SRAGEN - Pelemahan
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sungguh menghantam pengusaha tahu
tempe. Puluhan pengusaha tahu dan tempe di Kabupaten Sragen terancam
bangkrut.
Ini menyusul kenaikan harga kedelai dari
Rp 6.500 menjadi Rp7.500 per kilogram, sejak dua pekan terakhir. Hal
ini akibat naiknya dolar, sementara kedelai harus impor dari Amerika.
Purwanto, salah satu pengusaha tahu di
Desa Teguhan, Kecamatan Sragen menambahkan, kenaikan harga kedelai
sangat memukul pemilik industri pembuatan tahu di kampungnya. Padahal
hampir 90 persen warga di kampungnya bekerja sebagai pengrajin dan
penjual tahu.
Akibat mahalnya harga kedelai tersebut, ia mengaku menyiasati produksi , dengan mengurangi ukuran cetakan tahu.
“Kalau jumlah produksi tidak kami kurangi, beban biaya yang harus kami tanggung terlalu berat,” tutur Purwanto, kemarin.
Dikatakan Purwanto, saat ini pihaknya
hanya berani mengolah 1 kwintal kedelai yang menghasilkan 3 ribu buah
tahu. Dari biaya produksi yang dikeluarkan Rp 1 juta per hari mampu
menghasilkan Rp 1,5 juta per hari. Namun dengan melonjaknya harga
kedelai, omset turun hingga 35 persen.
“Kami harap pemerintah segera menggelar
operasi pasar, atau paling tidak pemerintah mengupayakan agar
ketersediaan kedelai tercukupi. Sebab selain harga kedelai mahal,
keberadaanya juga mulai sulit didapatkan," ujarnya.
Giyem (60), pengusaha tempe di Desa
Pelemgadung, Kecamatan Karangmalang mengatakan, kenaikan harga kedelai
berimbas terhadap proses produksi tempe. Sebelumnya setiap kali produksi
dirinya mampu membeli dan menghabiskan kedelai sebanyak satu kwintal
per hari. Namun saat ini ia hanya mampu membeli kedelai sebanyak 50 kg
per hari. (ars/sam/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar