Salmah Muslimah - detikNews
Jakarta - Munculnya UU Peradilan Anak yang bisa
menjebloskan hakim ke penjara karena salah memutus membuat para hakim
resah. Sebab, dengan adanya UU tersebut hakim akan merasa ketakutan
dalam memutus perkara.
Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Bagir Manan mengatakan hakim tidak boleh dibebani dengan hal-hal semacam itu.
"Hakim
atau majelis tidak boleh memikul konsekuensi tertentu seperti ancaman
pidana dalam atau ketika menjalankan fungsi yudisialnya," kata Bagir
saat memberikan keterangan ahli di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka
Barat, Jakarta, Rabu (9/1/2013).
Menurutnya, dalam tradisi
demokrasi menghormati dan menjamin kebebasan hakim merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari menjunjung tinggi hukum. Namun, hal tersebut
tidak diartikan hakim tidak dapat salah dalam memutus perkara.
"Dapat
saja ada kesalahan ketika mengadili, tetapi hakim tidak dapat memikul
suatu konsekuensi atas putusannya. Di sinilah makna putusan hakim tidak
dapat diganggu gugat," ucap Guru Besar Universitas Padjajaran (Unpadj)
ini.
Bagir mengatakan, putusan hakim hanya dapat dikoreksi kalau
secara nyata ada kesalahan fakta hukum yang dipergunakan, kesalahan
orang, kesalahan penggunaan kaidah hukum yang diterapkan.
"Atau
kesalahan mengartikan hukum yang diterapkan, sehingga menimbulkan
kerugian atau ketidakadilan bagi pencari keadilan," ujar Bagir.
Seperti
diketahui, para hakim mengajukan judicial review UU No 11/2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak karena merasa UU tersebut bisa
mengkriminalisasi hakim. Dalam UU itu memuat sanksi penjara dan denda
senilai ratusan juta rupiah jika para hakim berbuat kesalahan dalam
dunia peradilan anak.
Uji materi UU ini diajukan oleh Ketua Umum
Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Mohammad Saleh. Mereka meminta MK
meghapus pasal 96, pasal 100, dan pasal 101 yang dianggap
mengkriminalisasi para hakim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar