BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 01 Mei 2012

KPK Mau Tetapkan Tersangka Baru Kasus Wa Ode Nurhayati?

RMOL. Tersangka kasus dugaan suap proyek Percepatan Pem­ba­ngunan Infrastruktur Daerah Ter­tinggal (PPDIP), WON tam­pak­nya bakal dapat teman baru. Soal­nya, rencana memeriksa saksi-saksi yang diduga re­ke­ningnya kecipratan dana dalam kasus tin­dak pidana pencucian uang (TPPU) oleh WON di­geber KPK.
Kepala Biro Humas KPK Jo­han Budi Sapto Prabowo me­nye­butkan, saksi-saksi kasus TPPU segera diklarifikasi KPK. Na­mun, ia menolak memberi pen­je­lasan rinci seputar identitas saksi-saksi yang bakal dimintai keterangan. Yang jelas pada tahap pertama, KPK  telah memeriksa Sekjen DPR Nining Indra Saleh.
Berturut-turut setelah itu, KPK juga mengagendakan pe­me­­rik­sa­an Wakil Ketua DPR Anis Matta dan pengusaha Haris Surahman. Ketiganya dimintai keterangan da­lam kapasitas saksi. Akan te­tapi, politisi PKS Anis Matta, be­lum memenuhi pang­gilan. Ala­san­nya, masih di luar ne­geri. Se­dangkan Haris yang su­dah me­nyandang status cekal itu datang ke KPK, Jumat (27/4).      
Johan menolak merinci dugaan keterkaitan Anis Matta tersebut di kasus ini. “KPK menjadwalkan pemanggilan ulang untuk Pak Annis,” ujarnya. Ia juga belum mau menjelaskan substansi pe­meriksaan ketiga saksi tersebut.  Yang jelas,  pemeriksaan saksi didasari kelanjutan penyidikan kasus suap proyek PPID.
Dikonfirmasi, apakah saksi kasus TPPU ini sama dengan sak­si kasus dugaan suap dana PPID 2010, ia tak memberi jawaban secara lugas.
“Itu kewenangan pe­nyidik,” ucapnya. Diketahui se­belumnya, dua pimpinan Ba­dan Anggaran (Banggar DPR)  seperti Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey sempat dimintai keterangan KPK sebagai saksi kasus PPID.
Selain pimpinan Banggar, KPK juga pernah memeriksa tiga staf  Banggar DPR sebagai saksi. Ketiganya adalah, Khaerudin, T Zoel Baharsyah, dan Handrey Albert Arnold Kindangen.
“Semua yang diduga menge­ta­hui kasus TTPU akan dimintai kesaksiannya.”  Ia juga tak mau memberikan rincian secara gam­blang mengenai agenda pe­me­rik­saan saksi-saksi lanjutan.
Dia tak menepis anggapan jika status saksi di kasus ini sewaktu-waktu berubah. Menurutnya, apa­bila memenuhi unsur pidana, KPK tak akan ragu meningkatkan status saksi menjadi tersangka. Se­lebihnya saat disinggung, pe­ne­tapan status tersangka TPPU terhadap WON akan memu­dah­kan KPK untuk me­netapkan ter­sangka baru, Johan tak mau buru-buru me­nyim­pul­kan hal itu.
“Tidak begitu, pe­ng­gunaan pa­sal-pasal TTPU itu ka­rena KPK memperoleh bukti yang me­nga­rah pada pelanggaran TPPU oleh WON,” jelasnya.
Lagi-lagi dia memastikan, pe­netapan status tersangka baru akan ditentukan dari hasil pe­me­riksaan saksi-saksi yang ada. Satu-persatu, kesaksian tersang­ka bakal dikembangkan dengan ke­te­rangan saksi serta data dari Pu­sat Pelaporan Analisis dan Tran­saksi Keuangan (PPATK).  Dari situ, penyidik akan mem­per­tim­bangkan apakah sese­orang layak dijadikan tersnagka atau tidak. 
Kuasa hukum WON, Wa Ode Nur Zaenab mengaku penetapan status tersangka kasus TPPU atas kliennya terburu-buru.  Dia ber­harap, kinerja penyidik pro­po­r­sio­nal. Zaenab minta pengusutan kasus ini dipercepat.
Hal itu di­tu­jukan agar persoa­lan kliennya tuntas. Apalagi sam­bungnya, selama ini WON sudah mem­be­berkan dugaan keterli­batan pihak lain di kasus ini. Dari informasi tersebut, dia meyakini jika WON tidak terlibat per­mainan mafia anggaran.
“Semua pihak yang paling bertanggungjawab di proyek itu sudah disampaikan,” terangnya. Semestinya, hal itu disikapi dan di­tindaklanjuti KPK secara opti­mal. Bukan sebaliknya, malah menyudutkan kliennya.
Senada dengan Zaenab, anggo­ta tim kuasa hukum WON lain­nya, Sulistyowati menyayangkan penetapan status tersangka TPPU pada WON. Dia  bilang, asal-usul harta WON semua telah disam­pai­kan ke KPK secara gamblang. Lalu dia pun menepis tuduhan  jika harta kliennya Rp 10 miliar diperoleh dari hasil pencucian uang. Dia bilang, uang itu berasal dari hasil usaha pribadi keluarga. “Tidak ada harta dari TPPU,” sergahnya.
REKA ULANG
Bermula Dari Transaksi Mencurigakan
Penetapan status tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Wa Ode Nurhayati (WON) didasari te­mu­an transaksi keuangan men­cu­ri­gakan. Temuan itu diperoleh KPK lewat analisis serta laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam kasus ini, sebelumnya KPK telah menetapkan WON dan Fahd Arafiq sebagai tersangka.
“Dari info yang disampaikan pe­nyidik, ada transaksi mencu­rigakan Rp 10 miliar lebih, yang diduga hasil dari TPPU dari pe­ngembangan suap DPPID,” kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.
Untuk membuktikan du­gaan­nya, KPK memeriksa saksi Haris Surahman pada Jumat (27/4).  “Haris Surahman diperiksa se­bagai saksi,” kata Kabag Pem­be­ri­taan KPK Priharsa Nugraha, Ju­mat (27/4). Haris pernah di­pe­riksa KPK pada 10 April.
Pada penyidik KPK, WON yang dituduh menerima suap Rp 6,9 miliar itu juga pernah me­nye­but ada keterlibatan pimpinan Banggar Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey serta Wakil Ketua DPR Anis Matta dalam kasus suap PPID.     
Uang itu disebut WON, milik Fadh yang diberikan oleh Haris kepada Wa Ode melalui stafnya, Sefa Yolanda, serta seorang lagi bernama Syarif Achmad. Uang ter­sebut dikirim ke rekening Bank Mandiri sebanyak sembilan kali transfer pada 13 Oktober sampai 1 November 2010.
Uang ditransfer sekali sebesar Rp 1,5 miliar, dua kali sebanyak Rp 1 miliar, empat kali transfer Rp 500 juta, dan dua kali sebesar Rp 250 juta. Pemberian uang tersebut dimaksudkan agar Fadh dan Haris mendapat proyek di Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah, serta Kabupaten Minahasa di Sulawesi Utara.
Deal yang terbangun, Wa Ode akan memperjuangkan daerah itu agar masing-masing mendapat­kan alokasi anggaran DPPID se­besar Rp 40 miliar.
Namun be­la­kangan, pada pe­ne­tapan daerah penerima DPPID, hanya dua ka­bupaten yang di­ako­modasi, Aceh Besar Rp 19,8 mi­liar dan Bener Meriah Rp 24,75 miliar. Fadh dan Haris kemudian menagih Wa Ode agar me­ngem­balikan uang itu.
Johan mengatakan, selain ditu­duh korupsi, Wa Ode juga dijerat Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.  Dalam kaitan tersebut, penyidik menduga WON telah menempatkan, mentransfer, me­ngalihkan, membelanjakan, mem­­bayarkan, menghibahkan, meni­tip­kan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga harta yang diduga hasil korupsi. Penyidik juga menduga WON  menyembunyikan atau me­nyamarkan asal-usul harta ke­kayaannya yang berasal dari ko­rupsi.

Tidak Boleh Ada Toleransi
Bambang Widodo Umar, Pengamat Kepolisian
Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Bam­bang Widodo Umar mene­gas­kan, upaya KPK menetapkan status tersangka kasus pen­cu­cian uang terhadap Wa Ode Nur­hayati se­bagai langkah te­pat. Hal itu bisa dijadikan se­bagai terobo­san un­tuk meng­giring siapa saja yang terlibat perkara ini.
“Ini sudah menunjukkan adanya kemajuan yang berarti. Pasal pencucian uang itu bisa di­optimalkan untuk menen­tu­kan pengusutan perkara terse­but,” ucapnya. Dengan kata lain, dosen Pasca Sarjana Ilmu Kepolisian Universitas In­do­ne­sia itu mengharapkan, KPK ti­dak ragu-ragu mengusut du­ga­an keterlibatan pihak lain.
Untuk itu, KPK diminta un­tuk bersikap lebih progresif da­lam menangani skandal ini. Soal­nya, jika kasus mafia ang­garan dibiarkan, kekecewaan masyarakat terhadap polah ang­gota DPR bisa makin besar. Ke­kecewaan tersebut juga ber­d­­­ampak signifikan terhadap upa­ya penegakan hukum yang diemban KPK.
“Jadi jangan ada toleransi KPK untuk tidak mengambil tindakan tegas kepada mereka yang terlibat. Termasuk di da­lamn­ya tokoh politik sekalipun. Kalau jelas terkait, ya harus di­tin­dak. Tidak boleh dibiar­kan,” kata Kombes (Purn) ini.
Penindakan yang tegas, akan memberikan efek jera. Dengan begitu, para politisi Senayan akan lebih berhati-hati tatkala mengambil kebijakan. Apalagi kebijakan yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan masalah anggaran.
Hendaknya, sambung dia lagi, ketegasan sikap KPK yang tercermin lewat penetapan status tersangka kasus TPPU ini tidak sia-sia.
Maksudnya, hal tersebut bisa jadi pintu masuk untuk me­me­cah kebuntutan proses pen­gu­sutan perkara korupsi sebe­lum­nya. Lagi-lagi, terobosan KPK tersebut layak dapat dukungan dan pengawasan optimal m­a­syarakat.
Pengawasan ma­sya­rakat menjadi penting, sebab pena­nga­nan kasus ini, ke­mung­kinan sarat dengan muatan po­litis ke­las tinggi. Bukan tidak mung­kin, peluang mencuatnya be­ra­gam intervensi terjadi.
Ingatkan KPK Agar Cermat
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR
Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengingatkan agar KPK bertindak propor­sion­al dalam menangani kasus mafia anggaran di DPR. Di lain sisi, dia juga meminta agar po­litisi DPR bersikap terbuka meng­hadapi upaya penegakan hukum yang dilakukan lembaga superbodi tersebut.
“Kita menghormati semua proses hukum yang dilakukan KPK,” katanya. Maksudnya, langkah hukum yang dilakukan KPK merupakan kewenangan lembaga pimpinan Abraham Sa­mad ini. Jadi, sekalipun pro­ses hukum yang dilakukan KPK ini menyeret koleganya di DPR, dia yakin bahwa ter­sang­ka Wa Ode mematuhi semua aturan hukum yang ada.
Dengan kata lain, jika sela­ma ini masih ada pembelaan mau­pun kekecewaan tersangka pada KPK, hal tersebut sebagai hal lum­rah. Justru perbedaan si­­kap mau­pun pandangan ter­se­­but, hendaknya dijadikan se­ba­gai masukan untuk menggali fak­ta hukum yang lebih dalam lagi.
Kecermatan KPK menyikapi hal tersebut, lanjut Ruhut, bisa menjadi tolok ukur keber­hasi­lan KPK dalam menuntaskan ma­salah. Atau, bisa pula dijadi­kan masyarakat sebagai patokan dalam menilai kredibilitas KPK itu sendiri. Pada prinsipnya, ke­mampuan KPK menggali fakta-fakta kasus ini sangat dinan­ti­kan banyak pihak.
“Siapa saja yang terlibat, hen­daknya bisa diungkapkan secara gamblang,” imbuhnya. Se­ba­lik­nya, dia sangat berharap agar KPK senantiasa menjunjung azas praduga tidak bersalah. Artinya, jangan sampai nama baik para politisi DPR yang se­la­ma ini diseret-seret tersangka menjadi rusak sebelum terbukti kesalahannya.
Jadi, kata dia lagi, jika saksi-saksi yang kebanyakan berasal dari elit DPR itu tidak terlibat kasus ini, hendaknya KPK me­ngumumkan hal itu seluas-luas­nya. Dengan begitu, para po­li­tisi tersebut bisa mem­per­tang­gungjawabkan keper­ca­ya­an konstituennya. [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar: