Pewarta: Ade Irma Junida
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal
Ramli menyiapkan tujuh langkah pemangkas masa tunggu bongkar muat
(dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok.
Pembenahan itu meliputi perbaikan arus barang, sistem teknologi
informasi, hingga pemberantasan mafia yang selama ini bermain, katanya
melalui rilis yang diterima di Jakarta, Senin.
"Saya dan tim sudah mempelajari masalah yang terjadi di Pelabuhan
Tanjung Priok. Masalahnya memang cukup rumit. Terlalu banyak pihak yang
berkepentingan. Insya Allah pekan depan kami mulai benahi. Dengan izin
Allah dan kerja keras kita semua, Tanjung Priok bisa kita benahi hingga
menjadi pelabuhan internasional yang efisien dan berdaya saing tinggi,"
katanya.
Rizal menuturkan, langkah pembenahan itu yakni memperbanyak jalur hijau
bagi barang-barang ekspor impor yang telah memenuhi syarat dan ketentuan
yang berlaku.
Untuk jalur merah bagi barang yang dicurigai bermasalah, akan ditekan sampai pada tingkat paling minimal.
Ia mengatakan kementeriannya akan menjalin koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.
"Kedua, yaitu dengan meningkatkan biaya denda bagi kontainer yang telah melewati masa simpan di pelabuhan," ucapnya.
Menurut dia, selama ini tarif denda yang berlaku sangat rendah, yaitu hanya Rp27.500 per hari per kontainer seukuran 20 kaki.
Akibatnya, sebagian pengusaha lebih suka "menyimpan" barangnya di
pelabuhan ketimbang membayar sewa gudang di luar pelabuhan yang jauh
lebih mahal.
"Ketiga, kami akan membangun jalur rel kereta api sampai ke lokasi
loading dan uploading peti kemas. Di negara-negara maju, akses jalur rel
kereta api memang sampai ke pelabuhan," lanjutnya.
Menurut Rizal, dengan akses kereta api ke pelabuhan, maka arus barang
akan lebih cepat dan murah serta mengurangi beban jalan dan kemacetan
lalu lintas.
Kendati diakui rencana tersebut akan berbenturan dengan banyak pihak
yang mengambil keuntungan, ia bertekad untuk tetap merealisasikan
rencana itu.
"Sebab kalau kondisi sekarang dibiarkan berlanjut, maka Tanjung Priok
akan terus didera persoalan yang sama dengan keruwetan dan kerumitan
yang makin ekskalatif," imbuhnya.
Langkah selanjutnya, yaitu meningkatkan sistem teknologi informasi dalam pengelolaan terminal peti kemas.
Peningkatan sistem teknologi informasi dinilainya mempermudah pengusaha
karena bisa dengan mudah mengetahui posisi peti kemas secara detil dan
akurat. Dengan demikian, proses penanganan dan relokasi peti kemas bisa
dilakukan dengan cepat dan murah.
"Kelima, sudah saatnya Tanjung Priok menambah kapasitas crane (derek).
Jumlah yang ada saat ini sudah tidak memadai, sehingga kurang memberi
daya dukung," katanya.
Rizal juga mengatakan, perlu dilakukan penyederhaan peraturan dan perizinan yang berlaku di pelabuhan.
Untuk itu, pihaknya akan menjalin koordinasi dengan pihak-pihak terkait,
seperti Kementerian Perdagangan, PT Pelindo II, Kementerian Pertanian,
Badan Karantina, Ditjen Bea & Cukai, Kepolisian, TNI Angkatan Laut,
dan lainnya.
"Yang tidak kalah penting, kami juga akan memberantas mafia yang selama
ini bermain di pelabuhan. Mereka inilah yang secara langsung maupun
tidak langsung telah membuat Tanjung Priok menjadi pelabuhan yang
lamban, tidak efisien, dan berbiaya tinggi," ungkapnya.
Rizal juga mengaku tak gentar jika harus berhadapan dengan "backing" para mafia tersebut.
"Saya sadar betul risikonya pasti ada. Saya siap menghadapi siapapun
mereka. Itulah sebabnya saya menggandeng KSAL bahkan Panglima TNI untuk
memberantas para mafia," ujarnya.
Sebelumnya, pada sidang kabinet pekan silam, Presiden Joko Widodo
meminta Menko Kemaritiman untuk membenahi "dwelling time" di Pelabuhan
Tanjung Priok.
Presiden Jokowi menargetkan "dwelling time" maksimal hanya empat hari
sampai akhir Oktober 2015 dari sekitar enam hari saat ini. Di Singapura,
waktu bongkar muat barang di pelabuhan hanya memerlukan satu hari
sedangkan di Malaysia, berkisar dua-tiga hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar