Andri Haryanto - detikNews
Jakarta - Sikap anti pencucian uang sudah seharusnya
ditumbuhkan sejak awal bila tidak mau terjerat pasal tindak pidana
pencucian uang. Waspadalah-waspadalah!
Menurut dosen hukum pidana
UI, Ganjar L Bondan, ketatnya pengaturan tindak pidana pencucian uang
(TPPU), diatur dalam Undang-undang No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam kategori
pengelompokan TPPU, khususnya TPPU pasif, setiap orang yang menerima
atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,
penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana, dapat
dijerat pasal tersebut dalam pasal 2 ayat (1).
Ganjar
mencontohkan, ketika seorang PNS yang membeli rumah mewah milik
seseorang. Seyogyanya orang yang akan menjual rumahnya tersebut patut
menduga bila uang yang akan dibelanjakannya tersebut hasil dari korupsi.
"Orang
tersebut patut menduga uangnya dari mana. Kalau tidak sesuai jangan
dilanjutkan," ujar Ganjar usai diskusi Polemik bertema 'Mencuci Uang
Koruptor', di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/5).
"Masyarakat harus reaktif menanyakan asal usul uang tersebut," imbuhnya.
Masyarakat juga diminta melapor kepada kepolisian untuk menghindari jeratan tindak pidana pencucian uang.
Lalu, bagaimana dengan pengacara yang membela PNS dengan mematok harga tinggi?
"Tidak
ada istilah imun (kebal) bagi pengacara bila mencurigai adanya praktik
pencucian uang. Dia (pengacara) juga harus dimintai
pertanggungjawabannya atas perbuatannya," ujar Indra SH, anggota DPR
dari PKS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar