Jakarta (ANTARA
News) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tengah
menyusun Rancangan Undang-undang Perampasan Aset yang memungkinkan aset
seseorang dirampas tanpa orang tersebut dihukum lebih dulu.
"Kami tengah menyiapkan UU Perampasan Aset, jadi aset tersebut bisa
dirampas tanpa orang itu dihukum lebih dulu, saat ini draft sudah dibawa
ke Kementerian Hukum dan HAM, lalu akan diteruskan ke Presiden dan baru
ke parlemen," kata Ketua PPATK Muhammad Yusuf dalam Refleksi Akhir
Tahun 2012 PPATK di Jakarta, Rabu.
Yusuf menjelaskan bahwa perampasan aset dimungkinkan untuk dilakukan
dalam Undang-undang No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Di UU TPPU pada kemungkinan perampasan, misalnya ada kiriman uang
dari `hamba Allah` uang itu tidak bisa diusut karena orangnya tidak ada,
dan berdasarkan di pasal 67, perampasan dimungkinan," ungkap Yusuf.
Pasal 67 ayat 1 menyebutkan bahwa Dalam hal tidak ada orang dan/atau
pihak ketiga yang mengajukan keberatan dalam waktu 20 (dua puluh) hari
sejak tanggal penghentian sementara Transaksi, PPATK menyerahkan
penanganan Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan
hasil tindak pidana tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan.
Sedangkan pada ayat ke-2 menyatakan Dalam hal yang diduga sebagai
pelaku tindak pidana tidak ditemukan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari,
penyidik dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk
memutuskan Harta Kekayaan tersebut sebagai aset negara atau dikembalikan
kepada yang berhak.
"Transaski yang mencurigakan itu misalnya seseorang yang hidup dan
bekerja di Indonesia tapi mendapatkan gaji dalam mata uang dolar atau
memiliki pekerjaan dengan gaji dengan sekian tapi pendapatannya lebih
besar," tambah Yusuf.
Wakil Ketua PPATK Agus Santoso seusai acara tersebut mengatakan
bahwa untuk sementara Mahkamah Agung perlu mengeluarkan keputusan
terkait perampasan aset itu.
"Dibutuhkan Peraturan MA untuk perampasan, modus `hamba Allah ini
cukup banyak di dalam rekening tapi memang jumlahnya kecil-kecil," kata
Agus.
PPATK menurut Agus belum menghitung secara keseluruhan transaksi yang mengatasnamakan "hamba Allah".
"Belum sampai melihat sampai jumlahnya, tapi sudah ada beberapa bank yang menunda transaksinya karena hal itu," tambah Agus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar