Idham Khalid - detikNews
Jakarta - Agus memasukkan barang dagangannya yang masih
tersisa ke dalam beberapa kardus di sebuah rumah kontrakan di bantaran
Waduk Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (28/8) menjelang
siang. Lanjutan program normalisasi Waduk Pluit yang dilakukan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Kamis (22/8) lalu telah
meluluhlantakkan warung sembako miliknya.
Akibat penggusuran
tersebut, Agus menyewa sebuah rumah kontrakan bersifat sementara tak
jauh dari batas penggusuran untuk menyimpan barang-barang miliknya
sembari mencari kontrakan yang sekaligus dapat dijadikan sebagai warung.
“Ini
saya kontrak cuma seminggu, sekarang mau pindah ke tengah (masih di
Muara Baru yang belum kena gusuran),” ujar Agus yang ditemui detikcom,
Rabu lalu.
Bagi Agus menyewa rumah kontrakan merupakan pilihan
yang lebih realistis dari pada harus direlokasi ke rumah susun sewa
sederhana Marunda. Sulitnya lapangan pekerjaan menjadi alasannya untuk
memilih tidak menerima direlokasi ke rusun Marunda. “Di sana mau kerja
apa, yang kemarin pada pindah ke sana (rusun Marunda) aja banyak yang
balik lagi,” kata dia.
Pascapenggusuran tersebut, warga yang
mengatasnamakan warga RT 19/17 Muara Baru dengan didampingi Perhimpunan
Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (KontraS) pada Selasa (27/8) melaporkan Kesatuan Polisi
Pamong Praja beserta Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Joko
Widodo (Jokowi) dan Basuki T. Purnama (Ahok) ke Kepolisian Daerah Metro
Jaya menyusul adanya pembongkaran rumah warga secara paksa dalam laporan
resmi nomor TB/2914/VIII/2013.
Namun, pria asal Madura, Jawa
Timur, ini mengaku sama sekali tidak merasa dan tidak mengetahui ada
laporan yang mengatasnamakan warga melaporkan Satpol PP, Jokowi dan Ahok
tersebut. “Saya tidak tahu ada laporan itu, emang dilaporkan ya?”
ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar