TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eksekusi lahan 7,5 hektar di Jalan Jati, Medan Timur, Sumatera Utara, berbuntut panjang. Puluhan warga yang mengklaim telah dirugikan atas eksekusi tersebut menyambangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (6/2/2012).
Mereka menyebut adanya permainan atas eksekusi tersbeut yang berdampak pada kerugian negara. Bahkan mereka menuding adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan aparat berwenang.
"Ini awalnya masalah perdata, tapi kami duga ini ada permainan yang mengarah ke korupsi dari penegak hukum. Ini hak kami (tanah warga) tapi para penegak hukum justru berpihak pada yang salah. Kami datang ke sini karena kami melihat nantinya ada potensi kerugian negara. Jadi sebelum terjadi, KPK harus menindak," kata pengacara warga, Ida Rumindang yang juga merupakan keluarga korban saat ditemui Tribunnews.com di depan halaman kantor KPK, Jakarta, Senin (6/2/2012).
Ida menuturkan warga juga akan melaporkan kasus ini kepada Komisi III DPR RI, siang ini.
"Kami sudah ada janji pertemuan untuk membicarakan masalah ini siang nanti," ungkap Ida.
Kisruh eksekusi di Jalan Jati, Kelurahan Brayan Bengkel, Kecamatan Medan Timur, Medan, Sumatera Utara berawal dari sengketa antara Abdul Kiram Cs sebagai penggugat dan Ruslim Lugianto sebagai tergugat.
Keduanya bersengketa masalah jual-beli tanah seluas 70.506 meter persegi di Jalan Jati Lingkungan X, Kelurahan Pulo Brayab Bengkel, Kecamatan Medan Timur, Medan. Pada tahun 1991, Ruslim membeli tanah yang menurut Kiram Cs adalah tanah mereka. Tanah dibeli Ruslim seharga Rp 5.000 per meter persegi.
Terjadilah kesepakatan jual beli. Namun Ruslim hanya memberikan panjar saja. Panjar diberikan bervariasi kepada setiap orang. Ada yang dipanjar Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.
Ruslim berjanji secara lisan kpada Kiram Cs akan membayarnya setelah pengukuran tanah selesai. Kiram cs pun setuju dan memberikan seluruh surat tanah kepada Ruslim. Ternyata Ruslim ingkar janji. Sepuluh tahun berlalu, hutang tersebut tak kunjung dibayar. Akhirnya pada tahun 2002, Kiram Cs mengadukan Ruslim ke Polda Sumut.
Pada tahun 2006, Pengadilan Negeri Medan pada putusan nomor 113/Pdt.G/2006/PN.Mdn memenangkan Kiram Cs karena Ruslim terbukti sudah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi).
Selanjutnya, pengadilan memerintahkan agar Ruslim mengembalikan seluruh surat tanah yang dulu diberikan Kiram cs kepadanya. Namun Ruslim menghilang dan tak memenuhi putusan pengadilan.
Secara otomatis, pengadilan memutus tanah tersebut kembali menjadi milik Kiram Cs. Namun tanah tersebut sudah ditinggali oleh 52 KK yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Ruslim.
Tahun 2010, PN Medan mengeluarkan surat perintah eksekusi. Untuk mengusir 52 KK dari lahan seluas 70 ribu meter persegi itu.
Konflik pun terjadi antara 52 KK dan eksekutor PN Medan.
"Kami terkejut, tiba-tiba kami disuruh pergi dari lahan kami sendiri, padahal kami tidak pernah berperkara dengan siapa pun, makanya kami melakukan perlawanan secara hukum," ujar Pdt Bunsui Tigor.
Pada September 2010, didampingi pengacara Hotma Sitompoel, masyarakat mengajukan surat perlawanan atas putusan PN Medan nomor 113/Pdt.G/2006/PN.Mdn.
Pada November 2010, 52 KK menanyakan soal eksekusi tersebut kepada PN Medan. Namun tidak digubris. Kepala PN Medan mengeluarkan surat perintah kepada jurusita PN Medan untuk melakukan eksekusi di lahan seluas 70 ribu meter persegi yang ada di jalan Jati. Warga mengadang eksekusi tersebut. Bentrokan pun terjadi. Hanya beberapa rumah yang berhasil dihancurkan.
Setahun kemudian, 23 November, masyarakat jalan jati mendatangi Mapolresta Medan untuk menyampaikan uneg-uneg kepada Kapolresta Medan yang baru, Tagam Sinaga.
Dalam pertemuan tersebut diungdang BPN Kota Medan dan saksi ahli. Hasilnya BPN mengatakan bahwa SHM 52 KK adalah sah dan tidak pernah dibatalkan. Kapolresta pun berjanji kepada masyarakat tidak akan melakukan eksekusi.
Tapi janji tinggal janji, beberapa hari kemudian alat berat memasuki jalan jati dan rumah warga langsung dirubuhkan. "Padahal ada yang masih di dalam rumah," jelas Bunsui Tigor.
Ia pun mengaku sangat kecewa pada eksekusi tersebut. Terakhir, 2 Desember lalu, eksekusi kembali dilakukan. Semua rumah rata tanah dan lahan tersebut saat ini sudah dipagar beton.
Menyikapi laporan warga tersebut, KPK mengatakan akan menindaklajuti masalah ini. Namun, KPK tetap mempelajari berkas yang telah diserahkan pelapor terlebih dahulu.
"Akan ditindaklanjuti oleh KPK," tegas Ida mengutip pernyataan bagian Humas KPK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar