Ikhwanul Khabibi - detikNews
Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) DKI Jakarta telah menjatuhkan putusan sela terkait gugatan yang
dilayangkan Aburizal Bakrie. Atas putusan sela yang memerintahkan
penundaan pelaksanaan SK Kemenkum HAM terkait pengesahan salah satu kubu
pengurus Partai Golkar itu seharusnya menjadi warning bagi Menkum HAM
Yasonna Laoly sebagai pihak yang mengeluarkan keputusan.
"Dengan
dikeluarkannya putusan sela PTUN untuk menunda pelaksanaan SK Menkum HAM
yang mengakui kepengurusan kubu Agung, maka SK Menkum HAM tersebut
tidak bisa dijadikan landasan untuk pelaksaan bertindak atau mengambil
keputusan hukum oleh siapapun baik kubu Munas Ancol ataupun Pimpinan
DPR," kata Ahli Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin, Kamis (2/4/2015).
Dengan
adanya putusan sela itu, susunan Fraksi Golkar di DPR tidak bisa
dirombak. Sehingga, hingga ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap,
tak boleh ada perombakan di tubuh Fraksi Golkar maupun kepengurusan
Partai Golkar.
"Termasuk untuk mengakomodasi permintaan perubahan
kepengurusan fraksi di DPR yang masih dipegang oleh kubu Munas Bali,"
jelas Irmanputra.
Oleh karena itu, putusan sela hakim PTUN DKI
itu seharusnya menjadi warning bagi Menkum HAM Yasonna Laoly. Menkum
harus memberi perhatian khusus terhadap putusan pengadilan terkait
kebijakan yang dia buat.
Seperti diketahui, belum lama ini
putusan Menkum HAM soal kepengurusan PPP dimentahkan oleh hakim PTUN.
Hakim menggugurkan putusan Menkum Yasonna yang menganggap kubu
Romahurmuzyi sebagai pengurus PPP yang sah.
Dalam sengkarut
kepengurusan Partai Golkar, putusan Menkum HAM yang menganggap kubu
Agung Laksono sebagai pengurus yang sah juga terancam dimentahkan hakim
PTUN DKI. Jika itu terjadi, maka dasar pengambilan keputusan yang dibuat
Menteri Yasonna terkait keabsahan kepengurusan partai perlu
dipertanyakan.
"Hal ini sesungguhnya menjadi warning atau
peringatan kepada Menkum HAM dari kekuasaan yudikatif atas keputusan
yang diterbitkannya," tegas Irman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar