Indra Subagja - detikNews
Jakarta - Golf bagi segelintir pejabat pemerintah sudah
menjadi gaya hidup. Tak bonafid kalau tak main golf. Bahkan bisa sampai
ditertawakan. Karenanya tak sedikit, banyak diantara mereka yang
bersusah payah memenuhi berbagai peralatan golf yang mahal.
"Saya
kira kode etik pimpinan KPK perlu dicontoh yang melarang pimpinan KPK
bermain golf," kata mantan anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas
Achmad Santosa saat berbincang, Selasa (27/8/2013).
Pria yang
akrab disapa Ota ini tak melarang olahraga golf. Silakan saja siapapun
main. Tapi khusus pejabat atau penyelenggara negara, baiknya memikirkan
masak-masak.
"Pertama, peralatan golf dan keanggotaan mahal dan
membuat pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak terjangkau secara
ekonomis. Dan eksklusifitas ini membuka peluang gratifikasi dan suap
secara terselubung," terang Ota yang pernah menjadi Plt pimpinan KPK
ini.
Golf juga dikenal masyarakat sebagai olahraga kelas atas.
Seorang penyelenggara negara yang gajinya dibayari rakyat sepertinya tak
etis bila enak-enakan mengayun stik golf di lapangan.
"Kedua,
karena eklusifitas arena golf yang hanya dinikmati high end class, maka
pada umumnya ajang ini digunakan lobi-lobi antara pengusaha, makelar
proyek, dan pejabat pengambil keputusan," tutupnya.
Golf ini
kembali menjadi perbincangan. Adalah Rudi Rubiandini yang menjadi
tahanan KPK yang buka suara. Mantan Kepala SKK Migas ini mengaku
kasusnya dimulai karena golf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar