Nur Khafifah - detikNews
Entikong - Pimpinan MPR mengadakan dialog bersama para
warga Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat. Dialog dimanfaatkan para
warga untuk mengungkapkan berbagai keluhan mereka akan sulitnya memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Menurut warga perbatasan RI-Malaysia ini,
pemerintah tidak berpihak pada mereka. Utamanya menyangkut pemenuhan
kebutuhan sembako yang tak dapat difasilitasi pemerintah.
Warga
terpaksa harus selalu membeli sembako dari Malaysia karena harga di
negara jiran tersebut lebih murah. Selain itu jarak menuju Malaysia jauh
lebih dekat, sehingga dapat menghemat waktu dan ongkos kirim.
"Kalau
barang dari Jawa lengkap, kami enggak akan beli dari Malaysia," ucap
Ketua Adat Dayak untuk wilayah Entikong, Damianus Asiagidot di Entikong,
Kalimantan Barat, Kamis (27/11/2014).
Selain persoalan pemenuhan
kebutuhan pokok, warga juga meminta agar Pos Pengelola Lintas Batas
(PPLB) memberikan izin ekspor impor. Sebab selama ini barang-barang yang
mereka beli dari Malaysia selalu ditahan di kantor bea cukai jika
nilainya lebih dari RM 600.
"Kalau memang tidak bisa untuk izin ekspor impor ya ditutup saja. Kami kembali saja ke zaman semokil," ketusnya.
Damianto
menjelaskan, zaman semokil yang ia maksud adalah zaman yang dialami
kakek-neneknya dahulu. Saat itu warga Indonesia melintasi hutan membawa
kayu ke Malaysia untuk ditukarkan dengan kebutuhan sehari-hari. Mereka
melintas ke Malaysia secara ilegal.
Masalah lainnya adalah mengenai kepemilikan tanah. Warga Entikong
mengaku keberatan dengan penetapan hutan adat Dayak sebagai hutan
lindung. Pasalnya, mereka menjadi tak dapat berkebun dan membangun rumah
lebih banyak.
"Kita ini sekarang berdiri di hutan lindung. Kalau
Malaysia, perbatasan dibangun jalan, kalau Indonesia dijadikan hutan
lindung. Bagaimana kita bisa lebih unggul dari mereka," terangnya.
Diakui
Damianus, Indonesia memang tak hanya mengimpor barang ke Malaysia.
Beberapa hasil pertanian negeri kita juga diekspor ke Malaysia, seperti
karet, jahe dan sayur-sayuran.
"Tapi harga karet turun sekali, tidak sebanding untuk beli beras," tuturnya.
Menurut
Damianus, wilayah Entikong kerap mendapat kunjungan dari pemerintah
maupun anggota DPR. Namun kunjungan tersebut tak pernah membuahkan
hasil.
"Pejabat datang silih berganti, tapi keadaan tidak berubah. Tolonglah, kami hanya meminta 3 hal itu saja," ujarnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar