“Kebijakan itu harus dibatalkan. Saat ini saja beberapa daerah sudah mengalami kelangkaan BBM,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Terkait jebolnya kuota BBM subsidi, menurut Rilyadi, masih bisa dibicarakan. Pemerintah bisa menutup anggaran kelebihan kuota itu melalui anggaran lain, misalnya dengan Sisa Anggaran Lebih (SAL).
Apalagi banyak kementerian dan lembaga yang penyerapan anggarannya rendah. Namun, itu harus dibicarakan dulu dengan DPR. “Intinya, DPR tidak mau rakyat yang dikorbankan dan dirugikan,” tegasnya.
Dia melihat, rencana pengurangan pasokan itu tidak lepas dari terlambatnya pemerintah membayar kelebihan subsidi tahun lalu ke Pertamina.
“Kondisi ini membuat Pertamina tidak berani untuk terus menyuplai BBM soalnya takut tidak dibayar,” tandasnya.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi. Menurutnya, pengurangan pasokan BBM ke daerah akan menyebabkan kelangkaan karena pasokan yang ada tidak akan memenuhi permintaan.
“Kelebihan kuota merupakan konsekuensi dari tidak maksimalnya pemerintah menekan pertumbuhan kendaraan bermotor,” kata Eri.
Selain itu, para pengusaha SPBU keuntungannnya juga akan berkurang karena BBM yang dijualnya berkurang. Menurut Eri, yang harus dilakukan adalan menekan pertumbuhan kendaraan bermotor dan memperketat pengawasan.
Namun, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Tubagus Haryono mengatakan, pihaknya akan menggandeng Pertamina untuk membatasi pemakaian BBM subsidi dengan mengurangi pasokan BBM tersebut di semua daerah yang ada di Indonesia.
“Soal over kuota, saya kira apapun yang terjadi, kuncinya pemerintah wajib menyediakan BBM pada masyarakat. Sekarang kita kan dibatasi kuota APBN, tetapi kebutuhan masyarakat cukup tinggi,” jelasnya.
Menurut Tubagus, pengaturan itu akan dilakukan dengan cara mengurangi pasokan BBM tersebut kepada semua daerah sehingga kuota untuk Desember nanti tidak over terlalu tinggi.
“Pengurangan itu dengan pembatasan di beberapa daerah. Kan sebenarnya kita menghitung, misalnya kebutuhannya 15 tapi kok permintaannya 20, lalu kita distribusikan hanya 15 saja,” ucapnya.
Dia mengatakan, untuk permintaan Pertamina soal penambahan kuota sebanyak 500 ribu kiloliter masih akan dikaji dengan pemerintah. Tetapi, kata Tubagus, itu tidak memungkinkan ditambah karena sesuai dengan APBN-P 2011 sebesar 40,49 kiloliter.
Tubagus mengaku, sebenarnya pengurangan kuota itu telah dilakukan sejak September 2011 ke daerah-daerah yang dekat dengan industri. “Sebetulnya sudah dilakukan tiga bulan terakhir ini. Hasilnya ada, lumayanlah,” cetusnya.
Untuk diketahui, saat ini terjadi kelangkaan BBM di beberapa daerah. Misalnya, yang terjadi di Riau.
Sebelumnya, Dirut Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, kuota BBM bersubsidi sudah over kuota menjadi 41,68 kiloliter.
Namun, sampai saat ini Pertamina belum mendapat kepastian dari pemerintah apakah kelebihan itu akan dibayar atau tidak. Pemerintah sendiri, sampai saat ini masih mempunyai utang Rp 2,5 triliun akibat kelebihan kuota BBM tahun lalu. [Harian Rakyat Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar