VIVAnews - Dewan
Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN Apindo)
mengungkapkan kelemahan penerapan Peraturan Presiden Nomor 111 tahun
2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional. Khususnya bagi peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Non Penerima Bantuan Iuran yaitu
penerima upah.
Ketua Umum DPN Apindo, Hariyadi B Sukamdani, dalam
siaran pers yang diterima VIVAnews, Sabtu 29 November 2014, memaparkan,
kelemahan itu antara lain, belum jelasnya mekanisme koordinasi manfaat
atau coordination of benefit (COB) antara perusahaan asuransi swasta
dengan BPJS.
"Hal itu mengakibatkan perusahaan yang telah
menyertakan pekerjanya dalam asuransi swasta menanggung biaya ganda
untuk premi yang harus dibayarkan ke perusahaan asuransi swasta dan
BPJS," ujarnya.
Ketidakjelasan COB menyebabkan ketidakpuasan
pekerja terhadap pelayanan BPJS. Karena pekerja yang sebelumnya
mendapatkan pelayanan prima langsung dari rumah sakit harus mengikuti
sistem rujukan dari fasilitas kesehatan pertama ke rumah sakit rujukan.
"Sistem Rujukan tersebut potensial menurunkan produktivitas pekerja karena kehilangan waktu produktif," katanya.
Sukamdani
menilai beberapa kelemahan terjadi akibat tidak adanya persiapan
implementasi JKN dari pemerintahan sebelumnya. Dia meminta Presiden Joko
Widodo untuk melakukan revisi Perpres 111 tahun 2013 itu, setidaknya
dalam hal-hal yang substansi.
Antara lain, penundaan batas waktu
akhir kepesertaan BPJS Kesehatan dari tanggal 1 Januari 2015 menjadi
awal tahun 2019. Hal itu mengacu pada peta jalan (roadmap) menuju
jaminan kesehatan nasional 2012-2019 yang resmi dikeluarkan pemerintah
melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
"Selain itu,
peserta BPJS yang mengalami kecelakaan agar ditanggung oleh BPJS
Kesehatan (yang dalam Perpres 111/2013 termasuk dalam pengecualian
manfaat)," ujarnya.
Menurut Sukamdani untuk mendukung realisasi
peta jalan JKN, Apindo juga menyarankan pemerintah serius melakukan
beberapa langkah. Yaitu, sosialisasi BPJS Kesehatan secara menyeluruh
yang efektif di kantong-kantong pekerja dengan cara memanfaatkan
teknologi informasi termasuk media sosial, dengan tetap menjaga tingkat
efektifitas sosialisasi yang menyentuh kepesertaan paling bawah.
Percepatan
pemerataan fasilitas kesehatan serta peningkatan kendali mutu dalam
bentuk pengawasan yang terukur dan konsisten menurutnya juga harus terus
dilakukan.
Insentif bagi pihak swasta juga harus diberikan bagi
yang membangun fasilitas kesehatan di kantong-kantong pekerja dan
daerah-daerah pedalaman yang belum tersedia fasilitas kesehatan mitra
BPJS Kesehatan.
"Lalu mengakomodir klinik-klinik kesehatan dalam perusahaan sebagai fasilitas kesehatan pertama," katanya.
Dengan rekomendasi tersebut, diharapkan penerapan JKN dapat tepat sasaran dan pada akhirnya tidak ada yang dirugikan. (one)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar