JAKARTA - Pakar Sosiologi
Hukum Pidana dari Universitas Gadjah Mada, Profesor Nurhasan Ismail
mengatakan dalam masa transisi otoriter ke demokrasi memang selalu
diikuti dengan banyak badan-badan yang dibentuk.
"Tujuannya untuk mensuport lembaga yang
sudah ada. Dalam konteks pemberantasan korupsi, sinergitas ini yang
belum terjadi. Polri, Jaksa dan KPK jalan masing-masing," kata Nurhasan
Ismail, dalam diskusi "Menimbang Eksistensi KPK", di Jakarta, Kamis
(20/8).
KPK itu lanjutnya, lembaga khusus dalam rangka menindak perilaku korupsi khusus yang dilakukan aparat penegak hukum.
"Dengan alasan itu KPK oleh undang-undang
diberi tugas lima hal, yakni koordinator, supervisi,
penyelidikan/penyidikan, pencegahan dan penuntutan," ujarnya.
Di antara lima tugas KPK itu, menurut Nurhasan, hingga kini KPK tidak melaksanakan tugas koordinator.
"Fungsi koordinasi KPK tidak jalan. Empat lainnya terlihat ada," jelasnya.
Demikian juga hal dengan cara menghitung potensi kerugian negara terhadap satu tindak pidana korupsi.
"Mestinya KPK harus bekerjasama dengan BPK
dan jaksa. Kenyataannya, KPK menghitungnya sendiri. Ini bahagian dari
pentingnya KPK berkoordinasi dengan lembaga-lembaga negara. Jangan jalan
sendiri," pungkasnya.(fas/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar