Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Yayasan Lembaga Konsuman Indonesia (YLKI)
memberikan apresiasi terhadap Mahkamah Agung (MA) yang menghukum AirAsia
membayar kerugian penumpang akibat pembatalan penerbangan. Namun
konsumen diminta cerdas dalam menggugat khususnya membuktikan kerugian
immateril yang dialami.
"Putusan itu bisa dikatakan benar karena
Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) jumlah ganti ruginya sangat
minim," kata Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),
Tulus Abadi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (3/1/2013).
Bagi
Tulus, kerugian yang diberikan dalam Permenhub adalah konpensasi
materiil. Sedangkan kerugian immateril dijamin dalam Permenhub bernomor
PM 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara yang disahkan pada
ada 8 Agustus 2011 itu.
"Bagaimana jika akibat keterlambatan
penerbangan mengakibatkan kerugian immateriil? Disinilah penumpang bisa
menggugat," jelasnya.
Namun Tulus buru-buru memberikan warning.
Dalam menggugat kerugian immateriil konsumen harus cerdas dalam
mengukur apa saja kerugian yang dimaksud. "Kerugian immateril itu tetap
harus rasional. Terukur dan bisa dibuktikan," terang alumnus Universitas
Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto ini.
Seperti diketahui,
kasus ini bermula saat Boedi mendapat undangan untuk menjadi pembicara
seminat di Yogyakarta pada 12 Desember 2008.
Untuk memenuhi
undangan tersebut, Boedi memesan dan membeli tiket pesawat dengan jadwal
penerbangan 12 Desember 2008 pukul 06.00 WIB dari Jakarta menuju
Yogyakarta dengan nomor penerbangan QZ 7340. Boedi juga membeli tiket
pulang pada 14 Desember 2008 pukul 16.32 WIB dari Yogyakarta menuju
Jakarta dengan nomor penerbangan QZ 7345.
Tanggal 11 Desember 2008 pukul 14.00 WIB, Boedi menerima SMS dari AirAsia yang berisi "AIRASIA:
YOUR FLIGHT QZ7340 CGK-JOG 12DEC08 AT 06.00 MOVED TO QZ7344 AT 15.05,
INFO CALL 021-50505088. SORRY FOR THE INCOVENIENCE CAUSES. THANK YOU
Sender: AIRASIA." Dengan adanya pembatalan tersebut, agenda Boedi menjadi terkendala karena Boedi menggunakan transportasi lain dengan mendadak.
Atas
pembatalan sepihak ini, Boedi menggugat AirAsia dan dikabulkan oleh
Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada 2 Februari 2010. Tidak terima,
AirAsia mengajukan banding tetapi Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 18
Oktober 2010 menguatkan vonis PN Tangerang. AirAsia lalu mengambil
perlawanan hukum terakhir ke MA tetapi kandas.
"Kalau gugatan immaterilnya Rp 50 juta, saya pikir masih rasional. Wajar jika MA mengabulkan," papar Tulus.
AirAsia menghormati putusan MA tersebut dan akan mematuhi hukum di Indonesia.
"Kami
akan membahasnya terlebih dahulu dengan tim kuasa hukum. Namun pada
prinsipnya kami akan mengikuti proses hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku," Communications Manager PT Indonesia
AirAsia Audrey Progastama Petriny, kepada detikcom, Rabu (2/1/2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar