RMOL.Pertamina akan menutup Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang terbukti menyimpang dan melakukan penyelundupan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi.
Tindakan tegas tersebut dilakukan untuk menjaga kuota BBM bersubsidi supaya tidak terus membengkak.
Direktur Niaga dan Pemasaran PT Pertamina Djaelani Sutomo menegaskan, pihaknya akan menindak tegas SPBU nakal dengan menghentikan pengiriman BBM.
“SPBU nakal sementara kami stop dulu. Kalau hanya ada satu SPBU, kami akan mengambil alih operasinya. Tapi jika banyak, SPBU kita akan tutup,” tegasnya.
Untuk itu, Djaelani menyatakan, Pertamina bekerja sama dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) untuk mengatasi penjualan pengecer BBM bersubsidi.
“Bisa jadi ada kongkalikong antara SPBU dan pengecer. Tapi, ada juga SPBU yang dipaksa untuk melayani pengecer, ini kami belum dapat jawaban pasti apakah dilarang atau dihidupkan,” tutur Djaelani.
Selain itu, menurutnya, masih ada kecenderungan di wilayah tambang atau industri yang mengisi BBM di SPBU. Itu menyebabkan antrean menjadi panjang. Padahal, industri tidak diperbolehkan menggunakan BBM subsidi.
“Sekarang banyak kebutuhan untuk industri yang menggunakan premium. Mereka mengisinya di SPBU,” katanya.
Terjadinya kelangkaan stok premium di beberapa wilayah, menurut Djaelani, juga diakibatkan kemungkinan penyelundupan atau penyelewengan.
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, jika terjadi kelangkaan BBM subsidi, pihaknya akan menggelontorkan tambahan. Namun, penambahan kuota itu harus ada landasan hukumnya. Oleh karena itu, dia meminta dukungan dari DPR.
Vice President Corporate Communication Pertamina M Harun menambahkan, stok BBM yang dimiliki Pertamina adalah 3,3 juta kiloliter. “Jadi tidak perlu terjadi kelangkaan,” tukasnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon mendukung Pertamina menindak tegas SPBU yang melakukan penyimpangan. Namun, menurutnya, over kuota sekarang disebabkan pemerintah menetapkan kuota BBM bersubsidi tidak sesuai dengan realisasi.
“Pemerintah selalu mengajukan kuota BBM di bawah realisasi, sehingga selama dua tahun berturut-turut pemerintah sendiri yang harus membayar kelebihan kuota tersebut,” paparnya.
Ia juga menyayangkan Pertamiuna yang hanya mengiyakan saja. “Harusnya Pertamina bisa memberi masukan kepada pemerintah soal kuota BBM yang tepat,” ujar Effendi.
Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldy menyatakan, Pertamina harus lebih transparan melaporkan penggunaan subsidi dalam triwulan I-2011.
“Kita tidak ingin subsidi yang diberikan untuk BBM bagi khalayak yang kurang mampu, digunakan untuk membiayai aksi korporasi Pertamina yang tidak menguntungkan,” tegasnya.
Data itu diperlukan agar DPR bisa menentukan besaran subsidi yang efektif. Pasalnya, saat ini terjadi antrean dan kelangkaan BBM di Bangka dan Pontianak.
Direktur Eksekutif Indonesia Monitoring Center Supriansa meminta Pertamina membuktikan ancamannya tersebut. Menurutnya, jangan sampai ancaman penutupan SPBU bermasalah hanya sekadar gertakan.
“Jika SPBU itu terbukti melakukan pelanggaran, Pertamina harus berani menindaknya, siapapun pemiliknya. Jangan cuma gertak sambal,” katanya.
Menurut Supriansa, penyimpangan BBM bersubsidi paling banyak terjadi di wilayah tambang dan di industri. Hal itu terbukti dengan banyak terjadinya kelangkaan BBM di daerah tersebut.
Untuk diketahui, saat ini realisasi penggunaan premium selama kuartal I sudah mencapai 101,6 persen atau 5,8 juta kiloliter dari kuota kuartal I sebesar 5,7 juta kiloliter.
Sedangkan penggunaan solar kuartal I sudah mencapai 102,4 persen atau 3,3 juta kiloliter dari kuota yang ditetapkan sebesar 3,2 juta kiloliter. [RM]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar