Prins David Saut - detikNews
Jakarta - Pasca berlakunya Perpu Penyelamatan Mahkamah
Konstitusi (MK) menjadi UU, MK dan Komisi Yudisial (KY) membentuk
Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK). Ada dua poin yang akhirnya
disepakati antara dua lembaga tinggi negara itu.
"Penyusunan
peraturan bersama MK-KY tentang MKHK dan kode etik perilaku hakim. Ini
sesuai UU itu," kata Sekretaris Jenderal MK Janedjri M Gafar di
kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2014).
Janedjri
menyatakan MK tak ingin sifat MKHK sebagai pengawas yang baru bergerak
ketika telah terjadi pelanggaran. Menurutnya, sifat MKHK lebih baik
sebagai penjaga kehormatan MK.
"Ada tindakan preventif yang kita
tekankan. Paradigmanya bukan mengawasi, tapi menjaga. Kita tambahkan
juga aspek kuratif dan represif, tapi ditekankan aspek preventif," ujar
Janedjri.
Harapan Janedjri, MKHK berperan juga sebagai konsultan
untuk hakim konstitusi yang ragu terhadap suatu hal. Ia memberi contoh,
ketika seorang hakim konstitusi diundang oleh pihak yang berperkara
dalam suatu acara pernikahan, maka MKHK bisa memberi masukan hakim
tersebut diperkenankan hadir atau tidak.
"Ketika diperbolehkan
hadir dan dipersoalkan maka dia sudah punya izin dari MKHK. Kalau
mengawasi kan dibiarkan dia datang, selesai itu baru dipanggil dan
ditanyakan. Ya itu bukan preventif, ndak begitulah untuk hakim," kata
Janedjri.
Sesuai amanat UU, berlakunya UU Penyelamatan MK harus
dilaksanakan paling lambat tiga bulan. Oleh karena itu, pada tanggal 17
Januari 2014 MK dan KY akan menelurkan peraturan bersama terkait MKHK.
"Nanti tanggal 17 Januari ini peraturan bersama sudah dikeluarkan," tutup Janedjri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar