BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 16 Desember 2011

Tersangka Kasus Suap Jaksa Sistoyo Bakal Nambah

RMOL. Orang-orang yang diduga terlibat kasus suap terhadap jaksa Sistoyo, tapi belum jadi tersangka, boleh jadi sedang deg-degan. Soalnya, kemungkinan mereka menjadi tersangka, terbuka lebar.
Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo tidak menutup kemungkinan, ter­sang­ka perkara ini bakal bertambah. Penambahan tersangka itu, lan­jutnya, tergantung hasil penyi­di­kan dan adanya dua alat bukti. “Terbuka kemungkinan ada ter­sangka baru. Kita tunggu saja proses penyidikannya.”
Yang pasti, hingga kemarin, KPK telah mengorek keterangan 12 saksi kasus suap Sistoyo. Kemarin, saksi yang diperiksa KPK bertambah tiga orang, yakni Bambang Supriyadi dari pihak swasta, hakim anggota Penga­di­lan Negeri (PN) Cibinong Ema­nuel Ari dan hakim anggota PN Cibinong Agustina Diah.
Sebelumnya, KPK telah me­minta keterangan sembilan saksi, yakni Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Cibinong Suripto Wido­do, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Cibinong Viva Haru Rus­taman, panitera PN Cibinong Aster Simamora, jaksa Kejaksaan Agung Ronie Rumidarwati, jaksa Kejari Cibinong Epiyarti, penga­cara Charles, office boy Kejari Ci­binong Muslich, karyawati Te­guh Werdiningsih dan ibu rumah tangga Gerda Herawati.
“Baru itu yang diperiksa KPK sejak penangkapan,” ujar staf hu­mas KPK Irsyad Prakasa Pra­wi­radilaga kepada Rakyat Merdeka, Selasa (13/12).
Kemarin, KPK juga mela­ku­kan penggeledahan di ruang kerja Ketua Pengadilan Negeri Cibi­nong Sudaryadi dan dua ruangan hakim lainnya. “Ada peng­ge­le­da­han di Cibinong,” ujar Johan Budi.
Hakim anggota PN Cibinong Emmanuel Ari Budiharjo me­nga­kui penggeledahan itu. Dia juga mengakui sebagai salah seorang hakim yang akan menyidangkan kasus Edward.
“Semua majelis hakim yang akan menyidangkan perkara Ed­ward M Bunjamin, termasuk saya dipanggil KPK,” ujar Em­manuel se­saat sebelum pergi ke kantor KPK memenuhi pang­gilan pe­nyi­dik kasus suap jaksa Sistoyo ini.
Selain Emmanuel, hakim yang juga akan diperiksa KPK adalah Ketua PN Cibinong Sudaryadi dan anggota hakim lainnya Agus­tina Dyah P. Mereka adalah ma­jelis hakim yang menyidangkan kasus penggelapan dan penipuan dengan terdakwa Edward M Bu­nyamin, Direktur Utama PT Dar­marindo Abadi Lestari. Peng­gela­pan itu senilai Rp 5,6 miliar.
Emmanuel yang juga Humas PN Cibinong itu, mengaku akan memberikan keterangan apa ada­nya. Soal kemungkinan terlibat dalam kasus suap yang dilakukan terdakwa Edward, dia mengata­kan, “Kami tidak mau menyikapi tu­dingan itu. Kami serahkan ke Mah­kamah Agung,” kata Emanuel.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Ef­fendy menelisik dugaan keter­li­batan atasan Sistoyo dalam per­kara ini. Menurut Marwan, jika terbukti ikut permainan itu, maka Kajari Cibinong Suripto Widodo segera direko­me­n­da­si­kan untuk dipecat.
Suripto memang belum dipe­cat. Namun, menurut Wakil Jaksa Agung Darmono, Suripto sudah di­copot dari jabatan Kajari Ci­binong. “Sistoyo sudah diber­hen­tikan sementara. Pimpinannya, Kajari Cibinong sudah dicopot dari jabatannya, sekarang sudah menjadi jaksa biasa saja,” ujar Darmono ketika dihubungi Rak­yat Merdeka, Selasa lalu.
Sebagai Kajari, menurut Jam­­­was Marwan Effendy, Su­ripto memiliki tanggung jawab un­tuk melakukan pengawasan dan proaktif menjaga korpsnya dari perbuatan-perbuatan me­lang­gar hukum.
“Menurut laporan yang saya terima, ada kelalaian kajarinya. Misal, sudah rentut, kok belum dituntut. Ada apa ini. Jangan ha­nya menunggu laporan, tapi ta­nyakan, bagaimana tindak lan­jut­nya. Indikasi terima uang me­mang belum terbukti. Kita tunggu saja prosesnya.”
Marwan mengingatkan, kajari memegang aturan pengawasan melekat (waskat) di kejaksaan, memiliki tanggung jawab penuh terhadap fungsional dan aparatur di lembaga yang dipimpinnya. Lan­taran itu, kajari tidak bisa lu­put dari penindakan atas kesa­lahan yang dilakukan jaksa-jaksa di bawahnya.
“Kami perlu bertindak keras dan tegas kepada kajari dalam waskatnya. Supaya para kajari paham tugas dan wewe­nang­nya. Jangan ikut bermain. Me­reka ha­rus mengefektifkan was­kat. Was­kat itulah bagian ter­depan. Se­lama ini mereka ka­dang masa bo­doh, bahkan ikut bermain.”

REKA ULANG

Diintai Siang, Ditangkap Sore
Jaksa Kejaksaan Negeri (Ke­jari) Cibinong Sistoyo ditangkap petugas KPK bersama dengan dua pengusaha, Edward M Bun­jamin dan Anton Bambang pada Senin sore (21/11).
Dugaan suap ini terkait kasus penipuan dan pemalsuan surat pembangunan kios dan hanggar Pasar Festival Cisarua, Ka­bu­pa­ten Bogor, Jawa Barat yang dita­ngani Sistoyo. Dalam perkara ini, Edward menjadi terdakwa.
Sistoyo ditangkap aparat KPK karena diduga menerima suap dari Anton Bambang hampir Rp 100 juta. Sogokan tersebut terkait kasus yang melibatkan Edward yang tengah menjalani persi­da­ngan kasus pidana umum. Me­nurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, da­lam kasus Edward, Sistoyo ber­tindak sebagai JPU.
Johan menambahkan, sebelum KPK melakukan penggerebekan terhadap Sistoyo sekitar pukul 18.15 WIB, delapan aparat KPK telah melakukan pengintaian se­jak siang. Selain menyita uang dalam amplop cokelat, KPK juga menyita mobil Nissan X-Trail milk Sistoyo.
Sistoyo, Anton dan Edward ke­mudian ditetapkan KPK sebagai tersangka. Anton Bambang yang merupakan rekan bisnis Edward me­ngakui, dirinya yang membe­ri­kan uang Rp 100 juta kepada Sistoyo. Duit tersebut ditaruh di dalam mobil Sistoyo.
Perkara Sistoyo ini menambah panjang daftar kasus yang men­coreng muka Korps Adhyaksa. Tidak mau kehilangan muka berkali-kali, Kejaksaan Agung se­gera memproses Sistoyo.
“Sis­to­yo sudah diberhentikan se­men­tara. Begitu dia tertangkap KPK, jadi tersangka dan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, Jam­was langsung merekomendasikan ke­pada Jaksa Agung untuk mem­ber­hentikannya sementara,” ujar Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy.
Marwan menambahkan, Sisto­yo yang berpangkat Jaksa Muda dengan golongan III D dan ber­tu­gas sebagai Kepala Sub Bagian Pembinaan Kejari Cibinong itu, juga sudah direkomendasikan agar segera dipecat.
Tapi, menurut Wakil Jaksa Agung Darmono, Sistoyo baru akan dipe­cat jika sudah divonis hakim ter­bukti menerima suap. Sejauh ini, Sistoyo baru sekadar di­ber­hen­ti­kan sementara. “Saat ini pro­ses­nya kan masih di KPK,” katanya.
Bagian pengawasan Kejagung juga sudah memeriksa sejumlah jaksa dan karyawan Kejaksaan Ne­geri Cibinong. “Telah kami pe­riksa sembilan jaksa, termasuk kajarinya dan enam pegawai dari bagian tata usaha Kejari Cibi­nong. Kami ingin menyelidiki, apakah ada keter­libatan jaksa-jaksa lain dalam kasus Sistoyo,” ujar Marwan.

Ayo Kejagung Bantuin KPK
Yahdil A Harahap, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Yah­dil A Harahap mendesak KPK mempercepat pengu­su­tan kasus jaksa Sistoyo. Dia pun mengingatkan agar KPK tidak berbelit-belit mene­tap­kan sese­orang yang diduga kuat terlibat da­lam kasus itu, se­bagai tersangka.
“KPK perlu segera menyim­pul­kan hasil pemeriksaan ter­hadap para saksi dan tersangka, apakah memang ada pengem­bangan kasus yang melibatkan pihak-pihak lain yang dapat dijadikan tersangka atau tidak,” ujar Yahdil, kemarin.
Politisi PAN itu juga me­ngingatkan Kejaksaan Agung agar tidak lengah dalam m­e­la­kukan pengawasan terhadap para jaksa dan karyawan di ling­kungan kejaksaan.
“Seha­rusnya dengan adanya kasus ini Kejaksaan Agung me­ningkatkan pengawasan inter­nal dan  melakukan pene­litian yang mendalam, sehingga jak­sa-jaksa bermasalah tidak boleh lagi menangani kasus,” ujarnya.
Selain itu, upaya yang tegas di internal kejaksaan mesti tetap dilakukan, agar terjadi efek jera bagi para jaksa. “Efek jera sa­ngat tergantung dari berat ri­ngan­nya hukuman dam sanksi yang diterapkan,” ujar Yahdil.
Menurut Yahdil, dalam kasus Sistoyo bisa saja sejumlah pihak ikut terlibat. Akan tetapi, hal itu perlu dibuktikan secara akurat. “Kasus seperti ini memang sulit untuk mendapatkan bukti keter­libatan yang lain. Untuk itu ker­jasama penuh dan informasi dari Kejaksaan Agung sangat dibutuhkan untuk membantu penyidik KPK,” ujarnya.
Untuk menetapkan yang lain sebagai tersangka, lanjut Yahdil, sangat tergantung pada kinerja penyidik. Jika penyidiknya me­nemukan bukti dalam waktu yang singkat, maka status ter­sangka pun akan ditetapkan ke­pada yang memang terlibat.
“Harus disertai bukti-bukti, mungkin itu yang belum didapat penyidik. Hal itu bisa terjadi ka­rena beberapa faktor, misal­nya, para saksi dan tersangka menu­tup-nutupinya, atau me­mang ti­dak ditemukan bukti ke­ter­li­ba­tan mereka,” ujarnya.

Rentut Kadang Jadi Ajang Nego
Sandi Ebenezer, Aktivis PBHI
Anggota Majelis Perhim­punan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sandi Ebenezer Situng­kir mengingatkan, dalam kasus pidana umum, rencana tuntutan (rentut) dari jaksa penuntut umum di kejaksaan negeri mes­ti disetujui Kepala Seksi Pidana Umum terlebih dahulu.
Untuk kasus tertentu, lanjut Sandi, jaksa kejaksaan negeri melaporkan rentut kepada ke­pa­la kejaksaan negeri. “Jadi pe­ri­laku penuntut umum da­lam sua­tu perkara kemung­kinan be­sar diketahui atasan­nya,” ujar dia.
Dalam kasus suap di balik pe­nuntutan, menurut Sandi, KPK juga perlu menelisik, apakah ada komunikasi dengan majelis hakim yang menangani perkara tersebut. “Apakah diko­mu­ni­kasikan dengan majelis hakim supaya tuntutan dan putusan ti­dak berbeda jauh. Sehingga, pe­ri­laku jaksa yang bersang­ku­tan tidak berdiri sendiri,” ujarnya.
Sandi mengingatkan, rentut kadang menjadi ajang negosiasi atau suap. “Repotnya, menurut KUHAP, penuntut umum itu mandiri. Meskipun KUHAP ti­dak mengenal istilah rentut, tapi da­lam prakteknya, rentut men­jadi wahana negosiasi antara ter­dakwa, penuntut umum dan atasan penuntut umum. Jadi, jaksa Sistoyo patut diduga tidak berdiri sendiri,” ujarnya.
Persoalannya, menurut Sandi, atasan sulit menjadi tersangka ka­lau bawahan tidak berani mem­berikan kesaksian. “Atasan yang bersangkutan dapat dijerat kalau tersangka berani atau KPK berani. Tapi, sulit meng­ha­rapkan KPK yang perso­nel­nya juga banyak dari kejaksaan. Mereka kan ba­wahan dari pim­pinan kejak­saan juga,” ujarnya.
Idealnya, menurut dia, pe­nyidik KPK dilepaskan dari institusinya. Sehingga, tidak ada langkah kompromi KPK. Kom­promi itu, kata Sandi, bisa jadi karena penyidik dan penuntut KPK takut tidak naik pangkat dan promosi jabatan dari ins­titusi asalnya.
Sandi pun menilai, sanksi yang diberikan Kejaksaan Agung kepada  Sistoyo dan Ke­pala Kejaksaan Negeri Ci­bi­nong Suripto Widodo berupa pemberhentian sementara serta pencopotan jabatan tidak efek­tif. Indikasinya, kasus se­rupa sering terjadi di kejaksaan. [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar: