INILAH.COM, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) dalam laporan tahun 2012 menyebut DKI Jakarta menjadi
provinsi paling banyak terindikasi melakukan transaksi yang diduga
berasal dari tindak pidana korupsi.
"DKI Jakarta
ditemukan terbanyak transaksi terindikasi tindak pidana korupsi sejumlah
37,45 persen," kata Ketua PPATK Muhammad Yusuf di kantornya, Jakarta
Pusat, Rabu (2/1/2013). Setelah DKI Jakarta, diikuti Kalimantan Timur
8,83 persen, dan Jawa Timur 5,55 persen.
DKI Jakarta terbanyak
ditemukan penyalahgunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah di bidang
pendidikan. Laporan itu dituangkan dalam Hasil Riset Analisis Strategis
periode 1 tahun 2012.
Muhammad Yusuf menambahkan transaksi
mencurigakan lebih dominan dilakukan perseorangan yang berasal dari
struktur pemerintahan. "Pelaku perseorangan sebesar 95.84 persen dan
pelaku dari perusahaan sebesar 4,16 persen. Pelaku perseorangan masih
didominasi dari Pemerintah Daerah sebesar 40,7 persen, kedua kementerian
sebesar 16,7 persen dan perusahaan swasta 11,1 persen," terangnya.
Namun,
kata Muhammad Yusuf, berdasarkan jenis jabatan ternyata transaksi
mencurigakan yang dilakukan Kepala Daerah menduduki peringkat paling
rendah. Dia menyatakan transaksi mencurigakan yang dilakukan mereka
sebesar 7,5 persen.
"Transaksi berindikasi korupsi mayoritas
dilakukan pada level staf atau karyawan sebesar 19,2 persen, kedua
bendahara sebesar 9,08 persen dan Kepala Daerah Daerah atau kota sebesar
7,5 persen," ungkapnya.
Menurut Muhammad Yusuf, modus terbesar
dalam dugaan tindak pidana korupsi di sebagian besar terkait penggelapan
dalam jabatan yang sebesar 45, 4 persen. Kelompok umur pelaku 78,2
persen berumur di atas 40 tahun, 17,8 persen antara 30 sampai 40 tahun,
dan 3,8 persen dilakukan oleh yang berumur kurang dari 30 tahun," kata
dia. [mvi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar