Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Putusan peninjauan kembali (PK) yang
melepaskan koruptor Rp 369 miliar Sudjiono Timan membuat suasana
kebatinan Mahkamah Agung (MA) tergoncang. Hakim agung Prof Dr Gayus
Lumbuun tegas menyatakan putusan tersebut cacat.
"Putusan PK
Sudjiono Timan batal demi hukum dan bisa diajukan kembali sesuai KUHAP,"
kata Gayus saat berbincang dengan detikcom, Senin (26/8/2013).
Dalam
persidangan permohon PK ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN
Jaksel) sebagai pengadilan asal dengan jelas terungkap bahwa Timan tidak
hadir dan dalam status daftar pencarian orang (DPO). Pengajuan PK hanya
dihadiri oleh kuasa hukum dan istrinya. Hal ini bertentangan dan Pasal
263 dan Pasal 268 KUHAP.
"Maka putusan hakim bisa batal demi hukum atau putusan tersebut dianggap tidak pernah ada atau never existed," cetus Gayus.
Sebagai
lembaga pengawas tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan, maka MA
diminta Gayus untuk membentuk tim eksaminasi terhadap penerapan hukum
acara pada putusan Timan. Tetapi bukan mengeksaminasi substansi
perkaranya yang menjadi wilayah independensi majelis hakim.
"Apabila
ternyata pada putusan PK tersebut terjadi kesalahan penerapan hukum
acara seperti apa yang diatur pd Pasal 263 dan 268 KUHP, termasuk
penerapan Surat Edaran MA (SEMA) No 1/2012 yang merupakan revisi
terhadap SEMA sebelumnya," papar Gayus selaku pribadi.
Menurut
Gayus, tentu SEMA yang bersifat aturan internal MA tidak boleh mereduksi
ketentuan UU atau pun menambah norma baru yang bertentangan dengan
pasal-pasal UU yang telah ada yaitu KUHAP untuk dilaksanakan oleh
majelis hakim. Di mana dasar Putusan hakim harus menggunakan hukum
formil dan hukum materiil yang keduanya sama-sama bersifat imperatif
atau memaksa hakim dalam memutus sebuah perkara.
"Oleh karenanya
pelanggaran terhadap ketentuan KUHAP sebagai hukum formil merupakan
pelanggaran putusan oleh hakim yang bisa mengakibatkan batal demi hukum
putusan tersebut," pungkas guru besar Universitas Krisnadwipayana ini.
Timan
mengkorupsi uang negara di BUMN PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia
(BPUI) sehingga negara mengalami kerugian keuangan sekitar Rp 120 miliar
dan USD 98,7 juta.
Timan dilepaskan oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 2002 lalu. Lantas jaksa kasasi dan
dikabulkan MA. Pada 3 Desember 2004 MA mengganjar Timan dengan hukuman
15 tahun penjara dan membayar uang pengganti ke negara Rp 369 miliar. Di
tingkat PK, Timan kembali lepas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar