Ahmad Toriq - detikNews
Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) menyebut sebanyak 69,7 % anggota DPR terindikasi
korupsi. PPATK diminta menindaklanjuti temuan yang dimiliki dengan
menyerahkan data anggota DPR yang terindikasi korupsi ke KPK.
"Saya
prinsip dasarnya setuju data yang dicurgiai PPATK itu diserahkan ke
penegak hukum untuk ditindaklanjuti, bisa ke KPK, polisi atau kejaksaan.
Bagaimana pun pemberantasan korupsi harus didukung," kata anggota
Komisi III DPR, Buchori Yusuf, saat berbincang dengan detikcom, Senin
(7/1/2012).
Politikus PKS itu mengatakan PPATK sebaiknya
mengurangi kegaduhan dengan segera menyerahkan data yang dimiliki ke
penegak hukum. Buchori juga menyarankan agar PPATK tak tergesa-gesa
membuka data itu ke publik.
"Data di PPATK itu data yang sangat
mentah, kalau dipublikasi malah tidak tepat, karena datanya masih mentah
dan bisa saja tidak akurat. Saya menyarankan agar PPATK menyerahkan ke
penegak hukum," ujarnya.
Meski demikian, Buchori meminta PPATK ke
depannya untuk lebih hati-hati mengumbar isu ke publik. Terlebih isu
itu berasal dari data mentah yang masih jauh dari pembuktian.
"PPATK
itu adalah salah satu instrumen pemerintah dalam bidang intelijen
keuangan. Jadi kalau di PPATK itu data atau hasil kajiannya masih
mentah. Jadi itu tidak selalu maknanya ada korupsi dan bukan kewenangan
PPATK membeberken data yang sifatnya intelijen," tandasnya.
Sebelumnya,
dalam riset PPATK pada semester II tahun 2012 dengan fokus utama
terkait korupsi dan pencucian uang oleh anggota legislatif, menyebutkan
sebanyak 69,7 persen anggota legislatif terindikasi tindak pidana
korupsi. Lebih dari 10 persen di antaranya adalah ketua komisi.
Dari
35 modus yang digunakan, modus paling dominan adalah transaksi tunai
yang terdiri dari penarikan tunai sebanyak 15,59 persen dan setoran
tunai sebanyak 12,66 persen.
"Jadi kita ada dua fokus pada uang
tunai yaitu pembatasan nilai nominal dan travel cheques yang digunakan
untuk suap," kata Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso, di Kantor PPATK,
Jalan H Juanda, Jakarta Pusat, Rabu (2/1/2013).
Jika melihat dari
periode jabatan, periode 2009-2004 terindikasi dugaan tindak pidana
korupsi lebih banyak (42,7 persen) dibanding periode 2001-2004 (1,04
persen). Namun Agus mengklaim hasil di kedua periode tersebut tidak
dapat dibandingkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar