BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 14 Januari 2013

Kerusakan Pagar DPR Telan Ratusan Juta Rupiah

RMOL. Gedung DPR/MPR sering kali menjadi tujuan aksi demonstrasi massa yang tak puas akibat kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat. Salah satu fasilitas yang kerap menjadi sasaran perusakan adalah pagar depan gedung tersebut.
PAGAR kokoh setinggi 4 meter itu pada tahun lalu setidaknya li­ma kali kena amuk massa. Tera­khir, aksi demo di depan pagar DPR dilakukan ribuan perangkat de­sa pada 14 Desember 2012. Ri­buan demonstrans menuntut se­gera disahkannya RUU Desa dan pengangkatan statusnya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Meski dijaga ratusan polisi tapi massa berhasil menjebol pagar de­pan DPR di jalan Gatot Su­broto dan masuk ke area gedung DPR. Se­lain pagar, massa pun me­masuki halaman depan DPR merusak tana­man, dan mengotori tembok pagar dengan tulisan yang menyudutkan pemerintah.
Tak hanya Gedung DPR, ri­buan perangkat desa juga beraksi di jalan tol dalam kota diwarnai anarkisme. Tumbuhan pembatas ja­lan tol dicabuti, pagar besi pem­batas jalan tol dirusak. Jalan tol macet belasan kilometer. Semen­tara, truk-truk polisi telah berjajar di tengah jalan tol untuk mengusir pendemo yang bringas.
Meski kerusakan fasilitas DPR aki­bat demo perangkat desa su­dah le­bih tiga pekan, namun per­baikan belum dilakukan Setjen DPR. “Ke­rusakan pagar DPR akibat aksi pe­rangkat desa yang terakhir belum di­perbaiki. Belum ada ang­garan yang dikeluarkan. Ka­mi se­dang men­data kerusakan apa saja. Sete­lah dicek diperki­ra­kan perbai­kan­nya kira-kira meng­habiskan Rp 16 sampai 20 juta,” kata Ke­pala Biro Pe­meliha­raan Bangunan dan Ins­talasi (Kabiro Harbangin) Setjen DPR Ery Sap­taria Achyar kepada Rakyat Mer­deka, di Ja­karta, akhir pekan lalu.
Selama 2012 Setjen DPR men­catat sudah melakukan empat kali perbaikan pagar DPR. (Leng­kap­nya baca tabel). Perbaikan pagar DPR yang paling banyak mene­lan anggaran adalah terkait akibat aksi penolakan kenaikan harga BBM, yaitu sebesar Rp 130 juta.
Ery menuturkan, ratusan masa pendemo antikenaikan harga BBM berhasil masuk ke Gedung DPR, meski pada awalnya gagal.
“Demo BBM paling banyak me­nimbulkan kerusakan karena di­lakukan terus-menerus sepan­jang Maret 2012. Sekitar Rp 130 juta kita keluarkan untuk perbai­kan. Pagar kok selalu jadi sasaran ya? Hari ini diperbaiki, besok di­rusak lagi,” sesalnya.
Dalam upaya pemeliharaan dan perbaikan, Setjen DPR selalu beru­saha transparan. Hal itu juga se­kali­gus membantah tuduhan ber­bagai pihak, terutama LSM yang gencar menuduh Setjen DPR tidak trans­paran dan selalu mem­boroskan dalam mengelola keua­ngan negara.
Dalam perbaikan pagar DPR, Setjen selalu melakukan tender ter­­­buka, sehingga pengeluaran ang­­garan bisa dipertanggungja­wabkan. “Tidak terlalu besar. Ang­garan disesuaikan dengan kebutu­han dan tingkat kerusakan. Ra­ta-rata sekitar Rp 50 juta, ke­cuali ke­rusakan aksi demo BBM, itu yang paling besar,” jelasnya.
Total anggaran yang dikeluar­kan Setjen DPR untuk memper­baiki pagar pada 2012 sebesar Rp 280 juta. “Silakan dihitung sen­diri. Tapi yang akibat aksi demo perangkat de­sa pada Desember lalu jangan dihitung dulu, karena belum di­per­baiki. Kalau layak dikerjakan, ya kita kerjakan. Ti­dak ada ang­garan yang mengada-ada kok,” ujarnya.
Harbangin DPR memiliki tiga tugas pokok dan fungsi yaitu, pe­meliharaan, pembangunan dan ins­talasi. Ketiga tupoksi tersebut setiap tahunnya memperoleh ma­sing-masing anggaran sebesar Rp 60 miliar. Dengan demikian da­lam setahun, Harbangin DPR me­miliki anggaran Rp 180 miliar. “Kalau ada anggaran yang lebih ya harus dikembalikan. Kita beru­saha sa­ngat terbuka,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal DPR Ni­ning Indra Saleh membenarkan, dari empat demonstrasi yang ter­jadi di DPR, kerusakan yang pa­ling parah adalah akibat demo pe­nolakan kenaikan harga BBM pa­da Maret 2012.
Diungkapkan, aksi massa saat menggelar unjuk rasa terkait penolakan kenaikan harga BBM mengakibatkan rusaknya pintu gerbang kompleks Gedung DPR. Kerusakannya pun cukup luas, yaitu 42 meter sebelah kanan dan kiri. “Sebelah kanan rusaknya cu­kup berat. Biro Harbangin sudah meneliti ada 18 item pengerjaan, ada perapihan, fondasi, kolom, dan pemasangan pagar,” jelasnya.
Dijelaskan, mengacu pada Per­pres No.54 tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerin­tah, kerusakan yang terjadi akibat force major perlu penanganan se­ge­ra, sehingga tidak melewati pro­ses tender.
“Tapi standar bangunan peme­rin­tah, semua ada aturannya. Lalu dari mana orang memprediksi ma­hal dan murah,” ujarnya.
Nining berharap tidak ada lagi ak­si merobohkan pagar DPR. Sebab, bagaimanapun pemba­ngu­nan, perawatan dan perbai­kan­nya menggunakan uang nega­ra. ”Saya sangat mengharapkan ke­tika menyampaikan aspirasi ja­ngan merusak, karena perbaikan Gedung DPR juga menggunakan uang rakyat. Lebih baik digu­na­kan untuk keperluan rakyat yang lain,” pintanya.
Masyarakat diperkenankan un­tuk melakukan demonstrasi na­mun diharapkan tidak merusak fa­silitas umum. Bukankah itu ama­nat dari konstitusi.
Dalam  pasal 6 Undang-Un­dang No 9 Tahun 1998 Tentang Ke­­­mer­dekaan Menyampaikan Pen­­dapat Di Muka Umum dise­but­kan, war­ga negara yang me­nyam­pai­kan pen­dapat di muka umum ha­rus meng­hormati ke­be­ba­san orang lain, mematuhi moral, mematuhi kea­ma­nan dan keter­tiban umum.
Perusakan Fasilitas Menjadi Alasan Meminta Anggaran
Kegiatan perbaikan pagar DPR akibat aksi demo massa me­rupakan hal wajar yang dilakukan Setjen DPR.
Selama ini, Gedung DPR me­mang menjadi sasaran unjuk rasa masyarakat yang tidak puas ter­ha­dap kebijakan pemerintah.
“Tapi, anggaran perbaikan ge­dung dan fasilitas di DPR itu ha­rus disesuaikan dengan kebutu­han yang nyata dan bisa diper­tang­gung­jawabkan,” kata Anggo­ta ­Ba­dan Urusan Rumah Tangga DPR, M Arwani Thomafi, akhir pekan lalu.
Perbaikan fasilitas DPR yang rusak mendesak dilakukan. Se­bab, selama ini bila terjadi keru­sa­­kan terhadap fasilitas DPR, pi­hak Setjen membutuhkan wak­tu lama untuk memperbaikinya. Aki­batnya, beberapa fasilitas ti­dak bisa segera digunakan. “Kita hanya berfikir bagaimana fasili­tas umum bisa terjaga dan diman­faatkan dengan baik. Tidak ada pikiran untuk membuat perenca­naan yang berlebihan.”
Rencana untuk membangun pagar pembatas DPR juga diang­gap belum sangat diperlukan. Pa­salnya, pagar yang ada selama ini masih layak untuk menjaga kea­manan DPR. Tapi kalau soal toilet yang me­rupakan fasilitas publik, karena ti­dak hanya untuk anggota dan staf, Ba­dan Urusan Rumah Tang­ga (BURT) DPR memang sering me­nge­luhkan lambatnya perbai­kan toilet dan fasilitas lain yang ru­sak di komisi dan fraksi. “Se­mes­tinya, se­­­­gera diberla­kukan mekanisme ang­garan kecil yang bisa tunjuk lang­­sung, sehingga bila ada toilet rusak tidak dibiar­kan berbulan-bulan.”
Aksi Tolak Kenaikan BBM Jasa Marga Merugi 1,5 Miliar
Hasanudin, Direktur Operasional Jasa Marga
Tidak hanya DPR yang diru­gi­kan akibat  aksi unjuk rasa massa perangkat desa pada akhir tahun lalu, PT Jasa Marga pun juga demikian.
Akibat aksi demonstrasi itu PT Jasa Marga mengklaim me­ngalami kerugian ratusan juta.
“Total kerugian mencapai Rp 420 juta yang terdiri atas jum­lah kendaraan lalu lintas yang ma­suk dan kerusakan pagar pem­batas sepanjang 800 meter. Saya tidak mengira jika de­mons­trasi para kepala desa bisa sejauh ini.”
Sebelum aksi tersebut terjadi, pihak Jasa Marga sebenarnya te­lah mendapat informasi. Ma­ka­nya sudah melakukan pe­nyia­pan petugas sesuai prose­dur. “Tapi de­monstrasi aparat  de­sa malah le­bih anarkis dari unjuk rasa buruh.”
Kerugian akibat aksi jalanan itu bukanlah kali pertama yang di­rasakan PT Jasa Marga, da­lam aksi penolakan kenaikan har­ga BBM pada Maret 2012 malah sam­pai menelan kerugian sekitar Rp 1,5 miliar. Nilai ke­ru­gian itu di­hi­tung dari penu­tu­pan masuk ja­lan tol selama 8 jam senilai Rp 1,2 miliar dan aki­bat perusakan pagar dan mar­ka senilai Rp 300 juta.
“Tindakan anarkis itu meng­ganggu lalu lintas sangat meru­gi­­­kan masyarakat pengguna ja­lan dan negara.”
Boros Salah Satu Ciri Perilaku Korupsi
Uchok Sky Khadafi, Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA
Forum Indonesia untuk Trans­paransi Anggaran (FITRA) tidak meyakini perbaikan kerusakan pagar DPR akibat demonstrasi pada tahun lalu hanya meng­habiskan Rp 280 juta.
Pasalnya, selama ini Setjen DPR tak pernah transparan me­ng­­ungkapkan anggaran ope­ra­sio­nalnya setiap tahun. “Kami men­duga ada yang ditutupi. Ni­lai­nya bisa jadi lebih besar dari itu.”
Apalagi bukan sekali ini saja FITRA mengkritik proyek DPR, sebelumnya proyek penger­jaan di DPR yang proses lelangnya dilakukan akhir tahun lalu juga di­kritisi. Proyek-proyek itu anta­ra lain penggantian pagar batas gedung DPR dengan Taman Ria Senayan sekitar Rp 1 miliar. Pro­yek renovasi toilet Gedung Nu­santara I DPR sekitar Rp 1,4 mi­liar, serta perbaikan ruang kerja anggota DPR di Gedung Nusan­tara I DPR dengan nilai proyek sekitar Rp 6,2 miliar.
Tahun lalu Setjen DPR mem­peroleh anggaran sebesar Rp 778,8 miliar. Rinciannya, ang­ga­ran untuk peralatan dan fa­si­litas perkantoran sebesar se­be­sar Rp 10,1 miliar, pemeli­ha­ra­an dan pe­natausahaan sarana dan prasa­rana gedung sebesar Rp 244,1 miliar, pemeliharaan ge­dung dan taman sebesar Rp 8 miliar.
Ada juga pemeliharaan rumah jabatan anggota dan wisma pe­ris­tirahatan DPR sebesar Rp 3 mi­liar, pengoperasional dan pe­meliharaan instalasi, mekani­kal dan elektrikal sebesar Rp 57,2 miliar, layanan perkantoran se­besar Rp 175,7 miliar.
“Besarnya alokasi anggaran itu sangat  tidak sesuai dengan tu­gas dan fungsi dan program Ke­setjenan DPR.”
Setjen DPR semestinya mem­be­rikan contoh pengelolaan keu­angan yang bagus terhadap ke­men­terian dan lembaga negara lain, bu­kannya malah mengham­bur-am­burkan uang negara. “Ka­lau setjen boros, berarti tidak bisa menjadi tau­ladan bagi lembaga negara lainnya. Menghambur-ham­­­burkan uang negara adalah salah satu ciri-ciri perilaku korup. Lebih baik alokasi anggaran Setjen DPR dipo­tong saja. “ [Harian Rakyat Merdeka] 

Tidak ada komentar: