Mega Putra Ratya - detikNews
Jakarta -
Bersahaja. Itu kata pertama yang terucap ketika melihat sosok Boediono,
Wakil Presiden ke-11 RI. Pembawaannya yang kalem tidak berubah dari
sebelum menjabat, hingga purna tugas.
Perannya sebagai pendamping
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada periode 2009-2014 jarang disorot
publik. Bahkan seolah dilupakan. Irit bicara, cenderung pendiam membuat
media juga kurang tertarik untuk meliputnya.
Sosok Boediono
lebih banyak dibicarakan tentang isu seputar hukum yang jauh dari bidang
yang dikuasainya, ekonomi. Padahal, di balik hingar bingar itu,
Boediono menyimpan kepribadian yang luar biasa.
detikcom
berkesempatan menyambangi kediaman Boediono di Kompleks Bappenas,
Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Berkemeja lengan pendek, Boediono
menyapa kami dengan ramah.
"Apa kabar dek?" tanya pria yang akrab disapa Pak Boed itu.
Tidak
lama, Herawati keluar dari kamarnya dan ikut bergabung bersama kami.
Keduanya kemudian duduk berdampingan di sebuah sofa sederhana.
Pria
yang lahir di Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943 ini bercerita ini
waktunya lebih banyak bersama anak dan cucunya. Selain itu, Boediono
juga rutin berolahraga jogging hingga fitnes.
"Saya ikut fitnes seminggu 3 kali, di BI (Bank Indonesia), ada kelompok mantan-mantan BI. Kadang jogging di monas," tuturnya.
Sementara itu Herawati kini juga masih rutin berolahraga tenis. Selain
itu, wanita berkacamata ini mengaku punya waktu banyak mengurus rumah
tangga, termasuk memasak untuk sang suami. Hera bercerita juga tentang
makanan favorit Pak Boed.
"Yang seger-seger. Nggak aneh-aneh kok
dia, gampang, dikasih apa saja mau, nggak rewel. Sayur-sayuran, kaya
pecel, kalau di Yogya, lotek," cerita Herawati.
Gelar Tak Pernah Dipakai
Staf Pribadi Boediono, Nopen, mengungkapkan kekagumannya kepada sosok
wakil presiden ke-11 RI ini. Nopen yang ikut bersama Boediono sejak
berkantor di Istana Wapres ini mengaku tidak pernah diperintah selain
dengan cara yang sangat halus.
"Beliau pantang perintah atau
minta tolong, misalnya kalau perlu apa-apa 'Mas saya boleh minta tolong
nggak, begini begini.. bagusnya bagaimana, saya ikut,'" tutur Nopen.
Nopen
juga bercerita soal sosok Boediono yang sederhana dalam segala hal.
Boediono enggan menggunakan fasilitas negara, terlebih untuk kepentingan
pribadi.
Boediono, di mata Nopen juga sosok yang selalu menepati
janji. Bahkan Boediono selalu hadir satu jam lebih awal dari waktu yang
sudah dijadwalkan.
Nopen ingat betul pesan dari mantan Gubernur
BI itu kepadanya soal jabatan dan gelar. Selama ini, lanjut Nopen,
Boediono tidak pernah mencantumkan gelarnya pada nama. Padahal sederet
gelar mulai dari master ekonomi hingga profesor sudah disandangnya.
Seharusnya,
Boediono memiliki deretan gelar seperti berikut: Profesor Dr Boediono
M, Ec. Dia menyelesaikan gelar sarjana di Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta. Setelah itu gelar Bachelor of Economics (Hons.) diraihnya
dari Universitas Western Australia pada tahun 1967. Lima tahun kemudian,
gelar Master of Economics diperoleh dari Universitas Monash. Pada tahun
1979, ia mendapatkan gelar S3 (Ph.D.) dalam bidang ekonomi dari Wharton
School, Universitas Pennsylvania.
"Pernah nggak gelarnya
dicantumkan di nama? Beliau paling tidak berkenan. "Itu tidak saya bawa
mati" kata Nopen menuturkan ucapan Boediono.
Sementara itu, Kapten CPM Rosidi, anggota Grup D Paspampres yang
bertugas mengawal Boediono bercerita soal pengawalan mantan orang nomor
dua di negeri ini. Terkadang, Boediono di saat-saat tertentu, tidak
ingin terlalu ketat dikawal oleh paspampres.
"Beliau mengarahkan
ke kami untuk berperilaku sederhana. Yang paling mendasar dari beliau
adalah jangan merepotkan orang lain. Itu yang sangat digarisbawahi,"
kata Rosidi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar