Nograhany Widhi K - detikNews
Jakarta - Komuter Jakarta gemas dengan perilaku sopir
Kopaja AC yang mulai kerap berperilaku ugal-ugalan meski tarif lebih
mahal dibanding Kopaja reguler. Kopaja AC suka berlaku seenaknya sendiri
meski berjalan di busway. Maka, sebaiknya Kopaja AC 'diusir' dari
busway.
"Menurut saya, busway sebaiknya tidak diperuntukkan bagi
kendaraan angkutan yang menggunakan sistem setoran. Sistem setoran
menyebabkan angkutan tersebut akan ugal-ugalan atau
'ngetem'/memperlambat laju kendaraan pada busway. Selain itu kenyamanan
dan keamanan penumpang tidak lagi jadi prioritas," tulis pembaca
detikcom Hazil, dalam emailnya ke redaksi detikcom, Jumat (98/5/2015).
Sedangkan
Affan, pembaca detikcom lain mendapati bahwa meski mendapatkan
keistimewaan berjalan di busway, Kopaja AC malah suka seenak udel
keluar-masuk busway, menerobos lampu merah bahkan mendahului kendaraan
yang seharusnya lebih berhak berjalan di busway, bus TransJakarta.
"Tidak
tertib antrean dengan mendahului bus TransJakarta, menaik-turunkan
penumpang sembarangan tidak menghiraukan keselamatan penumpang dan orang
lain. Seolah-olah Kopaja AC ini raja jalanan yang tidak menghargai
pengguna jalan lainnya. Tolong untuk pihak terkait segera meninjau ulang
keberadaan bus-bus Kopaja AC ini agar tidak meresahkan masyarakat,"
keluh Affan.
detikcom pada Rabu (6/5) lalu juga mendapati Kopaja
S602 rute Monas-Ragunan mengklakson bus TransJ di depannya meski sedang
berjalan di busway, keluar busway kemudian masuk lagi, tergantung
kondisi jalan mana yang sepi.
Selain mendahului bus TransJakarta
di busway, ada pula yang mendapati sebaliknya, ngetem di busway hingga
diklakson bus TransJakarta di belakangnya.
"Jika naik Kopaja
yang kondisinya agak lengang harus bersabar karena dengan sengaja
sopirnya berjalan lambat hingga seringnya bus TransJ memberikan klakson
sepanjang jalan. Dan pada saat di perempatan akhirnya bus TransJ itu
harus menyusul Kopaja tersebut," tulis pembaca detikcom, Patricia
Arneta.
"Tapi jika ada Kopaja jurusan sama di belakang atau depan, maka sopir
akan mengebut kendaraan tanpa peduli teriakan penumpang untuk lebih
hati-hati. Tidak jarang para Kopaja itu keluar dari busway yang
disediakan," imbuhnya.
Patricia sehari-harinya memang naik
Kopaja AC P20 (Lebak Bulus-Senen) dan Kopaja AC S602 (Ragunan-Monas)
untuk pulang pergi dari rumah ke kantornya, Cilandak KKO menuju Jalan
Gatot Subroto. Karena merasakan sudah tak nyaman lagi, Patricia pun kini
beralih menggunakan bus TransJakarta.
"Setiap hari, tanpa pernah
saya merasakan kenyamanan atau bahkan merasa aman dalam menggunakan 2
jenis kopaja ini. Oleh sebab itu saya lebih baik jalan ke halte busway
Mampang Prapatan di sore hari, sepulang dari kantor untuk naik bus
TransJ daripada kopaja P20/602. Sudah terlalu lelah membayangkan suasana
di dalam Kopaja," keluh dia.
Belum lagi, sopir Kopaja suka menjejalkan penumpang meski bus sudah penuh. Protes penumpang pun tak dihiraukan.
"Di
dalam Kopaja, pada jam sibuk (Pagi : 06.00 - 09.00) lupakan untuk dapat
duduk, bisa berdiri tanpa sesak nafas sudah bersyukur. Kepadatan
didalam Kopaja mulai terasa sesak sejak dari halte busway Duren Tiga.
Walau sudah berteriak pada kenek Kopajanya untuk tidak memasukkan
penumpang lagi, ternyata tidak digubris. Penumpang terus diterima dan
penumpang yang sudah ada di dalam Kopaja didorong-dorong untuk lebih
merapat," tuturnya.
Sedangkan Hendi Andres, mendapati Kopaja AC
juga kerap berganti dengan sopir tembak. Kondisi kacau seperti ini
membuat Hendi kembali menggunakan kendaraan pribadi.
"Sopir
tembak mereka ada di Lebak Bulus dan di lampu merah Ragunan. Nyaman dan
aman sudah tidak ada lagi. Akhirnya saya menggunakan kendaraan pribadi
daripada angkutan umum karena transJ yang sudah reyot dan usang dan
nggak layak pakai ditambah dengan Kopaja AC yang ugal-ugalan dan tidak
memperhatikan keselamatan penumpang. Adanya Kopaja AC sama aja dengan
Kopaja Non AC. Tolong untuk transJ di perbaiki lagi busnya dan
diperbanyak," jelas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar