sangat relatif tergantung kemajuan kinerja dan program kerja Jokowi. Beberapa program yang dicanangkan Jokowi ditunggu publik. "Publik melihat apakah ada kemauan atau tidak dalam mengusung perubahan dan berani ambil keputusan," tegas Hamdi. [mdr]

Tidak ada komentar: