BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 31 Agustus 2015

Tengok Personel TNI-Polri di Pedalaman Papua, Kompak Tunaikan Tugas Negara

Jakarta - Derap lars sepatu personel TNI-Polri terdengar di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua. Tawa dan keakraban antar anggota kedua institusi itu bukan hal yang sulit ditemui di pedalaman Bumi Cenderawasih tersebut.

Bila di beberapa wilayah pecah keributan yang melibatkan oknum TNI dan Polri, tidak demikian di Distrik Ilaga. Di daerah pegunungan Papua itu, keakraban terjalin antara personel TNI dan Polri.

Hal tersebut terlihat kala detikcom berkunjung ke Ilaga beberapa waktu lalu. Peran serta pasukan TNI dan Polri dalam kegiatan di kota kecil itu sangat dilibatkan bersama dengan warga. Ketika itu Kabupaten Puncak semangat dalam menyambut dan merayakan HUT ke-70 RI.

Meski sempat terjadi perang antar warga beberapa tahun lalu, kini wilayah Kabupaten Puncak yang memiliki 8 distrik sudah kondusif dan mulai berkembang. Untuk membantu proses stabilitas di wilayah pedalaman Papua itu, beberapa satgas baik dari TNI dan Polri masih ditempatkan di wilayah pegunungan tengah Papua tersebut.

Penjagaan di wilayah tersebut cukup ketat. Masing-masing personel tidak bisa lepas dari senapan dan perlengkapan tugasnya, termasuk helm dan rompi antipeluru. Meski demikian, mereka yang berjaga tidak berat untuk melempar senyum dan beramah tamah dengan warga Ilaga. Persaudaran

Prajurit TNI dan Polri mulai dari personel Kodim 1714-03/Ilaga, Polsek Ilaga, Satgas Pamrahwan (Pengamanan daerah rawan) Yonif 751/R Sentani, Satgas Brimob Den A Pelopor Jayapura, Satgas Yon 466 Paskhas Makassar, Satgas Bantuan TNI, bahkan hingga Satpol PP, saling bahu membahu dalam menjalankan tugasnya.

Contoh nyata bisa dilihat dari Danton Satgas Pamrahwan Yonif 751/R Sentani Letda Micael R dan Danki Satgas Brimob Iptu Komarul Huda yang selalu tampak akrab. Keduanya sering terlihat berdua di sela-sela kegiatan, baik untuk pengamanan maupun sosial.

"Kita saling koordinasi, tukar informasi. Saya dengan anggotanya, beliau juga begitu dengan anggota saya. Saya ingatkan kepada anggota saya kalau kita bentrok gitu tidak baik," ucap Micael saat berbincang dengan detikcom di Ilaga, Minggu (16/8/2015).

Pengalaman Micael yang sering ditugaskan di daerah terpencil dan rawan membuatnya sadar akan arti kebersamaan. Baginya, tak ada manfaat jika pengabdian kepada negara tercoreng hanya karena masalah emosi pribadi semata.

"Pengalaman saya dari Aceh sampai Papua, kita harus cari kawan. Kalau cari musuh gampang, cari kawan yang susah. Kami sama semua satuan sudah satu keluarga. Padahal kenal saja baru di sini. Bercanda sama-sama, suka dan duka sama-sama, nggak ada bedanya walau beda satuan," tuturnya.

Sambil sesekali menggoda Iptu Komarul, Micael mengungkapkan apa yang menjadi kendala saat bertugas di Distrik Ilaga. Bukan karena ego sektoral ataupun kekuasaan antar-kesatuan, namun lebih pada kondisi geografisnya.

"Di sini daerah dingin. Sulitnya kalau melaksanakan patroli 3 hari 3 malam dengan cuaca dan medan ekstrem, logistik terbatas. Kami kan patroli ke gunung-gunung. Tapi namanya tugas, harus dijalani, ya nggak bang?" kata Micael sambil menyenggol Iptu Komarul yang tertawa.

Cuaca di wilayah Puncak memang cukup ekstrem. Beberapa waktu terakhir hujan es bahkan turun di daerah Ilaga dan beberapa distrik lainnya, bahkan suhu udara sempat pada posisi 1 derajat celcius. Bagi Komarul yang sudah 3 kali bertugas di Ilaga pun, kondisi saat ini disebutnya yang paling terparah.

"Situasi kondisi derah sangat memerlukan ketahanan tubuh yang sangat luar biasa, prima. Anggota saya kemarin pernah sampai mimisan saat nge-Pam (pengamanan) di luar. Terus susahnya lagi kalau di sini kita tidak bisa memahami bahasa mereka (warga)," cerita Komarul pada kesempatan yang sama.
 Komarul dan Micael mengaku sama-sama miris dengan oknum-oknum TNI dan Polri yang terkadang bertikai, apalagi sampai adanya korban. Padahal masih banyak hal yang menurut mereka lebih penting, terutama tugas negara. Perilaku yang menyalahi aturanpun disebut mereka justru dapat memperburuk citra institusi.

Mendengar adanya perkelahian oknum antar kedua institusi, membuat kedua ksatria ini sedih. Di saat prajurit-prajurit yang bertugas di daerah rawan maupun konflik saling menjaga agar bisa pulang ke rumah dengan selamat usai bertugas, namun ternyata ada yang lalai karena arogansi maupun ego dan akhirnya timbulah korban.

"Kondisi kayak gini yang membuat diperlukan kerjasama, koordinasi dan kekompakkan. Kita ini TNI/Polri sama, sudah susah jangan dibuat susah lagi dengan perbuatan berkelahi, arogan, esprit de corps atau jiwa korsa berlebihan. Saya dan beberapa anggota saya pernah kena tembak saat bertugas. Di situ saya ngerasa kerjasama penting sekali," kisah Komarul.

"Waktu itu saya lagi tugas di Puncak Jaya, tahun 2009. Kita tuh dicegat pas lagi jemput anggota sakit oleh OPM. Kami di dalam mobil lagi melintas. Mereka gerilya, tembak kami dari belakang. Saya kena di punggung. Ada 2 teman yang meninggal dalam kejadian itu. Kami bertahan selama satu jam sampai bantuan datang. Nyawa itu harganya mahal, jangan disia-siakan," sambung pria yang sudah bertugas di Papua selama 20 tahun itu.

Bukan hanya para atasan saja yang saling bersahabat. Anggota-anggota dari tiap kesatuan di Ilaga saling mengenal satu sama lain. Ketika itu mereka menjadi panitia 17 Agustusan. Saling berbagi tugas dan bekerja sama lintas kesatuan mengatur lomba-lomba, melatih Paskibra dan jalannya upacara, memasang hadiah untuk panjat pinang, menjadi pendamping kelompok warga yang ikut lomba, sekaligus memastikan keamanan di daerah tersebut.

Bukan hanya itu, tiap kesatuan pun juga ikut menjadi peserta lomba tim baik lomba bola voli, sepak takraw dll. Meski kalah, mereka menerimanya dengan sportif dan justru memberi selamat kepada yang menang. Hadiah pun dinikmati bersama-sama.

"Intinya saling menjaga komunikasi dengan baik. Di sini kan masih daerah pedalaman, kalau ada masalah sedikit kuncinya saling koordinasi jadi sama-sama tahu. satu tujuan yang bikin solid," ungkap salah seorang anggota Satgas dari TNI, Ary Frasetia, Senin (17/8).

Ary yang ikut dalam pasukan Paskibra untuk Upacara HUT ke-70 RI di Ilaga itu mengaku akrab dengan semua personel satugan tugas di wilayah itu, termasuk dengan Satgas Brimob maupun anggota kepolisian lainnya. Ia sendiri sudah berada di Ilaga selama 4 bulan dan rencana akan bertugas selama 1 tahun.

"Kami akrab dalam kehiudpan sehari-hari selain bertugas. Nggak cuma pas acara kayak gini saja kami sama-sama. Emang biasanya akrab terus. Kalau ada acara di kesatuan mana gitu, nanti dari kesatuan lain diundang. Kita senang-senang bareng," ujarnya.

Pernyataan Ary pun diamini oleh salah satu anggota Satgas Brimob, Wawan, yang juga menjadi panitia dalam HUT RI ke-70 di Ilaga. Meski enggan banyak mengomentari mengenai banyaknya bentrokan antara oknum TNI dan Polri di daerah lain, Wawan meminta semua personel pengamanan dan keamanan Indonesia untuk tidak mementingkan ego.

"Harus sadar dengan tugas, jangan mementingkan individu. Kembali ke tugas pokok sebagai apa. Kita harus saling koordinasi dengan baik. Harus saling mengenal dengan baik sesama anggota. Selama di sini belum pernah ada kendala antar-kesatuan," beber Wawan yang sudah 10 bulan bertugas di Ilaga.

Kesolidan pasukan TNI dan Polri di pedalaman Papua ini patut menjadi contoh bagi setiap prajurit ataupun personel kedua institusi penjaga pertahanan dan keamanan di setiap penjuru Tanah Air. Hanya doa dan harapan, semangat persatuan dan kesatuan, serta kepercayaan indahnya perdamaian yang menjadi modal mereka, di mana pada akhirnya hal-hal tersebutlah yang membawa mereka tetap semangat menjalankan tugas. Di tengah keadaan yang terbatas dan penuh dinamika, mereka tetap hidup berdampingan dengan solidaritas tinggi dan menjunjung tinggi rasa persaudaraan. Hal tersebut membuat masyarakat menjadi nyaman dan merasa terlindungi.

"Bapak-bapak (TNI dan Polri) di sini baik-baik semua. Mereka sering bantu kami. Saya suka," tukas seorang warga Ilaga, Jes Magai.
(ear/ahy)

Tidak ada komentar: