Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak seluruh Umat Islam di Indonesia untuk menjadikan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai momentum untuk meningkatkan toleransi, kebersamaan, serta meningkatkan pemahaman ajaran agama yang benar.
"Saya mengajak kaum muslimin dan muslimat di seluruh tanah air untuk mengembangkan cara-cara yang arif dalam menjembatani perbedaan. Jangan bertindak sewenang-wenang dan mau menangnya sendiri. Kita harus menghormati hak-hak setiap warga negara meskipun berbeda keyakinan, agama, ras, ataupun suku," kata Presiden dalam pidatonya pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1433 Hijriah di Istana Negara, Jakarta, Senin malam.
Umat Islam Indonesia, menurut Presiden, harus mampu menunjukkan jati diri dan akhlak sebagai bangsa yang mulia dengan cara meredam silang pendapat yang mendahulukan ego masing-masing.
"Mari kita jauhkan iri, dengki, dan fitnah. Sebaliknya, mari kita bergandengan tangan, rukun, dan bersatu," ujarnya.
Presiden menyatakan saat ini banyak kesalahpahaman tentang ajaran Islam yang tidak hanya terjadi di luar kalangan Umat Islam tetapi juga di dalam sebagian Umat Islam sendiri yang tampak dari perilaku dan tindakan-tindakan sebagian kecil Umat Islam yang bertentangan dengan ajaran Islam dan ajaran Nabi Muhammad SAW.
Hal itu, lanjut Kepala Negara, telah membuat citra Islam menjadi tidak baik yang kemudian digeneralisasi dan disimpulkan sebagai ajaran Islam yang sesungguhnya.
"Oleh karena itu pada acara memperingati Maulid Nabi Besar kita, Nabi Muhammad SAW, saya mengajak segenap Umat Islam di seluruh tanah air untuk membebaskan negeri kita dari perilaku dan tindakan yang menyimpang dari ajaran Islam," tuturnya.
Presiden mengajak Umat Islam di Indonesia untuk menjauhi sikap tidak toleran, tindakan kekerasan dan terorisme, serta berbagai perilaku yang menyimpang dan penuh kemaksiatan, agar bisa memutus rantai kesalahpahaman dari pihak mana pun terhadap keagungan nilai dan ajaran Islam yang sejati.
Nabi Muhammad SAW, menurut Presiden, melalui keberhasilannya membangun negara Madinah yang maju, modern, dan kuat di tengah-tengah masyarakat multi etnis dan multi agama telah mengajarkan bahwa Islam secara substansial mengakui kemajemukan, keragaman, serta heterogenitas sebuah bangsa.
Indonesia sebagai negara yang juga terbangun dari berbagai suku bangsa, keragaman tradisi dan budaya, serta penganut agama yang berbeda, kata Kepala Negara, seharusnya bisa mengambil contoh dari ajaran Nabi Muhammad SAW tersebut.
Dalam pidatonya, Presiden juga menyampaikan seruan kepada negara-negara Islam di Afrika Utara dan Timur Tengah yang sedang menuntut kehidupan demokrasi agar bisa melakukan perubahan besar itu secara arif, damai, dan sesuai dengan cita-cita serta aspirasi bangsa itu sendiri.
Sementara itu, Rektor IAIN Imam Bonjol, Padang, Sumatera Barat, Prof. Dr. Makmur Syarif dalam uraian hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW menyampaikan beberapa contoh hidup Rasulullah yang menghormati kemajemukan.
Menurut Makmur, kunci keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam membentuk negara Madinah yang demokratis, pluralis, dan menjaga hak-hak manusia karena tidak pernah diskriminatif dalam memberlakukan suatu kebijakan serta menjaga interaksi yang baik dengan kaum yang berbeda.
Nabi Muhammad, kata Makmur, bahkan pernah mempunyai urusan utang-piutang dengan kaum Yahudi, pernah berdiri menghormati jenazah orang Yahudi yang dibawa melintasi depan rumahnya dalam perjalanan menuju kuburan, dan pernah juga menyuruh tentara Islam untuk belajar dari tawanan perang sebagai syarat pembebasan tawanan perang tersebut.
Untuk itu, Makmur menekankan pentingnya momentum peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW untuk merajut Indonesia dengan potensi keragaman suku, bahasa, ras, dan agama, sebagai modal dan kekuatan untuk masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar