TEMPO.CO , Batu -
 Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menuding reklamasi pantai dan alih 
fungsi lahan menjadi penyebab utama bencana banjir di Jakarta. Selama 
puluhan tahun, tata ruang dan kawasan di Jakarta dilanggar oleh 
pengusaha dan pemerintah. "30 tahun lalu kita tegas menolak reklamasi 
pantai untuk perumahan mewah," kata Direktur Walhi Nasional, Abetnego 
Tarigan, Kamis 23 Januari 2014.
Pemerintah, menurut 
Abetnego, lebih membela investor dengan alasan investasi dan pertumbuhan
 ekonomi. Masalah pelanggaran tata ruang tersebut harus dilakukan dengan
 penegakan hukum. Seperti sejumlah industri yang berdiri di kawasan 
konservasi maupun kawasan lindung. Sehingga menjadi efek jera agar 
pengusaha mencari lahan pengganti."Banjir telah melumpuhkan ekonomi serta merugikan pegusaha," katanya. Sementara bagi warga miskin yang tinggal di tepi danau atau sungai harus dilakukan relokasi. Tujuannya, untuk mengurangi penyebab banjir yang melanda Jakarta selama dua pekan terakhir.
Selama ini reklamasi pantai terjadi secara besar-besaran di Jakarta. Kawasan pesisir berubah menjadi hotel dan apartemen mewah. Seperti yang terjadi di Teluk Jakarta, katanya, tak hanya sebagai penyebab banjir juga menciptakan masalah sosial baru. Seperti para nelayan yang sebelumnya pekerjaan utama menangkap ikan di kawasan tersebut menjadi tersingkir.
"Nelayan pun menganggur," katanya. Teluk Jakarta seluas 800 hektare tersebut telah merusakan ekologi dan ekosistem pesisir laut. Persoalan yang sama juga terjadi di Teluk Lamong di Gresik, Tanjung Benoa di Bali dan Teluk Kendari. Banjir akibat reklamasi pantai tersebut dikhawatirkan bakal terulang di kawasan tersebut.
Menurutnya, banjir di Jakarta tak hanya menjadi tanggungjawab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah daerah penyangga dan pemerintah pusat juga harus turun tangan. Sebab, sejumlah kebijakan tak bisa ditangani sendiri oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. ""Sungai utama itu menjadi tanggungjawab Kementerian Pekerjaan Umum," katanya.
Selain itu, juga perlu koordinasi lintas daerah dengan daerah penyangga seperti Depok, Bogor, Karawang dan Tangerang. Pemerintah lintas daerah, katanya, harus melakukan tindakan nyata dan terukur untuk melakukan normalisasi kawasan. Seperti mengembalikan lahan terbuka hijau, hutan lindung dan lahan persawahan.
Sementara rekayasa modifikasi cuaca dengan hujan buatan dianggap tak efektif. Selain berbiaya mahal, juga tak tepat sasaran. Karena teknologi tersebut hanya memindahkan lokasi hujan. Justru dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru bagi daerah lain.
EKO WIDIANTO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar