BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 16 Desember 2011

Jaminan Pasokan Gas 2012 Jangan Cuma Lips Service

RMOL.Pemerintah diminta menjamin pasokan gas untuk dalam negeri pada tahun 2012. Tanpa jaminan tersebut, pelan-pelan para pengusaha akan gulung tikar. Apalagi tarif listrik juga akan naik 10 persen.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto me­nga­takan, para pengusaha ber­harap ta­hun depan pasokan gas industri ha­rus lebih baik dari tahun 2011. Saat ini pasokan gas untuk in­dustri sangat minim dan tidak memenuhi kebutuhan industri.
“Banyak pengusaha yang me­ngeluhkan dan prihatin minimnya pa­sokan gas untuk industri dalam negeri,” katanya kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Suryo mengatakan, permin­taan gas untuk industri pada 2012 di­pre­diksi naik sebanding dengan per­tumbuhan industri. Karena itu, ji­ka pasokannya te­tap sama se­perti tahun ini akan berdampak pada matinya sektor industri.
Ia juga menyayangkan sikap Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Mi­gas (BP Migas) yang tetap akan melakukan ekspor gas pada 2012 dengan alasan tidak adanya receiving terminal di dalam ne­geri. “Ekpor itu harus dikaji dan lebih pentingkatan pasokan dalam negeri,” tegasnya.
Selanjutnya, Suryo juga men­desak pemerintah segera me­nye­lesaikan pembangunan re­ceiving terminal gas. Bila pe­merintah ti­dak mampu, maka bisa dise­rah­kan ke swasta.
Sedangkan Wakil Sekjen Aso­sisasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani me­min­ta ada gebrakan yang pro dunia usaha pada 2012. “Mereka harus bisa menjamin suplai gas bagi industri yang kesulitan energi. Jangan cuma lips servi­ce,” kata Franky pada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Berdasarkan data Apindo, kata dia, kebutuhan gas 2011 Region Ja­wa Bagian Barat mencapai 1.500 mmscfd (million standard cubic feet per day) yang sudah kon­t­rak 801 mmscfd dan rea­lisasi ha­nya 583 mmscfd. Untuk Regi­on Ja­wa Bagian Timur kebutuhan gas­nya mencapai 250 mmscfd dan yang sudah kon­trak 148 mmscfd. Ralisa­sinya baru 128 mmscfd. Lalu Sumate­ra Utara  kebutuhan gas­nya men­capai 150 mmscfd dengan kon­trak 91 mmscfd dan realisasi 86 mmscfd.
Selain itu, terhambatnya peme­nu­han gas industri juga dise­bab­kan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.3 tahun 2010 tentang alokasi dan pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri yang hanya 25 persen dari hasil produksi kontraktor sesuai dengan pasal 4 ayat 20. Akibat ke­kurangan tersebut, nasib 332 perusahaan dalam negeri teran­cam berkurang dan terhenti.
Menanggapi hal ini, pengamat energi dari Refor­Miner Institute Pri Agung Rakh­manto meng­ung­kapkan, ke­be­radaan DMO (do­mestic market ob­ligation) gas  diya­kini mam­pu mengurai per­soalan ke­ku­rangan pasokan gas di dalam ne­geri.
“Permasalahannya (kisruh ke­ku­rangan gas-red) itu, dari dulu mengapa KKKS (kontraktor kon­trak kerja sama) lebih me­milih ekspor daripada domestik, ya karena masalah harga ini. Ke­bijakan harga dan penerapannya perlu dibenahi kalau memang DMO gas ini mau diberlakukan secara menyeluruh,” ujarnya.
Pri menjelaskan pemerintah melalui Peraturan Menteri (Per­men) ESDM No. 3/2010 me­wa­jibkan KKKS untuk me­nye­rahkan 25 persen dari pro­duksi gas bumi bagian kontraktor guna memenuhi keperluan dalam ne­geri dalam rangka DMO.
Dalam praktiknya, menurut Pri, DMO gas itu memang tidak bisa begitu saja langsung dite­rapkan kalau infrastruktur pen­du­kungnya tidak ada. “Seperti yang terjadi sekarang ini, aturan DMO gas itu tidak ada artinya karena ketentuan DMO yang ada juga masih longgar, masih dengan catatan ada infrastruktur dan harus ekonomis,” urai Pri.
Dia mengatakan, keekonomian lapangan gas itu sangat ber­gantung pada harga jualnya. De­ngan menaikkan harga gas di kepala sumur yang rata-rata ma­sih sekitar 2,7 dolar AS per juta British thermal unit (Btu) peme­rintah sebenarnya diuntungkan karena pendapatan negara juga naik, di samping kebijakan DMO bisa dijalankan secara optimal.
“Kalau tidak ada perubahan ke­bi­jakan harga, akan sangat sulit me­nerapkan DMO gas. Pe­me­rin­tah mestinya mendukung ke­ingi­nan Pertamina agar DMO di­berlakukan menyeluruh karena sa­ya melihat ada peluang untuk bisa mendapatkan pasokan gas da­ri dalam negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan jika impor,” tutur Pri.
Vice President Corporate Com­mu­­nication Pertamina Mocha­mad Harun mengatakan, ting­gi­nya har­ga minyak dunia yang di­ikuti lonjakan harga LNG men­capai 18 dolar AS per juta Btu, meng­aki­batkan kecil ke­mung­kinan Indo­nesia akan meng­impor LNG ter­sebut dari Timur Tengah. [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar: