“Ke depan saya tetap fokus menjalankan tugas yang diberikan Bapak Presiden SBY,” ujar Denny Indrayana, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Selasa (7/2).
Seperti diketahui, Denny Indrayana dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Hukum UGM, Senin (6/2) di Balai Senat Gedung Pusat UGM, Yogyakarta.
Acara tersebut dihadiri Wakil Presiden Boediono, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Ketua KPK Abraham Samad, Wakil KPK Busyro Muqoddas, Menkumham Amir Syamsuddin, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua MK Mahfud MD, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan Ketua PPATK M Yusuf.
Denny Indrayana selanjutnya mengatakan, saat pengukuhan itu merasa hari istimewa. Sebab, banyak undangan yang hadir dan keluarganya pun lengkap mendampingi.
Berikut kutipan selengkapnya:
Tugas sebagai Wakil Menkumham begitu berjubel, kenapa Anda menerima jabatan guru besar itu?
Sebenarnya Surat Keputusan saya menjadi guru besar itu sudah keluar bulan Agustus 2010, tapi belum dikukuhkan saja. Ini artinya saya sudah menjadi guru besar sebelum menjadi Wakil Menkumham.Apa bisa Anda membagi waktu untuk mengajar dan menjalankan tugas Wakil Menkumham?
Itu bisa. Saya tetap melanjutkan sebagai dosen di UGM. Tapi tentunya di waktu yang tidak mengganggu aktivitas sebagai Wakil Menkumham.Ah, apa itu tidak merepotkan?
Saya mengajar di UGM untuk S2 dan S3 hukum tata negara. Itu kan tidak rutin karena tugas wakil menteri yang menyita waktu tenaga dan pikiran.Bagaimana perasaan Anda setelah dikukuhkan?
Perasaan saya cenderung mulai biasa karena Surat Keputusan saya menjadi guru besar itu sudah keluar bulan Agustus 2010. Saat menerima SK itu lebih terasa bahagianya, meskipun kemarin (Senin 6/2) tetap menjadi hari yang istimewa. Sebab, banyak yang hadir dan keluarga lengkap.Kenapa Anda menjelaskan sistem presidensial saat berpidato?
Yang saya pidatokan mengenai adonan sistem presidensial yang ada dalam negara demokratis, yang harus memiliki tiga unsur. Yaitu, kewenangan konstitusional yang cukup, dukungan politik harus mayoritas dari parlemen, dan kontrol yang efektif serta konstruktif. Tiga adonan itu yang bisa melahirkan sistem presidensial yang efektif.Apa saat ini adonan itu sudah pas?
Pasca reformasi, para presiden punya tantangan yang berbeda, kewenangan di undang-undang lebih sedikit, dukungan politik tidak bisa membangun mayoritas mutlak, dan kontrol hadir dari semua lini. Tantangan sekarang, bagaimana menghadirkan sistem presidensial yang tetap jauh dari penyakit yang saya sebut paradoks. Sebab, di satu sisi legitimasinya sangat kuat, di sisi lain kewenangannya terbatas dan dukungan politiknya tidak mayoritas sederhana. Itu menghadirkan gap antara aspirasi, ekspektasi, harapan dan realisasi.
Bagaimana dukungan parlemen bagi pemerintah?
Ada tiga jenis relasi parlemen dengan presiden. Pertama, relasi konstruktif, saling kontrol bukan untuk menjatuhkan tapi untuk mengoreksi kesalahan bagi kemajuan bersama. Kedua, relasi konfrontatif, apa saja yang dilakukan presiden, akan ditanggapi negatif oleh parlemen. Ketiga, relasi kolutif, tidak ada daya kritis, apa saja kata presiden, parlemen yes.
Yang dijalankan sekarang?
Saat ini, parlemen terkadang yes, terkadang no. Namun tetap harus ada pembenahan mendasar, supaya terarah kepada yang konstruktif.Apa yang perlu disempurnakan?
Banyak. Misalnya kualitas dan kuantitas partai. Kuantitas partai politik diarahkan lebih sederhana agar polarisasi kepentingan tidak terlalu menggangu proses konsolidasi demokrasi. Secara kualitas, semangat partai politik bersih dan anti korupsi harus segera direalisasikan.Apa bisa menjamin penyederhanaan partai itu bisa membuat efektif?
Sistem presidensial akan lebih compatible dengan sistem multipartai sederhana. Amerika Serikat menggunakan multipartai, dengan sistem presidensial yang berdiri di atas dua partai utama, yaitu republik dan demokrat. Jadi penyederhanaan partai bisa membantu efektifitas sistem presidensial. Tentu partai yang demokratis dan anti korupsi.Bagaimana dengan tekanan publik?
Tekanan publik oke saja. Itu bagian dari konsekuensi demokrasi. Kalau tidak ada itu, berarti pemerintahannya otoriter. [Harian Rakyat Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar