JAMBI - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh benar-benar geregetan terhadap ulah sejumlah kepala daerah yang tega memanfaatkan pelaksanaan ujian nasional (unas) sebagai alat politik. Kepala daerah sering menekan kepala sekolah supaya siswanya lulus 100 persen. Tapi, itu diniati untuk mendongkrak popularitas politik di mata masyarakat.
Dalam kunjungan deklarasi Ikrar Unas Jujur dan Berprestasi di Jambi kemarin (9/2), Nuh mengingatkan para kepala daerah agar tidak lagi mengintervensi unas untuk kepentingan politik. "Mari kita bertekad, sudah bukan eranya bupati dan wali kota menekan kepala sekolah," tegasnya.
Tekanan kepala daerah kepada kepala sekolah untuk mencapai kelulusan unas 100 persen kerap berujung pada aneka pelanggaran. Nuh mengungkapkan, dalam tekanan yang begitu kuat, kepala sekolah bisa saja menginstruksi guru-guru untuk menyebar kunci jawaban kepada para siswa.
Nuh berharap tidak ada lagi kasus kebocoran soal atau sontek masal. Entah itu didasari tekanan kepala daerah maupun penyebab lain. Sebab, kejujuran pelaksanaan unas merupakan tantangan yang cukup berat. "Tapi, tetap harus dijalankan. Mari jalankan unas dengan jujur," katanya.
Kepada kepala sekolah, menteri asal Surabaya itu berpesan supaya mereka bisa menjalankan unas dengan jujur. Mumpung masih ada waktu, kepala sekolah bisa menjalankan program untuk menggenjot kemampuan akademis siswa. Mulai pemberian materi tambahan hingga latihan-latihan soal. "Guru boleh menyebar kunci jawaban, tapi khusus saat latihan mengerjakan soal unas," ungkapnya.
Di tengah kencangnya instruksi kepada kepala daerah untuk menjauhkan pelaksanaan unas dari dunia politik, Kemendikbud belum bisa mengeluarkan hukuman bagi yang melanggar. Sebab, kepala daerah berada di bawah kendali Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Begitu pula dengan adanya kasus guru-guru yang terbukti curang, yang berwenang menindak atau menjatuhkan sanksi adalah pejabat pembina kepegawaian daerah. Yaitu, wali kota atau bupati. (wan/c5/nw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar