Salmah Muslimah - detikNews
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang
gugatan UU Peradilan Anak dengan agenda mendengarkan keterangan ahli.
Guru Besar Universitas Padjajaran (Unpadj) Bandung, Prof Romli
Atmasasmita mengatakan UU tersebut bertentangan dengan konvensi kode
etik hakim internasional atau dikenal Bangalore Principles.
Menurutnya,
UU No 12/2012 tentang Sistem Peradilan Anak (SPPA) dianggap sejalan
dengan ketentuan konvensi anak. Namun konveksi anak hanya bersifat
regulatif semata.
"Tidak ada satupun ketentuan konvensi tersebut
yang mewajibkan setiap negara untuk menjatuhkan sanksi pidana terhadap
aparatur hukum yang telah melaksanakan kewajiban memberikan perlindungan
terhadap anak yang melakukan tindak pidana," kata Romli saat memberikan
keterangan ahli di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta,
Rabu (9/1/2012).
Romli mengatakan, konvensi hanya meletakan
kewajiban setiap negara untuk menyusun UU nasional sesuai dengan maksud
dan tujuan serta konsisten dengan konvensi tersebut. Dalam konteks ini
maka implementasi setiap konvensi internasional termasuk Konvensi Hak
Anak dan kesepakatan internasional lainnya tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan konvensi internasional. Salah satunya seperti Bangalore
Principles.
"Hasil kesepakatan konvensi Bangalore tidak ada sama
sekali berkehendak untuk memberikan ancaman hukuman atau sanksi pidana
terhadap pelaku kekuasaan kehakiman termasuk hakim kecuali sanksi
pelaggaran kode etik," ucap Romli.
Bangalore Principles berisi
enam prinsip penting yang menjadi kode etik dan perilaku hakim di dunia
yang dihasilkan dalam konperensi internasional di Bangalore pada tahun
2001. Keenam prinsip yang disepakati itu yaitu independensi (independence), ketidakberpihakan (impartiality), integritas (integrity), kepantasan dan sopan santun (propriety), kesetaraan (equality), kecakapan dan keseksamaan (competence and diligence).
Sebelumnya,
para hakim mengajukan judicial review UU No 11/2012 karena merasa UU
tersebut bisa mengkriminalisasi hakim. Sebab, salah satu pasal di UU
tersebut, memuat sanksi penjara dan denda senilai ratusan juta rupiah,
jika para hakim berbuat kesalahan dalam dunia peradilan anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar