TEMPO.CO , Jakarta:
Bank Indonesia siap melakukan intervensi untuk menstabilkan nilai tukar
rupiah jika diperlukan. »Kami selalu ada untuk menjaga supaya nilai
tukar rupiah tetap berada dalam fundamental ekonomi,” kata Gubernur Bank
Indonesia Agus Martowardojo sebelum rapat dengan Menteri Keuangan
Chatib Basri di kantor Kementerian Keuangan, Rabu, 21 Agustus 2013.
Bentuk intervensi BI, kata Agus, bisa berupa pembelian surat utang negara. »Pembelian ini jika dulakukan dapat menstabilkan nilai tukar rupiah,” ujarnya. Tekanan terhadap rupiah ini tidak terlepas dari tekanan di pasar modal. »Kami terus mewaspadai kondisi ini,” ujarnya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan merumuskan kebijakan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah dan indeks saham yang terus melemah. Presiden menargetkan pada Jumat, 23 Agustus pagi besok pemerintah sudah bisa mengumumkan paket kebijakan ekonominya.
Agus menekankan adanya pengaruh faktor eksternal yang membuat nilai tukar rupiah terus anjlok. Rencana Amerika Serikat yang akan menurunkan stimulus moneter pada September sebagai penyebab kondisi pasar tidak stabil. »Itu berdampak ke negara lain, terutama negara berkembang seperti Indonesia.”
Terkait defisit neraca transaksi berjalan, Bank Indonesia akan merespons dengan instrumen-instrumen yang dimiliki. Bentuknya berupa bauran kebijakan termasuk kebijakan macro-prudential.
Hingga kuartal II-2013, neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit hingga 4,4 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). BI menargetkan di kuartal III-2013 ini, defisit neraca pembayaran Indonesia bisa menguat kembali di level 2,7 persen dari PDB.
Selain berupaya menyehatkan neraca pembayaran, BI berusaha mengendalikan inflasi. »Yang penting adalah menjaga agar stabilitas keuangan selalu terjadi, sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi berjalan berkesinambungan,” Agus menjelaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar