BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 04 Agustus 2015

Bank DKI: Toko Non Pendidikan Jangan Layani Transaksi dengan KJP

Rina Atriana - detikNews
Jakarta - Bank DKI menemukan adanya indikasi penyelewengan dana Kartu Jakarta Pintar (KJP). KJP dibelanjakan ke toko-toko yang menjual barang non pendidikan. Misalnya saja tempat karaoke dan toko emas.

Bank DKI meminta pemilik atau pengelola toko-toko perbelanjaan non pendidikan agar tak melayani transaksi dengan KJP. Hal tersebut disampaikan Corporate Secretary Bank DKI Zulfarsah di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, DKI Jakarta, Selasa (4/8/2015).

"Sebaiknya kalau ada yang membawa kartu KJP (di tempat perbelanjaan non kebutuhan pendidikan), tidak usah dilayani," kaya Zulfarsah.

Ia menjelaskan, antara kartu KJP dan non KJP terdapat perbedaan mendasar sehingga dapat dengan mudah dibedakan. Menurutnya, laporan yang disampaikan ke Pemprov DKI baru berupa sample sehingga belum bisa dipublikasikan.

"Akan kami telusuri dulu kebenarannya. Memang indikasi (penyelewengan) itu ada dan masih kami lacak sampai sekarang. Baru terlacak 20 pengguna yang terindikasi menyalahgunakan dana KJP," tuturnya.

Pada tahun 2015, KJP diberikan kepada 489.150 siswa yang terdiri dari 291.500 siswa sekolah negeri dan 197.250 siswa sekolah swasta. Siswa-siswi SD mendapatkan dana KJP Rp 210 ribu per bulan, SMP Rp 260 per bulan, SMA Rp 375 per bulan dan SMK Rp 390 per bulan.

Sejatinya dana KJP bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan rutin siswa, seperti transportasi, uang jajan dan membeli perlengkapan seragam, sepatu serta alat tulis sekolah. Namun fakta-fakta di lapangan ditemukan adanya dugaan penyalahgunaan KJP.

Ahok bercerita 'mata-matanya' menemukan penyelewengan KJP, salah satunya dana itu dipinjam oleh orangtua siswa. Sementara Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan Bank DKI menemukan dana KJP digunakan untuk bertransaksi di tempat karaoke, membeli emas, hingga bensin. Temuan itu berdasarkan data sampling dan masih diperlukan penelitian lagi.

Menindaklanjuti temuan itu, Ahok sengaja mengunci KJP yang bersaldo Rp 1,2 juta per semester kini dibatasi pengambilannya menjadi Rp 50 ribu per minggu atau per dua minggu. Ke depan, kata Ahok, dana KJP bahkan tidak bisa ditarik satu sen pun. Ia berpendapat kebijakan ini diterapkan agar dana itu tidak disalahgunakan dan orangtua murid tidak bisa mengambilnya.
(rna/mok)

Tidak ada komentar: