BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 04 Januari 2013

Komisi Yudisial Ikut Pantau Persidangan Hartati Murdaya

RMOL. Persidangan perkara korupsi pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah yang menyeret nama pengusaha Siti Hartati Murdaya dan mantan Bupati Buol Amran Batalipu, yang sedang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta juga mendapat sorotan dari Komisi Yudisial (KY).

Wakil Ketua KY, Imam Anshori Shaleh SH mengatakan bahwa KY akan mengawasi hakim, serta memantau apakah ada yang dilanggar dalam proses persidangan, baik itu di peradilan umum maupun di peradilan Tipikor.

"Kalau ada yang dilanggar kami akan mengambil tindakan, tak terkecuali dalam persidangan kasus Buol," katanya beberapa saat lalu (Jumat, 4/1).

Dikatakan dia, KY berharap semua persidangan di Pengadilan Tipikor dapat mengungkapkan fakta sesuai kronologi kasus yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Ketika ditanya tentang proses persidangan kasus Buol, Imam Anshori Shaleh mengatakan pihaknya tidak bisa menghakimi.

"Tapi kalau secara subyektif, dan berdasar fakta yang muncul di persidangan, menurut saya itu memang lebih kental unsur pemerasan daripada unsur penyuapan," jelasnya.

Dalam surat dakwaan jaksa tidak disebutkan adanya unsur pemerasan oleh Bupati Buol terhadap pengusaha Hartati Murdaya. Namun menurut Imam Anshori majelis hakim tidak bisa main vonis dengan hanya melihat surat dakwaan jaksa.

"Hakim harus membuat keputusan dengan melihat secara jeli kronologi kasus yang sebenarnya. Hakim harus bisa mencari kebenaran materiil, dan tidak hanya berdasar surat dakwaan jaksa," terang dia.

Ditambahkan, jika hakim mengutamakan kebenaran materiil maka semua bukti-bukti yang terungkap di persidangan akan menjadi bahan pertimbangan untuk mengambil putusan.

Imam Anshori mengaku dirinya mengikuti persidangan demi persidangan kasus ini. Ia mendengar bahwa Hartati tidak tahu menahu soal pemberian dana Rp 2 miliar yang menurut jaksa untuk memuluskan perijinan perkebunan kelapa sawit.

"Yang saya ketahui, saksi-saksi yang dihadirkan JPU menyatakan uang itu tidak terkait surat menyurat, melainkan untuk mengamankan lahan dari gangguan keamanan dan sebagai bantuan pilkada. Tidak ada saksi yang menyebut itu untuk suap perizinan lahan," demikian Imam Anshori. [ysa]

Tidak ada komentar: