BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 03 Juni 2015

Harga Minyak AS Sentuh Level Tertinggi Sejak Desember 2014

VIVA.co.id - Harga minyak Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa mengalami kenaikan pada level tertinggi sejak Desember 2014. Pelemahan dolar dan perkiraan bawa pasokan minyak AS akan berkurang pada minggu ini mendorong kenaikan harga tersebut. 

Dilansir dari Reuters, Rabu 3 Juni 2015, harga minyak mentah AS ditutup naik US$1.06 per barel atau 1,76 persen menjadi US$61,26 per barel, tertinggi sejak 9 Desember 2014. Sementara itu, minyak Brent untuk pengiriman Juli naik 70 sen menjadi US$65,50 per barel. 

Kemungkinan berkurangnnya pasokan minyak global, dan pernyataan negara-negara OPEC yang akan memangkas produksinya, juga berkontribusi mendorong kenaikan harga minyak. Namun dampaknya tidak langsung dirasakan. 

Sebagai informasi, Negara-negara pengekspor minyak anggota OPEC, yang bertanggung jawab untuk lebih dari sepertiga dari produksi minyak mentah dunia, bertemu di Wina, Jumat pekan lalu untuk memutuskan kebijakan produksi untuk enam bulan ke depan.

Kelompok ini telah memproduksi hingga dua juta barel per hari lebih dari yang dibutuhkan tahun ini, meskipun analis mengharapkan pasar untuk akhirnya menyeimbangkan dari permintaan yang lebih tinggi.

Melemahnya dolar AS yang membuat harga minyak mentah naik dalam mata uang greenback. Hal itu membuta minyak mentah lebih terjangkau bagi pemegang euro dan mata uang lainnya. Penguatan euro yang paling tinggi terhadap dolar AS sejak pertengahan Maret, karena taruhan bahwa Yunani akan mencapai kesepakatan dengan kreditur.

Kenaikan harga juga didorong oleh ekspektasi pemerintah AS akan mengumumkan pada hari ini mengenai stok minyak mentah. Sebuah jajak pendapat Reuters memperkirakan bahwa stok minyak mentah turun 2 juta barel pekan lalu, hal itu merupakan perkiraan dari kelompok industri American Petroleum Institute.

Menteri Perminyakan Arab Saudi, Ali al-Naimim, anggota paling berpengaruh di OPEC, memperkirakan permintaan minyak global meningkat ditengah pasokan yang berkuran. Hal tersebut menandakan strategi kerajaan membela pangsa pasar bekerja dengan baik.

Beberapa bank dan analis, termasuk Morgan Stanley, telah menyarankan OPEC bisa meningkatkan target produksinya.

"Jurang antara negara-negara anggota masih sangat lebar, dan tanpa kontribusi dari semua orang. Arab Saudi tidak akan mengurangi produksi," kata Amrita Sen, analis minyak utama di Aspek Energi.

Tidak ada komentar: