Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Buruh tani miskin di pesisir Probolinggo,
Jawa Timur, Busrin (48) dihukum 2 tahun dan denda Rp 2 miliar karena
menebang pohon mangrove untuk kayu bakar. Hukuman yang dijatuhkan PN
Ponorogo ini dinilai sangat tidak adil dan tidak berperikemanusiaan.
"Ironis!
Meski hal tersebut melanggar hukum harusnya hakim lebih bijak dalam
memutus perkara," kata penggiat lingkungan, Slamet Daroyni, saat
berbincang dengan detikcom, Minggu (23/11/2014).
Menurut
Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan Koalisi Rakyat untuk
Keadilan Perikanan (Kiara) itu, majelis hakim melihat permasalahan itu
hanya sepotong dan tidak melihatnya secara holistik sebab banyak warga
pesisir yang terpaksa mencari kayu bakar karena terhimpit kemiskinan.
Dibandingkan dengan proyek reklamasi pantai dan alih fungsi hutan
mangrove yang mengakibatkan kerusakan hutan mangrove, maka hukuman
kepada Busrin sangat tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
"Tidak
adil! Tidak ada rasa keadilan di sini. Hakim hanya melihat sepotong
kisah yaitu ada laporan, ada yang menebang lalu dihukum. Padahal mereka
korban dari kebijakan," papar Slamet.
Kebijakan itu adalah akibat
alih fungsi hutan yang dilegalkan pemerintah sehingga mata pencaharian
warga pesisir semakin terpinggirkan. Reklamasi mengakibatkan lahan
melaut semakin sedikit dan pencemaran lingkungan. Alih fungsi hutan
menjadi lahan sawit juga mengakibatkan dampak lingkungan dan berdampak
kepada ikan yang semakin susah didapat. Penduduk pesisir yang menjadi
nelayan akhirnya banyak yang menganggur, jadi pemulung dan bekerja
serabutan.
"Akibat himpitan ini, mereka dengan sangat terpaksa
mencari kayu bakar supaya bisa hidup, daripada mati berdiri. Mereka
adalah korban dari tindakan struktural pemerintah," cetus Slamet.
Busrin
dinyatakan melanggar Pasal 35 huruf e, f dan g UU Nomor 27 tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Terkecil. Pasal
tersebut berbunyi:
Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang
secara langsung atau tidak langsung dilarang menggunakan cara dan metode
yang merusak ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; menebang, melakukan konversi
ekosistem mangrove di kawasan atau zona budidaya yang tidak
memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil; menebang mangrove di Kawasan konservasi untuk kegiatan industri,
pemukiman, dan/atau kegiatan lain.</I>
Karena dinilai
melanggar pasal di atas, maka Busrin dikenakan ancaman pidana minimal 2
tahun penjara sebagaimana yang tertuang dalam pasal 73, yang berbunyi:
<I>Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 2 miliar dan paling banyak Rp 10
miliar setiap orang yang dengan sengaja menggunakan cara dan metode yang
merusak ekosistem mangrove, melakukan konversi ekosistem mangrove,
menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau
kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e, huruf f, dan
huruf g.</I>
Atas fakta di atas, lalu jaksa menuntut Busrif
selama 2 tahun penjara. Gayung bersambut, majelis hakim PN Probolinggo
mengabulkan tuntutan itu.
"Menjatuhkan pidana penjara 2 tahun dan
denda Rp 2 miliar subsidair 1 bulan," putus majelis yang terdiri dari
Putu Agus Wiranata, Maria Anita dan Hapsari Retno Widowulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar