BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Sabtu, 28 Desember 2013

Presiden: Jangan Biarkan Pemikiran Radikal Tumbuh

INILAH.COM, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau, agar masyarakat tidak membiarkan pemikiran keagamaan yang ekstrem dan radikal tumbuh di Indonesia karena akan mengganggu kerukunan dan kedamaian umat beragama.

"Jangan biarkan pemikiran radikal dan ekstrem tumbuh di negeri ini," kata Presiden saat memberikan sambutan pada perayaan Natal Nasional 2013 di Jakarta, Jumat (27/12/2013) malam.

Untuk itu, menurut Presiden, perlu dipupuk kesadaran sejak dini kepada generasi-generasi baru Indonesia mengembangkan toleransi, kerukunan dan perdamaian.

Presiden menghadiri puncak perayaan Natal Nasional 2013 didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono.

Selain itu hadir pula Wakil Presiden Boediono beserta istri Herawati Boediono dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, di antaranya tampak Menteri Agama Suryadharma Ali, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.

Para tokoh masyarakat, duta besar negara, pimpinan lembaga negara serta sekitar 4.000 umat kristiani juga turut hadir dalam perayaan Natal yang bertema "Datanglah Ya Raja Damai" dan sub tema bersama-sama mewujudkan damai yang berkeadilan dalam konteks kemajemukan, lingkungan hidup dan demokrasi.

Presiden dalam kesempatan itu menyerukan tugas tersebut bukan hanya dilakukan oleh negara, namun juga seluruh pemangku kepentingan di negara ini, baik pemuka agama maupun masyarakat.

"Jangan hanya menggantungkan kepada negara untuk mengatasi setiap gangguan toleransi dan kerukunan," kata Presiden.

Hubungan yang baik antara negara dan masyarakat dalam membangun kesadaran toleransi, kerukunan dan perdamaian amat diperlukan.

Presiden menilai, mewujudkan kerukunan dan kedamaian adalah tugas sepanjang masa. Hal ini karena kemajemukan bangsa Indonesia syarat akan akar konflik dan perbedaan.

Oleh karena itu, menurut Kepala Negara, mengembangkan sikap memberi dan menerima, serta konsensus dan tenggang rasa harus terus dipupuk. Pemuka agama dapat memberi contoh hal itu.

Dalam acara puncak perayaan Natal tersebut naskah narasi Natal dibawakan oleh Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia Mgr Ignatius Suharyo dan doa syafaat dipimpin oleh Pendeta Kumala Setiabrata.

Dalam narasi Natal Mgr Ignatius Suharyo mengungkapkan, perayaan tersebut merupakan refleksi sejauh mana dapat menjadi pembawa juru damai di mana pun berada.

"Untuk menilai diri sendiri sejauh mana kita merayakan Natal secara benar, adalah bertanaya sejauh mana kita dapat menjadi pembawa damai, di mana pun kita berada," katanya.

Dalam kesempatan itu juga dipertunjukkan drama musikal dan juga sejumlah penampilan paduan suara di antaranaya dari STT GKI, Paduan Suara Gabungan TNI dan Paduan Suara Lembaga Kepresidenan.[ant]

Tidak ada komentar: