Egir Rivki - detikNews
Jakarta - Tajamnya hukum pada rakyat kecil dinilai bisa menimbulkan kemarahan sosial. Gejala seperti ini, menurutnya, akibat para penegak hukum hanya mempelajari hukum normatif, tidak memikirkan perasaan keadilan masyarakat.
"Penegak hukum harus peka terhadap sosiologi masyarakat, jangan sampai bikin masyarakat marah," kata Sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Musni Umar, saat berbincang dengan detikcom, Jumat (3/2/2012).
Ia menjelaskan, bentuk kemarahan sosial pada masyarakat ialah tidak percaya nya warga terhadap penegak hukum di negeri ini. Akibatnya, masyarakat sendiri yang akan main hakim sendiri.
"Bentuk kemarahan sosial seperti keroyok massa terhadap maling, itu sebagai wujud kemarahan sosial masyarakat yang sudah tidak percaya aparat penegak hukum," tukasnya.
"Jika pengadilan tidak bisa memberikan keadilan, maka mmasyarakat sendiri yang akan mengadili," lanjut Musni.
Ia menuturkan, fenomena tajamnya hukum pada masyarakat kelas bawah adalah bentuk sebagai degradasi hukum di Indonesia. "Oleh karena itu, penegak hukum harus peka terhadap masalah sosial," ungkapnya.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) menghukum 130 hari buri, Rasminah pencuri 6 piring. Sebelumnya, MA juga menghukum Prita Mulyasari dengan hukuman 6 bulan penjara masa percobaan 1 tahun. Namun pada kasus lain, polisi sangat lambat mengusut kasus pencurian pulsa yang merugikan ribuan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar