Rini Friastuti - detikNews
Jakarta - Usulan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali tentang
tilang tanpa sidang mendapat dukungan dari ratusan hakim di Indonesia.
Para hakim yang tergabung dalam Forum Diskusi Hakim Indonesia (FDHI)
mendorong MA, Kejagung dan Polri duduk bersama membahas hal tersebut.
"Dalam
perkara tilang, diutamakan penindakan perkara tilang dengan pendekatan
secara administratif yaitu dengan cara pembayaran denda melalui bank
yang ditunjuk, misalnya Bank BRI dengan menggunakan slip blanko tilang
warna biru," ujar hakim Pengadilan Negeri Stabat, Sumatera Utara, Sunoto
kepada detikcom, Senin (1/4/2013).
Hal ini sudah dibeberkan
secara jelas berdasarkan SK Kapolri No.Pol: SKEP/443/IV/1998 tentang
Buku Petunjuk Teknis Tentang Penggunaan Blanko Tilang. Namun, Sunoto
menilai perlu langkah konret menindaklanjuti SK Kapolri itu.
"Mengusulkan
kepada MA, Kejagung dan Polri untuk menetapkan bersama besaran denda
dengan pendekatan tingkatan ekonomi," lanjutnya.
Pembayaran uang
denda ditetapkan sesuai dengan tingkat ekonomi masyarakat Indonesia dan
rata-rata pidana denda yang diputus oleh hakim dan besaran denda ini
bersifat final agar tidak terjadi proses pengembalian uang denda yang
harus dibayar maksimal.
Langkah itu berdasarkan UU No 22/2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah pelanggar lalu lintas yang mengakui kesalahannya supaya
tidak lagi mengikuti dan menunggu proses perkara tilang.
"Karena
setelah membayar denda di BRI pelanggar dapat langsung meminta kembali
SIM atau STNK yang dijadikan benda sitaan kepada petugas polisi," beber
Sunoto.
Apabila sang pelanggar masih membandel, maka polisi dapat
memberikan slip blangko tilang dan menyerahkan penyelesaian kasus ke
pengadilan.
"Pengecualian dan upaya terakhir bagi pelanggar lalu
lintas yang tidak mengakui kesalahannya memberikan hak bagi pelanggar
untuk mengikuti sidang di pengadilan," jelas Sunoto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar